Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan sejumlah langkah untuk mengantisipasi dan mengawasi potensi penyelewengan dana penanggulangan pandemi coronavirus disease 2019 (Covid)-19 yang digelontorkan pemerintah sejumlah Rp405 triliun.
Deputi Bidang Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan, dalam webinar bertajuk "Implikasi Pandemi Covid-19 Dalam Perspektif Sosial, Ekonomi, Politik, Hukum Dan Keamanan", Senin malam (18/5), menyampaikan, KPK telah melakukan koordinasi dengan sejumlah kementerian.
KPK, lanjut Pahala, berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDT), serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) soal penggunaan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS).
Pahala menyampaikan bahwa terdapat titik rawan penyelewengan atau korupsi anggaran dana penanggulangan Covid-19. Adapun rincian anggaran sejumlah Rp405 triliun ini sebesar Rp75 trilun untuk kesehatan, Rp70 triliun untuk industri, Rp110 trilun untuk jaring oengaman sosial (social safety net), dan Rp150 triliun untuk pembiayaan pemulihan ekonomi nasional.
Titik rawan korupsinya, lanjut Pahala, misalnya pada pengadaan barang atau jasa. Di sini rentan terjadi kolusi dengan penyedia barang, penggelembungan harga (mark-up), kickback, konflik kepetingan (conflic of interest) dalam pengadaan, hingga kecurangan.
"Filantropi atau sumbangan pihak ketiga, pencatatan penerimaan, penyaluran bantuan, dan penyelewengan bantuan," kata Pahala dalam webinar yang digelar Indonesian Public Institute (IPI) tersebut.
Menurut Pahala, titik rawan korupsi juga terdapat dalam refocusing dan realokasi anggaran APBN dan APBD, alokasi sumber dana dan belanja, serta pemanfaatan anggaran. Potensi tersebut terkait penyelenggaraan bantuan atau social safety net untuk pemerintah pusat dan daerah dalam pendataan penerima, klasifikasi dan validasi data, belanja barang, distribusi bantuan, dan pengawasan.
Selain berkoordinasi dengan sejumlah kementerian, KPK juga telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penggunaan Anggaran Pelaksanaan Pengadaan Barang atau Jasa Dalam Rangka Percepatan Penangaan Covid-19 Terkait Pencegahan Tindak Pidana Korupsi.
Menurutnya, rambu-rambu pencegahan tersebut memberikan kepastian untuk pelaksanaan pengadaan barang atau jasa. "Sepanjang unsur-unsur pidana korupsi tidak terjadi, maka proses PBJ [pengadaan barang atau jasa] tetap dapat dilaksanakan tanpa keraguan," ujarnya.
Namun Pahala tetap mengingatkan bahwa pelaksanaan anggaran dan PBJ harus mengedepankan harga terbaik. PBJ dalam kondisi darurat cukup menekankan pada prinsip efektif, transparan, dan akuntabel.
Untuk mencegah potensi korupsi pada anggaran penanggulangan Covid-19 yang jumlah sangat besar tersebut, KPK juga mendorong Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk berperan aktif dalam proses pelaksanaan PBJ dengan berkonsultasi kepada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
"Sumbangan dalam pelbagai bentuk sepanjang ditujukan kepada lembaga atau organisasi, bukan termasuk gratifikasi dan tidak perlu dilaporkan ke KPK," kata Pahala.
Adapun Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI), Daisy Indira Yasmine, mengatakan bahwa dampak pandemi Covid-19 sangat luar biasa karena sangat kompleks terhadap berbagai lini atau sendi kehidupan.
Menurut Daisy, dampak pandemi Covid-19 ini meliputi aspek struktural, kultural, dan prososial masyarakat. Dalam aspek struktural, Covid-19 membuat kesenjangan sosial semakin melebar, PHK terjadi di mana-mana, kalangan miskin baru bertambah, masyarakat miskin semakin miskin, dan sarana produksi terhenti. Sedangkan pola hidup konsumtif menjadi meningkat.
"Kemudian dalam aspek kultural juga sangat terasa. Sebab, Covid-19 ini melahirkan new normal dalam kehidupan kita," ujar Daisy.
Berubahnya aspek kultural tersebut, seperti dalam pola interaksi masyarakat yang harus menjaga jarak 1,5-2 meter. Begitupun dalam sarana publik seperti di bidang transportasi yakni bus, pesawat, kereta api, dan moda lainnya harus menyesuaikan demi mencegah penyebaran virus SARS CoV-2.
Namun, lanjut Daisy, selain berdampak negatif, pademi Covid-19 ini juga menumbuhkan sejumlah nilai posif, di antaranya menumbuhkan kesadaran tentang kebersamaan atau gotong royong. "Pola hidup bersih di masyarakat [juga] semakin meningkat."
Hanya saja, kata Daisy, terjadi pertentangan di tengah-tengah masyarakat antara mereka yang siap dalam kehidupan new normal dengan yang habitus. Adapun secara umum, Daisy menilai masyarakat Indonesia sangat memegang kultur dan budaya.
"Misalnya kebijakan soal larangan mudik. Sangat sulit sekali melakukan ini karena berkumpul dengan keluarga di saat lebaran sangat dipegang teguh masyarakat kita," ungkapnya.