Jakarta, Gatra.com - Masyarakat adat Kendeng, Jawa Tengah (Jateng), memasok beras sekitar 30 ton lebih ke Jakarta untuk memenuhi kebutuhan bahan pokok di saat pagebluk coronavirus disease 2019 (Covid)-19.
"Kami mungkin lebih 30 ton dimintai dulur-dulur jaringan Jakarta, dulur-dulur kelompok miskin kota," kata Gun Retno dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) dalam webinar bertajuk "Peranan Masyarakat Adat Dalam Mewujudkan Kedaulatan Pangan di Tengah Pandemi Covid-19", Selasa (19/5).
Menurutnya, dulur-dulur dan jaringan miskin kota meminta masyarakat adat Kendeng untuk memasok beras sejumlah tersebut agar mereka mendapatkan beras dengan harga relatif terjangkau.
"Dulur-dulur jaringan Jakarta, dulur-dulur kelompok miskin kota bagaimana bisa membeli beras apa langsug ke petani, potong mata rantai sehingga tidak banyak uang, tapi bisa mendapatkan beras cukup," ujarnya.
Menurut Gun Retno, beras hasil pertanian masyarakat adat Kendeng masih terbilang alami karena tidak menggunakan bahan-bahan kimia tertentu seperti pemutih agar tampilannya kinclong dan menarik.
"Bertas kami tidak diputihkan atau meggunakan teknologi. Ini beras yang kami kirim ke dulur-dulur Jakarta ini milik dulur-dulur Kendeng. Ini salah satu kemampuan dulur-dulur sikep di situasi pagubluk ini ada kebersamaan," ungkapnya.
Menurutnya, masyarakat adat Kendeng atau kerap disebut masyarkat Samin mampu memenuhi permintaan tersebut karena semuanya merupakan petani dan mempuyai stok yang cukup.
"Dulur sikep ini, dari dulu sampai sekarang pilihan hidupnya untuk menghidupi keluarganya itu hanya menjadi petani. Jadi, sampai sakarang kami hanya ingin menjadi petani dan dagang pun menjadi larangan bagi sedulur sikep," ungkapnya.
Menjadi petani merupakan komitmen sedulur sikep. Selain untuk memenuhi kebutuhan hidup, bertani juga merupakan upaya masyarakat adat Kendeng untuk melestarikan alam atau lingkungan, khususnya pegunungan Kendeng yang menjadi sumber penghidupan.
Pagebluk atau pandemi Covid-19 ini, bukan hanya mengancam kondisi kesehatan, namun juga ketersediaan pangan pokok seperti beras dan lainnya. Terlebih, tidak semua orang menanam padi atau bahan makanan pokok lainnya.
"Di situasi pagebluk ini, dulur Kendeng berpartisipasi terhadap dulur-dulur di Jakarta karena semua orang hidup itu harus makan harus minum. Tapi tidak setiap orang yang butuh makan dan minum itu menaman," ungkapnya.
Dalam mempertahankan pilihan hidup menjadi petani tidaklah gampang. Selain seolah tidak dihargai, lahan yang ada di Kendeng pun terancam seiring adanya pabrik semen di sana.
"Kami ingin hidup menjadi petani. Ingin melestarikan lahan yang dimiliki saja. Ini mejadi ancaman dengan adanya pabrik semen di Jawa, ini lebih 15 ribu hektare yang mau dibutuhkan di wilayah Gunung Kendeng," ungkapnya.