Medan, Gatra.com – Anggota Panitia Khusus (Pansus) Covid 19, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara (Sumut) Irwan Simamora menilai kekosongan reagensia hanya kambing hitam.
Irwan mengatakan bahwa kekosongan reagensia tidak tepat untuk menjawab pertanyaan masyarakat terkait keterlambatan hasil test di laboratorium Polymerase Chain Reaction (PCR) Universitas Sumatera Utara (USU).
Baca Juga: Sumut Miliki PCR, Test Corona Bisa Satu Hari
Politisi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) menuturkan bahwa saat peluncuran laboratorium PCR, Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi sudah memastikan hasil pemeriksaan laboratorium dapat diketahui dalam satu hari.
Sementara kenyataan dilapangan justru terbalik, karena sampai saat ini hasil pemeriksaan laboratorium PCR harus ditunggu lebih dari sepekan. Hal itu tentu sangat merugikan masyarakat dan tidak mendukung penanganan covid 19 dengan baik.
Baca Juga: Akurasi Hasil Test PCR di Sumut Tidak Perlu Diragukan
“Kalau kita lihat dari jumlah angka-angka yang dipaparkan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid 19 Sumut sangat tidak logika. Reagensia kosong sementara angka PDP tidak sebanding dengan hasil pemeriksaan. Memangnya reagensia itu dipakai untuk memeriksa siapa saja? katanya kepada Gatra.com, Minggu (17/5).
Irwan mempertanyakan bentuk kerjasama yang dilakukan GTPP Covid 19 Sumut dengan laboratorium USU. Karena tidak ada penjelasan yang rinci terkait kerjasama itu. Termasuk masalah kebutuhan reagensia yang selama ini selalu dijadikan kambing hitam.
Baca Juga: DPRD Sumut Pertanyakan Akurasi Hasil Test PCR
GTPP Covid 19 Sumut selama ini hanya memaparkan angka-angka melalaui live streaming. Tidak memberikan paparan informasi tentang kekosongan itu, penyebabnya apa dan digunakan pada siapa saja.
Sehingga masyarakat dan rumah sakit rujukan hanya menanti jawaban dari kekosongan yang tidak beralasan. Secara psikologis, Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dihantui ketakutan.
Baca Juga: Prof Runtung Sitepu: Jangan Main-main, Tes Swab USU Gratis
Banyak pasien menunggu hasil yang tidak jelas. Mereka mendapat stigma dari masyarakat. Jika kondisi ini dibiarkan, menurut Irwan yang terjadi nantinya banyak pasien mati ketakutan bukan tertular.