Jakarta, Gatra.com - Kuasa hukum mantan Kepala BP Migas Raden Priyono, Tumpal H. Hutabarat, mengatakan, kasus penjualan kondensat bagian negara pada Badan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) oleh PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (PT TPPI) bukan merupakan tindak pidana korupsi.
Tumpal menilai demikian, karena menurutnya, kerugian keuangan negara yang didakwaka jaksa penutut umum kepada kliennya beserta terdakwa lainnya, hanya soal sisa kekurangan pembayaran kondensat yang dibeli PT TPPI sebesar US$139 juta dengan total pengiriman kondensat sebesar US$2,72 miliar.
"Jadi, kasus kondensat ini bukanlah kasus korupsi yang mengakibatkan kerugian negara. Melainkan utang PT TPPI yang hingga saat ini masih tercatat di Kementerian Keuangan," ujarnya.
Menurutnya, ini merupakan piutang jangka panjang dan dikaitkan dengan jaminan fidusia, telah dimuat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP-LKPP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) setiap tahun, dan telah dilaporkan kepada DPR, DPD, serta Presiden.
Karena itu, ia mempertanyakan letak kerugian keuangan negara, karena PT TPPI yang memiliki utang kepada negara, mayoritas sahamnya milik negara. "Lantas di mana kerugian negaranya?" ujarnya.
Tumpal mempertanyakan karena menurutnya, jika merujuk kepada pengertian kerugian negara, baik dalam Undang-Undang (UU) Keuangan Negara maupun UU Tindak Pidana Korupsi, kerugian negara adalah berkurangnya harta atau uang milik negara akibat perbuatan melawan hukum atau karena kelalaian.
"Sedangkan faktanya berupa utang TPPI yang mayoritas sahamnya milik negara. Artinya jelas membuktikan tidak berkurangnya harta atau uang milik negara. Tetapi hanya berbeda tempat saja, namun semuanya milik negara," katanya.
Tumpal juga berpendapat bahwa kedua terdakwa yakni Raden Priyono serta mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas, Djoko Harsono, tidak melakukan perbuatan melawan hukum.
Menurutnya, ini sesuai dengan keterangan terdakwa Raden Priyono dan Djoko Harsono saat bersaksi untuk terdakwa Honggo Wendratno selaku Presiden Direktur (Presdir) PT TPPI di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Kamis pekan ini.
Menurutnya, kedua saksi menyampaikan bahwa penunjukan TPPI berdasarkan kebijakan pemerintah dan mereka melaksanakannya dalam rangka menjalankan kewajiban hukumnya. Sesuai keterangan Raden Priyono, penandatanganan surat penunjukan TPPI yang diajukan sebagaimana yang telah diterangkan Djoko Harsono.
"Penunjukan TPPI melalui surat yang ditandatanganinya tersebut, semata-mata hanyalah melaksanakan kebijakan pemerintah, serta adanya Surat Menteri Keuangan Nomor: S-85/MK.02/2009, tanggal 12 Februari 2009 tentang tatacara pembayaran terhadap Kondensat bagian negara yang dipasok BP Migas kepada TPPI," katanya.
Menurut Raden Priyono, dalam melaksanakan kebijakan pemerintah dan menunjuk langsung PT TPPI sebagai pembeli kondensat, itu tidak bertentangan dengan Keputusan Kepala BP MiGAS Nomor : KPTS-20/BP00000/2003/ -SO tanggal 15 April 2003 tentang tata cara penunjukan penjualan minyak mentah/Kondensat bagian Negara. Dikarenakan untuk kepentingan kilang dalam negeri sebagaimana diatur dalam Keputusan Kepala BP MiGAS Nomor : KPTS-20/BP00000/2003/ -SO tanggal 15 April 2003.
Adapun Djoko Harsono lanjut Tumpal, mengatakan, penjualan kondensat bagian negara dengan cara penunjukan langsung kepada PT TPPI dilakukan dalam rangka melaksanakan kebijakan pemerintah yang diputuskan dalam rapat kabinet terbatas pada tanggal 21 Mei 2008.
"Dalam nota dinas tersebut dijelaskan bahwa penunjukan TPPI tersebut telah dibahas dalam rapat-rapat dengan Kementerian ESDM, Kemeterian Keuangan, serta tim penunjukan di BP Migas," ujarnya.
"Mereka hanya menjalankan kebijakan pemerintah dan keteranganya tersebut sejalan dengan keterangan Pak Jusuf Kalla pada persidangan sebelumnya yang mengatakan bahwa BP Migas itu menjalankan kebijakan pemerintah," kata Tumpal.
Adapun tujuan diberikannya kondensat kepada TPPI, lanjut Tumpal, karena saat itu kondisi ekonomi Indonesia sedang merosot. Ini juga untuk mengurangi impor serta kelangkaan minyak di wilayak Jawa Timur.
"Akhirnya timbul kebijakan pemerintah, agar kilang TPPI dapat berjalan, maka diminta kepada BP Migas agar sebagian kondensat bagian negara dijual kepada PT TPPI," katanya.
Menurutnya, kebijakan pemerintah tersebut sudah tepat dan benar, karena mengingat PT TPPI yang memiliki kilang untuk megolah kondensat menjadi bahan bakar minyak (BBM) serta produk turunannya.
Tindakan Kepala BP Migas maupun Deputi Financial, Ekonomi dan Operasi BP Migas, selain dalam melaksanakan kebijakan pemerintah, tindakan tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan serta atas dasar itikad baik, tidak ada feed back atau keuntungan yang diperoleh (tidak ada mens rea) dalam melaksanakan kebijakan atau instruksi Wapres tersebut.
"Oleh karena itu, menjadi jelas juga tidak ada perbuatan melawan hukum atau menyealahgunankan wewenang yang dilakukan kedua terdakwa itu dalam penunjukan PT TPPI tersebut," katanya.