Jakarta, Gatra.com - Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/BRIN), Bambang PS Brodjonegoro menyoroti tingginya tingkat ketergantungan Indonesia terhadap produk impor, baik dari alat kesehatan dan obat, dalam upaya menghadapi pandemi Covid-19.
Menurutnya, angka impor Alkes dan obat mencapai angka diatas 90 persen.
Kondisi ini, lanjut Bambang, dikhawatirkan justru akan membuat Indonesia terlalu bergantung sehingga rentan akan terjadinya suatu masalah di masa depan. Karena didalam pandemi, baik Alkes maupun obat akan memiliki high demand, atau sangat dibutuhkan masyarakat.
"Mau tidak mau, selain kita berupaya untuk mendapatkan akses, maka cara yang terbaik tidak hanya untuk jangka panjang, adalah kita belajar untuk membuat barang atau membuat alat yang sejenis. Itu motivasi konsorsium inovasi dan riset Covid-19 ini dibuat," kata Bambang saat telekonfrensi daring, di Jakarta, Senin (18/5).
Bambang mengharapkan agar sinergi triple helix antara perguruan tinggi, pemerintah, dan perusahaan atau industri swasta kembali didorong. Pihaknya siap memberikan dana penelitian, perekayasa, dan dosen untuk bisa menciptakan inovasi percepatan dalam pencegahan, pendeteksian, dan respon terhadap Covid-19.
"Sinergi antara hulu, mulai riset dan prototipe inovasi yang dibiayai dana riset, sampai jadi produk dengan diproduksi dalam jumlah yang besar. Itu nantinya yang kami harapkan. Tentunya jika nanti produk sudah ada, ada pihak yang kemudian menyerap seperti Gugus Tugas, BNPB, dan lainnya," katanya.
Bambang menyebut, salah satu contoh baik antara triple helix riset dilakukan di sektor penelitian vaksin yang dilakukan oleh lembaga Eijkman sebagai tim peneliti dan PT Biofarma sebagai perusahaan.
"Ada penelitian vaksin oleh lembaga Eijkman, yang kedepan pengelolaan hasil penelitian dilakukan oleh PT Biofarma. Tapi, vaksin tersebut tentu tidak efektif, jika tidak ada izin dari pemerintah dalam hal ini BPOM. Itu triple helix yang kami harapkan kedepan," ujarnya.