Jakarta, Gatra.com – Masyarakat kembali digemparkan dengan beredarnya video pelarungan jenazah anak buah kapal (ABK) asal Indonesia di kapal berbendera Cina, Luqing Yuan Yu 623 di perairan Somalia pada Sabtu (16/5). Dalam cuplikan video berdurasi 29 detik yang diunggah di akun Facebook itu tampak seorang ABK mengalami penyiksaan hingga jasadnya dilarung ke laut.
Kejadian ini tentu menambah panjang deretan kasus kekerasan terhadap ABK asal Indonesia yang terjadi di atas kapal berbendera Cina. Anggota Komisi I DPR RI, Sukamta mengatakan sangat menyayangkan terjadinya kasus pelarungan ABK di atas kapal asing. Pasalnya belum lama ini kasus serupa juga terungkap di kapal Long Xin 629 dan belum tuntas penanganannya.
“Padahal sudah banyak pihak sampaikan kepada pemerintah untuk segera lakukan langkah konkrit melindungi para pekerja migran Indonesia (PMI) sebagai respon meninggalnya 4 ABK di kapal berbendera Cina 2 pekan yang lalu, ternyata kejadian serupa terulang dan kembali ada indikasi perbudakan atas para ABK Indonesia,” kata Sukamta dalam keterangan yang diterima Gatra.com, Senin (18/5).
Kejadian yang berulang tersebut, terang Sukamta, memperlihatkan pemerintah gagal melindungi WNI yang dieksploitasi di atas kapal asing. Disebabkan kejadian pelarungan terjadi di atas kapal berbendera Cina, ia meminta agar pemerintah melalui Kemenlu untuk menyampaikan protes kepada Dubes Cina serta menempuh langkah-langkah penindakan hukum terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat dalam dugaan kekerasan terhadap ABK.
“Kami sampaikan apresiasi positif kepada Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu) yang sudah memanggil Dubes Cina terkait kasus ini. Sangat penting tekanan disampaikan kepada pihak Pemerintah Cina agar serius tangani kasus ini. Pihak Polri bisa segera lakukan kerjasama dengan polisi Cina untuk mempercepat proses investigasi,” ujarnya.
Menurutnya jika terbukti ada unsur pelanggaran HAM, harus diberikan tindakan hukum yang keras kepada perusaahaan kapal Cina untuk mencegah kejadian yang sama terulang. Dirinya meminta agar Kemlu melakukan diplomasi secara serius dan tidak sekedar “basa-basi” dan memastikan hak-hak ABK terpenuhi.
Wakil Ketua Fraksi PKS ini juga memandang perlu membawa kasus yang mengarah pada bentuk perbudakan modern ini ke mahkamah internasional dan Komnas HAM PBB. “Saya kira penting untuk dilakukan upaya penyelidikan pada lingkup yang lebih luas karena praktik perbudakan modern melibatkan jaringan internasional yang sudah masuk dalam tindak kejahatan transnasional. Beberapa jenis pekerjaan sangat rawan dengan tindakan yang tidak manusiawi ini,” katanya.
Menurutnya tidak mudah bagi negara melakukan perlindungan kepada ABK terlebih mereka dipekerjakannya di perairan internasional selama berbulan-bulan. Kerja sama internasional terang Sukamta sangat dibutuhkan untuk memperkuat pengawasan dan memeroleh fakta penyelidikan yang akurat.
Anggota DPR RI asal Yogyakarta ini juga memandang perlu langkah-langkah konkret dilakukan di Indonesia untuk memutus mata rantai mafia pengerah PMI yang menjurus ke perbudakan. Mengingat persoalan yang dialami PMI berawal dari proses perekrutan dan penempatan. Menurutnya ada 3 hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah. Pertama, menertibkan semua perusahaan pengerah tenaga migran, karena di sinilah sumber masalah berawal.
“Pemerintah perlu segera melakukan investigasi secara menyeluruh. Jika terkait praktik perbudakan modern, pasti ada mafia di balik ini semua. Berarti di sebagian perusahaan-perusahan pengerah PMI sejak dari perekrutan sudah ada yang proses yang tidak benar. Adanya kasus ini menjadi momentum pemerintah untuk membongkar mafia pekerja migran dan menertibkan perizinan perusahaan pengerah PMI. Pemerintah juga perlu mengevaluasi kinerja Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) yang terkesan tidak becus memberikan perlindungan kepada PMI.”
Kedua, pemerintah menurutnya perlu memperkuat kebijakan moratorium pengiriman tenaga migran. Menurutnya moratorium dilakukan bertujuan memperbaiki sistem, perubahan regulasi dan pengawasan. “Praktik pengiriman pekerja migran secara ilegal dan human traficking terus terjadi, berarti sistem dan regulasi tidak berjalan semestinya. Kita semua tahu pengiriman pekerja migran ini jadi bisnis miliaran rupiah, jangan sampai negara kalah berhadapan dengan oknum-oknum yang bermain di dalamnya,” ungkapnya.
Ketiga yang tak kalah penting adalah pemerintah segera menuntaskan peraturan pemerintah (PP) tentang Prosedur Penangan Kasus Pekerja Migran sebagai turunan UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Keberadaan PP tersebut sangat penting untuk mengisi kekosongan hukum dalam penanganan kasus pekerja migran.