Slawi, Gatra.com - Puluhan warga penerima Bantuan Sosial Tunai (BST) Kementerian Sosial (Kemensos) di Desa Jembayat, Kecamatan Margasari, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah menggeruduk balai desa setempat, Selasa (19/5). Mereka memprotes pemotongan bantuan yang mereka terima.
Warga yang mayoritas adalah ibu-ibu itu mendatangi balai desa sekitar pukul 10.00 WIB. Salah satu perwakilan warga kemudian menggelar orasi di depan balai desa dan menyampaikan protes terkait BST dari pemerintah pusat yang sudah disalurkan pada pekan lalu.
Salah satu warga Tati (33) mengaku sudah menerima BST pada Selasa (12/5) lalu. Seharusnya bantuan yang diterimanya sebesar Rp600 ribu. Namun nominal bantuan yang diterima tidak utuh. "Harusnya dapat Rp600 ribu, tapi dipotong Rp130 ribu. Dipotong RW. Makanya saya protes kenapa ada potongan, harusnya kan tidak ada," kata Tati.
Menurut Tati, penerima lainnya juga mengalami hal serupa. Besaran pemotongannya bervariasi. "Selain saya, ada 11 penerima lain yang juga dipotong. Ada yang Rp50 ribu, ada yang Rp125 ribu," ucapnya.
Tati mengatakan, pengurus RW beralasan pemotongan dilakukan agar warga lain yang tidak terdata sebagai penerima bantuan dari Kementerian Sosial itu juga mendapat bantuan. "Yang tahu RW-nya. Kalau RT ternyata juga tidak tahu. Oknumnya di RW. Katanya mau diberikan ke warga yang tidak dapat, tapi tidak tahu diberikan atau tidak," ujarnya.
Selain memprotes pemotongan bantuan, warga yang mendatangi balai desa juga memprotes penyaluran bantuan yang tidak tepat sasaran. Salah satu warga, Harti (70) mengaku tidak mendapat BST maupun bantuan Program Keluarga Harapan (PKH). "Saya tidak dapat bantuan sama sekali. Cuma dapat bantuan beras 4,5 kilo, katanya dari kabupaten. Waktu dapat bantuan itu saya dikasih tahu kalau bulan depan tidak tidak dapat lagi," tuturnya.
Bantuan beras tersebut, menurut Harti juga ada yang tepat sasaran. Sebab, penerimnya adalah warga yang tergolong keluarga dari pengurus RT dan RW. Padahal ada warga lain yang lebih berhak menerima. "Tetangga saya banyak yang tidak dapat padahal janda jompo. Rumah saya juga sudah mau rubuh tidak dapat. Saudara pengurus RT RW dapat, yang bukan saudara gak diitung. Jadi tida adil dan pilih kasih," ungkapnya.
Ketua RW 13 Jabidin (44) mengakui adanya pemotongan bantuan warga penerima di wilayahnya. Menurut dia, pemotongan itu sebelumnya sudah disampaikan ke warga penerima sebelum penyaluran bantuan. "Pemotongan atas dasar kesepakatan sebelum warga menerima bantuan. Tidak ada pemaksaan. Warga yang bersedia saja," kata dia.
Jabidin menyebut, uang dari hasil pemotongan bantuan warga penerima BST akan dikumpulkan dan selanjutnya diberikan ke warga yang tidak menerima bantuan. "Di RT 1, dari total jumlah KK 300 orang, yang dapat bantuan enam orang. Dari enam orang itu dikumpulkan potongannya dapatnya Rp1,8 juta. Nanti mau dibagi ke sejumlah orang, per orang dapat Rp50 ribu. Di RT lain ada yang dipotong juga. Jumlahnya beda-beda. Ada yang Rp50 ribu, Rp100 ribu, dan Rp150 ribu," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Desa Jembayat Prima Adam mengatakan, meski tidak ada pemaksaan dan tujuannya untuk pemerataan bantuan, pemotongan bantuan BST yang dilakukan pengurus RW tetap melanggar aturan. "Aturannya tidak ada pemotongan. Sehingga pengurus RW dan RT yang melakukan pemotongan kami beri sanksi teguran tertulis. Kalau pada penyaluran bulan depan ada pemotongan lagi, diberi sanksi lagi. Setelah tiga kali sanksi, nanti dipecat," tandasnya.