Kupang, Gatra.com - Para pejuang Timor Timor Pro Indonesia mengancam akan melaporkan pemerintah Indonesia ke Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda. Mereka ini adalah mantan anggota Milisi Pro Integrasi saat jajak pendapat 1999 lalu. Sekarang ini tergabung dalam Paguyuban Pejuang dan Korban Politik Timor Timur, menetap di Timor barat, NTT, merasa diterlantarkan Pemerintah Indonesia.
“Kami keluar dari Timor Timur, tinggalkan kampung halaman sejak 1999 lalu, hanya karena setia kepada NKRI dan cinta merah putih. Namun sudah 21 tahun ini kami merasa tidak diperhatikan. Sudah berulangkali kami perjuangkan nasib di Jakarta, namun tak pernah digubris. Hidup kami cukup merana sekarang ini ,” kata koordinator Paguyuban Pejuang dan Korban Politik Timor Timur, Cancio Lopez de Carvalho, Selasa (19/5).
Dia menyebutkan, saat ini jumlah mantan anggota milisi yang berjuang mempertahankan Timor Timur untuk Indonesia tersisa 4.115 orang, menyebar di Timor Barat, NTT. Para anggota pejuang merah putih ini berasal dari bekas 13 Kabupaten dari bekas Provinsi Timor Timur.
“Kami ini berasal dari 13 Kabupaten di Timor Timur semasa Indonesia. Pasca kalah jajak pendapat 1999 lalu kami keluar, tinggalkan kampung halaman dan harta benda karena cinta Indonesia. Saat tinggalkan Timor Timur kami dijanjikan akan diberdayakan namun ternyata janji itu tidak terpenuhi,” jelas Cancio Lopez de Carvalho.
Para pejuang merah putih Timor Timur kata Cancio berencana akan berangkat ke Jakarta untuk bertemu Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, setelah wabah virus covid-19 reda.
Mereka tidak meminta muluk-muluk, hanya meminta dimasukkan sebagai anggota veteran. Selain hak veteran, mereka minta negara bisa memberi kompensasi atau bantuan kemanusiaan.
“Kami hanya minta untuk menjadi anggota veteran. Sebab saat ini banyak pejuang integrasi yang tidak terdaftar sebagai veteran. Bahkan ada banyak orang yang tidak pernah ke Timor-Timur waktu itu bisa terdaftar sebagai veteran,” tegas Cancio Lopez de Carvalho yang juga mantan Komandan Milisi MAHIDI Kabupaten Ainaro di bekas Timor Timur ini.
Jika dalam pertemuan dengan Menhan di Jakarta itu permintaan mereka tidak diakomodir, maka para anggota milisi ini berencana akan pulang kembali kampung halaman di Timor Leste dengan menerima resiko apapun.
“Jika di Jakarta, perjuangan ini gagal lagi kami akan mengadukan Pemerintah Indonesia ke Mahkamah Internasional. Kami tuntut ganti rugi sebelum pulang kembali Timor Leste dan menerima resiko apapaun disana,” tegas Cancio Lopez de Carvalho.
Resiko yang akan dihadapi di Timor Leste kata Cancio, karena para mantan anggota milisi pejuang merah putih Timor Timur itu dianggap melanggar HAM berat pasca jajak pendapat 1999 lalu.
“Kami ini dianggap pelanggar HAM berat, tetapi anehnya sampai sekarang kami tidak pernah dihukum dan dilarang tidak boleh ke Timor Leste. Kami di Indonesia pun diterlantarkan, penderitaan ini sudah kami rasakan sejak 21 tahun lalu,” ungkapnya.