Jakarta, Gatra.com - Perlunya masyarakat memahami dan mampu menghadapi perilaku 'New Normal' ditengah pandemi Covid-19 adalah hal yang menjadi penting. Untuk itu, diharapkan kedepan para peneliti selain melakukan penelitian di sektor terapan seperti obat dan alat kesehatan, juga melakukan di bidang ilmu sosial budaya dalam menganalisis kebiasaan baru ditengah pandemi.
Hal tersebut disampaikan Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/BRIN), Bambang PS Brodjonegoro. Menurutnya, selama Vaksin dan obat dari Covid-19 belum ditemukan, maka kehidupan sosial dan bermasyarakat harus berparadigma kebiasaan baru tersebut.
"Tentunya, banyak aspek yang bisa digali terkait riset inovasi terkait kebiasaan baru dalam pandemi Covid-19. Dibidang sosial humaniora, kita bisa teliti bagaimana perilaku atau kebiasaan baru tersebut mempengaruhi kita ke depan jika vaksi belum ditemukan atau bahkan worst casenya bahkan tidak bisa ditemukan," kata Bambang dalam telekonferensi daring, Senin (18/5).
Dikatakan Bambang, dalam bidang keilmuan sendiri, saat ini belum diketahui penyesuaian apa saja yang bisa dilakukan dalam bermasyarakat, ketika nantinya vaksin tak kunjung ditemukan. Berkaca pada penelitian pada penyakit yang telah muncul sebelumnya, sejatinya bermasyarakat masih bisa dilakukan ketika suatu penyakit belum diketahui obat atau vaksinnya.
"Kalau berkaca dari penyakit HIV dan DBD, kan itu belum ada vaksinnya, tapi kita mampu hidup ditengah penyakit itu. Itu terjadi karena ada kajian atau penelitian terhadap pola kebiasaan yang timbul dalam pencegahan penyakit tersebut. Nah, di Covid-19 mungkin bisa dilakukan penelitian serupa," jelas Bambang.
Dirinya mencontohkan, penelitian yang dimaksud bisa saja dalam bagaimana masyarakat melakukan jaga jarak ketika vaksin belum juga ditemukan. Dirinya mengatakan, bisa saja kedepan dalam ranah New Normal ini, akan ada inovasi dalam rangka menjaga jarak di tiap sektor kehidupan.
"Tentunya bisa berbasis epidemiologi. Contoh di Malaysia, mereka sudah melakukan relaksasi tapi tetap dengan pembatasan yang ketat. Sehingga, di restoran itu sudah ada kebiasaan baru di mana di tiap restoran ada kuota pembelinya. Nah, kedepan mungkin hal ini menjadi gambaran kita bermasyarakat di masa depan akibat adanya Covid-19," pungkasnya.