Jakarta Gatra.com - Jaksa Agung Burhanuddin membantah bahwa penyidik kasus dugaan korupsi bantuan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemepora) kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) tahun 2017 senilai Rp25 miliar mandek.
"Penanganan [penyidikan] perkara dugaan tipikor bantuan dana KONI Pusat Tahun Anggaran 2017 di Kemenpora RI tetap berjalan hingga tuntas," kata Burhanuddin di Jakarta, Rabu (20/5).
Orang nomor satu di Korps Adhyaksa ini juga menyatakan bahwa penyidikan kasus dugaan korupsi ini tidak akan terpengaruh adanya kabar suap yang disampaikan oleh asisten pribadi mantan Menpora Imam Nahrowi, Miftahul Ulum.
"Tidak akan terpengaruh oleh isu suap yang menjadi pernyataan di sidang yang disampaikan seorang saksi kepada mantan Jampidsus yang dikemukakan oleh Miftahul Ulum tersebut," ujarnya.
Dalam persidangan perkara korupsi yakni suap kepada Imam Nahrawi terkait dana hibah KONI di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Ulum menyebut bahwa ada pemberian uang Rp3 miliar kepada Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi, dan Rp7 miliar kepada Adi Toegarisman yang saat itu menjabat Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus).
Persidangan perkara hasil penyidikan KPK itu, Ulum menyebut pemberian uang tersebut terkait temuan BPK di Kemenpora serta penyidikan kasus dugaan korupsi dana hibah Kemenpora kepada KONI tahun 2017 yang tengah disidik Kejagung.
Menurut Ulum, pemberian uang itu agar Kejagung tidak melanjutkan kasus tersebut. Setelah pemberian uang, terbukti bahwa pihak Kemenpora tidak dipanggil-panggil lagi oleh Kejagung.
Terkait "sengatan" Ulum, Jampidsus telah memerintahkan untuk mengusut tuntas dan meminta keterangan kepada pihak-pihak terkait, termasuk Miftahul Ulum.
Burhanuddin juga memerintahkan tim penyidik kasus dugaan korupsi bantuan dana KONI Pusat tahun 2017 maupun Tim Jaksa Penyelidik yang ditugaskan untuk mengungkap kebenaran sengatan Ulum, untuk terus bekerja secara profesional dan penuh rasa tanggung jawab.
"Jangan terbesit sedikit pun untuk bermain-main dalam menangani perkara atau kasus tersebut," kata dia.
Jika terbukti melakukan penyelewengan dalam melaksanakan tugasnya, Jaksa Agung Burhanuddin tidak akan segan-segan menindak tegas siapapun dan dari manapun orang itu.
Kejagung menangani kasus ini pada 2019 setelah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor: Print-20/F.2/Fd.1/05/2019 tangal 8 Mei 2019 dan diperbarui melalui Sprindik Nomor: Prit-220/F.2/Fd.1/04/2020 tangal 22 April 2020 sebagaimana disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Hari Setiyono, kepada wartawan.
Menurutnya, penyidik telah memeriksa 51 orang saksi dan 2 orang ahli. Selain itu, telah menyita 254 dokumen dan surat yang diduga terkait dengan kasus ini.
Namun, hingga 1 tahun penyidikan, Kejagung belum mampu menetapkan tersangka dalm kasus kasus dugaan korupsi pemberian bantuan dana dari Kemenpora kepada KONI Pusat.
Lantas apa penyebabnya Kejagung belum bisa menetapkan tersangka setelah 1 tahun menyidik perkara ini, Hari berdalih, pihakya terkedala soal kerugian keuangan negara karena BPK belum merampungkannya.
Kejagung meminta BPK untuk menghitung kerugian keuangan negara sejak 16 September 2019. Namun setelah BPK memeriksa dan menelaah, pihak BPK meminta penyidik melengkapi berkas penyidikan.
Kapuspenkum sebelum Hari, Mukri menjelaskan, kasus ini berawal saat KONI Pusat menyampaikan atau mengirimkan kepada Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) untuk dapat menerima atau memperoleh bantuan sebesar Rp26.679.540.000 (Rp26,6 miliar).
Sebagai tindak lanjutnya, pada tanggal 8 Desember 2017, Menpora memerintahkan Deputi 4 bidang Peningkatan Prestasi untuk segera menindaklanjuti proposal dari KONI Pusat tersebut.
Namun mengingat dalam rencana kegiatan dan anggaran kementerian atau lembaga (RKA K/L) Kemenpora tahun 2017 belum ada peruntukan anggaran untuk merespons proposal KONI tersebut, Kemenpora kemudian melalui Biro Perencanaan melakukan revisi berdasarkan usulan Deputi 4 bidang Peningkatan Prestasi Olahraga.
Selanjutnya, pemerintah pada Desember 2017 melalui Kemenpora memberikan bantuan dana kepada KONI Pusat tahun anggaran 2017 sejumlah Rp25 miliar. Dana tersebut dicairkan ke rekening KONI.
Uang tersebut untuk pembiayaan program pendampingan, pengawasan, dan monitoring program peningkatan prestasi olahraga nasional menuju 18th Asian Games 2018.
Tetapi dalam penggunaannya, diduga terjadi penyimpangan oleh oknum dari Kemenpora dan KONI Pusat. Perbuatan diduga melawan hukum itu dilakukan dengan cara membuat laporan pertanggungjawaban fiktif serta pengadaan barang dan jasa tanpa prosedur lelang sehingga merugikan keuangan negara.