Home Internasional Prancis Tangkap Bos Penyandang Dana Genosida Rwanda

Prancis Tangkap Bos Penyandang Dana Genosida Rwanda

Paris, Gatra.com - Polisi Prancis menangkap penyokong dana atau bos genosida di Rwanda tahun 1994, Felicien Kabuga. Pria yang buron selama seperempat abad itu dicokok dalam sebuah operasi fajar di pinggiran Kota Paris.

Pihak kepolisia dan Kejaksaan Prancis menyampaikan, Kabuga, pria berusia 84 tahun yang sempat menjadi salah seorang terkaya di Rwanda, itu dibekuk di rumahnya. Dia bisa tinggal di Prancis menggunakan identitas palsu.

Kabuga ditangkap di rumahnya di Asnieres-sur-Seine utara Paris. Dia bersembunyi di rumah tersebut atas bantuan anak-anaknya.

Polisi menyampaikan, Kabuga merupakan salah satu buron paling dicari di dunia. Sekitar 800.000 orang Tutsi juga Hutu moderat dibantai lebih dari 100 hari oleh ekstrimis etnis Hutu selama genosida pada tahun 1994.

Dikutip dari AFP, Minggu (17/5), Kabuga dituduh menciptakan milisi Interahamwe terkenal yang melakukan pembantaian selama genosida. Dia juga membantu menciptakan Libre des Mille Collines Radio-Televisi yang, dalam siarannya, menghasut orang untuk melakukan pembunuhan.

Eric Emeraux, kepala OCLCH, agen Perancis untuk memerangi kejahatan terhadap kemanusiaan, mengatakan, upaya baru dilakukan untuk melacak Kabuga dua bulan lalu setelah intelijen baru muncul. Selama bertahun-tahun dalam pelarian, Kabuga menghabiskan waktunya di Jerman, Belgia, Republik Demokratik Kongo, Kenya, dan Swiss.

Sementara itu, Olivier Olsen, kepala asosiasi pemilik rumah di gedung tempat dia tinggal, menggambarkan Kabuga sebagai "seseorang yang sangat bijaksana" dan bergumam ketika disapa. Kabuga telah tinggal di sana selama 3 atau 4 tahun.

Kabuga dituduh menggunakan kekayaan dan pengaruhnya selama genosida untuk menyalurkan uang kepada kelompok-kelompok milisi sebagai ketua dana Fonds de Defense Nationale (FDN).

Menurut Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) yang telah menawarkan hadiah US$5 juta untuk informasi tentang dia, Kabuga melalui FDN diduga telah memberikan dana kepada pemerintah sementara Rwanda untuk keperluan melaksanakan genosida 1994.

Rwanda mengapresiasi penangkapan penjahat kemanusiaan tersebut dan meminta agar ?Kabuga diadili di Rwanda untuk mempertanggungjawabkan perbuatan kejinya yang dilakukan puluhan tahun lalu.

"Keinginan kami sebagai badan payung bagi para korban genosida adalah agar dia dideportasi dan diadili di Rwanda di mana dia melakukan kejahatan," kata Jean Pierre Dusingizemungu.

Kabuga didakwa oleh Pengadilan Pidana Internasional PBB untuk Rwanda pada tahun 1997 atas 7 tuduhan, termasuk genosida. Dakwaan tersebut antara lain, mengatur pengiriman sejumlah parang dan senjata lainnya yang mengesankan kepada milisi Interahamwe yang digunakan dalam pembantaian itu.

Kemudian pengadilan kasus Kabuga secara resmi ditutup pada tahun 2015. Tugasnya diambil alih oleh Mekanisme untuk Pengadilan Kejahatan Internasional (MICT), yang juga menangani kasus-kasus yang tersisa dari Pengadilan Kejahatan Internasional untuk bekas Yugoslavia.

"Dia diperintahkan untuk dikembalikan ke tahanan sampai otoritas pengadilan dapat memutuskan apakah dia harus dikirim ke Den Haag untuk diadili," kata Serge Brammertz, kepala jaksa MICT di Den Haag, Belanda.

Menurutnya, penangkapan Felicien Kabuga tersebut adalah pengingat bahwa mereka yang bertanggung jawab atas genosida dapat dimintai tanggung jawab, sekalipun aksi kejinya dilakukan 26 tahun lalu.

Sementara salah seorang pejabat kantor Kejakaan setempat menyampaikan, Kabuga diperkirakan akan diadili di cabang mekanisme di Arusha di Tanzania.

Kabuga merupakan putra petani. Dia mengembangkan bisnisnya dari menjual rokok dan pakaian bekas di pasar di daerah asalnya di Byumba. Usahanya ?berkembang dan membuka bisnis di ibu Kota Kigali. Pada 1993, dia sudah menjadi bagian dari lingkaran dalam presiden Rwanda, Juvenal Habyarimana, karena putrinya menikahi salah satu putra presiden.

Bersama dengan mantan Menteri Pertahanan Augustin Bizimana dan tokoh militer berpangkat tinggi Protais Mpiranya, keduanya masih buron, Kabuga adalah satu dari tiga tersangka paling signifikan yang masih dicari atas genosida tersebut.

Prancis telah lama dikenal sebagai tempat persembunyian bagi tersangka genosida yang dicari dan penyelidik Perancis saat ini memiliki puluhan kasus yang sedang berlangsung.

Sementara itu, Presiden Rwanda, Paul Kagame, seorang Tutsi, menuduh Prancis telah mendukung pasukan etnis Hutu di belakang sebagian besar pembantaian dan telah membantu beberapa pelaku melarikan diri.

Tahun lalu, Presiden Emmanuel Macron mengumumkan pembentukan komisi para ahli untuk menyelidiki arsip negara Prancis dalam upaya untuk meluruskan catatan sejarah.

289