Karanganyar,Gatra.com - Bupati Karanganyar Juliyatmono menggelar salat Idul Fitri berjamaah di kediamannya, usai rencana mengimami dan menjadi khatib salat Id di alun-alun batal. Di kediamannya di Desa Ngijo Tasikmadu, salat Idul Fitri diikuti istri, anak dan sejumlah kerabat dekatnya.
Di kediamannya, Juliyatmono juga memimpin salat sekaligus memberi tausiah. Orang nomor satu di Pemkab Karanganyar itu mengakui sempat akan memimpin salat sunah itu di alun-alun.
Menurutnya, penularan Covid-19 akan diantisipasi dengan penerapan ketat protokoler kesehatan. Apalagi, tren kasus positif covid-19 di Karanganyar menurun. Sehari sebelum pelaksanaan, ia mengurungkan niatnya usai ditegur Ombudsman Jawa Tengah.
"Kami berusaha konsisten. Awalnya akan salat Id di alun-alun, namun karena surat dari Ombudsman yang sudah kita ketahui bersama, kami tetap bertindak sebagai imam dan khatib namun untuk keluarga kami di rumah," kata Juliyatmono kepada wartawan, Minggu (24/5).
Lebih lanjut Juliyatmono menambahkan, meski digelar di rumah, dirinya tetap melakukan protokol kesehatan yang ketat. Seperti jaga jarak, wajib memakai masker, tidak bersalaman serta mempersingkat khotbah.
Dengan ibadah yang durasinya singkat, diharapkan tidak mengurangi esensi kekhusyukan dan syiar hari raya Idul Fitri di tengah pandemi COVID-19. Dirinya berharap protokol kesehatan serta disiplin tersebut semakin dipahami warga masyarakat sebagai bagian dari menyambut era new normal.
Dalam khotbahnya Juliyatmono mengangkat cuplikan dari kitab "Hilyatul Auliya Wa Thobaqotu Al-Ashfiya" karya Abu Nuaim Al-Ashfihani. Kitab ini disebutnya menjadi rujukan bagi imam Al Ghazali saat menyusun "Ihya Ulumuddin".
Dikisahkan terjadi wabah tha'un yang sedang menuju ke kota Damaskus, bertemu seorang waliyullah. Saat itu wabah diperintahkan Allah untuk mengambil seribu jiwa, namun akhirnya justru 50 ribu jiwa yang terenggut. Itu karena sebagian besar masyarakatnya mengalami kepanikan berlebihan.
"Dan ini harus diambil hikmah yang luar biasa. Siapapun jangan sampai membawa pandemi ke alam ketakutan dan kepanikan. Karena virus ini tidak tampak, maka pendekatannya harus dengan cara yang tidak tampak pula. Yakni spiritualitas. Kedekatan dengan Tuhan," pungkasnya.