Home Politik Gelaran Pilkada Jangan Jadi Kuburan Massal

Gelaran Pilkada Jangan Jadi Kuburan Massal

Jambi,Gatra.com - Pemilu tahun 2019 lalu telah terjadi ‘tragedi demokrasi’ yang telah menewaskan begitu banyak anak bangsa. Sebanyak 894 petugas meninggal dunia dan 5.175 lainnya mengalami sakit dan kelelahan. Hal Itu terjadi sebelum kedatangan Covid-19.

"Mau berapa banyak lagi? Pertanyaan ini menyambut keputusan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI, KPU RI, Bawaslu RI dan DKPP yang memutuskan Pilkada tetap dilaksanakan 9 Desember 2020 dan tahapan dimulai 15 Juni 2020. Pilkada di tengah wabah virus yang masih merajalela. Agaknya ini akan menjadi pilkada paling beresiko di sepanjang sejarah demokrasi bangsa ini," kata pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jambi Bahren Nurdin kepada Gatra.com, Minggu (31/5)

Bahren yang juga Direktur Pusat Kajian Demokrasi dan Kebangsaan (PUSAKADEMIA) ini menjelaskan penyelenggaraan Pilkada memang berat. Tahapan-tahapan yang dilakukan memerlukan energi besar yang menguras fisik dan psikologis banyak kalangan, dari petugas hingga masyarakat luas. Ditambah lagi, hampir semua tahapan memerlukan kontak langsung orang dengan orang yang notabenenya sangat bertentangan dengan protokol kesehatan penanggulangan penyebaran Covid-19.

"Sekedar memberikan peringatan dini (early warning), salah-salah urus akan ada kuburan massal dampak Corona karena Pilkada. Jangan sampai! Bukankah kita sepakat bahwa menyelamatkan nyawa lebih penting dari pilkada?" ujarnya.

Dilanjutkan Bahren, tidak ada pilihan kecuali mempertegas aturan-aturan penyelenggaraan dengan menempatkan keselamatan sebagai prioritas utama. Semua pihak harus waspada jika tidak ingin bertaruh nyawa. "Himbauan belum cukup bagi masyarakat Indonesia yang sering abai dan kurang disiplin. Harus ada aturan hukum yang jelas dan tegas demi keselamatan bersama," jelasnya.

Menurut Bahren, bagi penyelenggara, dari KPU RI hingga petugas pemungutan suara harus memiliki disiplin tinggi dalam menjalankan protokol kesehatan. "Tindakan tegas harus diambil jika ada yang bersikap abai. Misalnya, jika aturannya ‘wajib’ pakai masker, maka jika ada petugas yang tidak memakai, pecat!. Petugas harus memberi contoh kepada masyarakat. Kedisiplinan para petugas akan berdampak positif kepada masyarakat luas. Jika petugas abai, masyarakat juga akan lalai," tegasnya.

Ia menuturkan, begitu juga para kontestan alias cakada yang bertarung. Tentu Pilkada kali ini akan berbeda dengan yang sebelumnya. Harus ada kesadaran yang tinggi bahwa tidak bisa lagi terlalu leluasa melakukan kampanye atau sosialisasi. Harus berani membatasi diri. "Saatnya popularitas dan elektabilitas anda diuji dalam senyap. Ketika ruang gerak pertemuan dengan massa dibatasi, masih adakah yang mengenal anda? Masih adakah yang mau memilih anda? Yakinlah, jika selama ini anda ‘hadir’ di tengah masyarakat, pasti ada. Tapi jika selama ini ‘absen’, pasti anda dilupakan," ungkapnya.

Bahren mengingatkan, jangan ada yang mencoba-coba membungkus politik uang (money politic) dengan isu Korona. Rasanya tidak perlu ada masker warna-warni partai bertulisan ‘pilih saya’. Jangan jadikan penderitaan rakyat sebagai komoditas (bahan dagangan) politik. "Masyarakat juga harus memiliki kesadaran politik yang baik. Jika kita menginginkan pemimpin yang berkualitas maka masyarakat harus cerdas. Hanya pemilih yang cerdaslah yang akan menghasilkan pemimpin yang berkualitas. Kondisi kita saat ini memang dalam keadaan sulit. Kita butuh bantuan. Kita memerlukan uluran tangan. Tapi jangan pula kita gadaikan idealisme yang dimiliki. Tahan godaan!," harapnya.

Bahren berujar, semua pihak harus berjuang bersama serta disiplin dalam melaksanakan protokol kesehatan dan menolak segala bentuk kecurangan pemilu. Menurutnya, pemilih yang cerdas pasti anti politik uang (money politic) dalam bentuk apa pun. Hentikan penyebaran berita bohong (hoaks) dan propaganda media (terutama medsos). Saatnya menghindari isu SARA sebagai bahan pertikaian. "Tentu saja ada harapan besar pada penegak hukum seperti Bawaslu, POLRI dan Kejasaan (Gakkumdu). Penegakan hukum menjadi salah satu elemen penting tercapainya Pilkada yang berintegritas dan penyelamatan nyawa masyarakat di tengah pandemic ini. Kita ingin pemilu berjalan baik dengan aturan-aturan yang tegak dan masyarakat terjaga dari bencana," paparnya.

Bahren menambahkan, tanggal 9 Desember 2020 akan menjadi sejarah baru dalam perjalanan demokrasi bangsa yaitu penyelenggaraan Pilkada di tengah wabah virus Corona. "Pilkada yang akan bersabung nyawa jika kita tidak waspada. Maka dari itu, semua pihak, petugas, peserta, pihak keamanan dan masyarakat harus memiliki kesadaran yang tiggi untuk mematuhi protokol kesehatan jika kita tidak ingin menggali kuburan massal korban Pilkada," ucapnya.

258