Tegal, Gatra.com - Relaksasi atau pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dijalankan Pemerintah Kota Tegal, Jawa Tengah dikritik sebagian kalangan. Status daerah zona hijau yang dijadikan alasan kebijakan itu dinilai masih semu.
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Pancasakti Tegal, Hamidah Abdurrachman mengatakan, jika relaksasi PSBB yang dijalankan Pemkot Tegal diartikan sebagai sebuah kebebasan oleh masyarakat, justru akan berbahaya. "Harus ada pengendalian dan pengawasan.
Relaksasi boleh, misalnya hanya membuka beberapa simpul, tetapi harus diimbangi dengan pengawasan dan pengendalian oleh pemerintah melalui Satgas Covid-19, Satpol PP dan lain-lain," kata Hamidah, Jumat (15/4). Status Kota Tegal sebagai zona hijau menyusul sudah tidak adanya kasus postif Covid-19 yang dijadikan alasan untuk melakukan relaksasi PSBB dinilai Hamidah belum kuat.
Sebab, kata Hamidah, Pemkot Tegal belum banyak melakukan tes cepat kepada warganya. Dari total jumlah penduduk sekitar 240 ribu orang, baru 2.000 orang yang sudah dites atau baru satu persen. "Tes massal seharusnya dilakukan untuk membuktikan bahwa status zona hijau ini bukan zona hijau semu," ujar mantan Komisioner Kompolnas ini.
Hamidah mengatakan, kebijakan relaksasi PSBB harus dievaluasi. Salah satunya terkait kepatuhan masyakarat dalam menjalankan protokol kesehatan yang ditetapkan. "Harus ada evaluasi apakah protokol kesehatan ditaati oleh masyarakat dan bagaimana relaksasi ini ditafsirkan oleh masyarakat. Jangan sampai nanti ada gejolak baru saat sedang terlena," tandasnya.
Menurut Hamidah, Indonesia masih mungkin menghadapi gelombang kedua pandemi Covid-19. Sehingga Pemkot Tegal tetap harus mengantisipasi dengan memastikan kesiapan rumah sakit beserta alat kesehatan dan tenaga medisnya. "Misalnya pada gelombang pertama kemarin Kota Tegal itu sudah selesai, meskipun dengan catatan minim yang dites, wali kota jangan lupa persiapkan rumah sakit dan kelengkapannya, serta fasilitas karantina. Kemudian jangan sampai tenaga kesehatan tidak terlindungi," ujarnya.
Menanggapi kririk itu, Wakil Wali Kota Tegal Mohamad Jumadi mengatakan, evaluasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan relaksasi PSBB akan dilakukan setiap hari. "Kami akan evaluasi setiap hari, termasuk pengawasan oleh Satpol PP dengan patroli untuk memastikan protokol kesehatan dijalankan," katanya, Jumat (15/4).
Terkait tes cepat massal, Jumadi mengatakan hal itu sulit dilakukan karena keterbatasan biaya, jumlah alat tes dan reagen. Sehingga menurutnya, tes cepat diprioritaskan bagi tenaga medis dan kontak erat pasien positif Covid-19. "Langkah antisipasi terjadinya outbreak juga sudah kami lakukan dengan mempersiapkan ruang isolasi di rumah sakit dan tempat jika rumah sakit sudah tak mampu menampung jumlah pasien," ujarnya.
Relaksasi PSBB Kota Tegal mulai dijalankan Kamis (15/5) untuk memulihkan kembali perekonomian yang terdampak pandemi Covid-19. Sejumlah ruas jalan yang semula ditutup pembatas beton dibuka kembali dan lampu penerangan yang dipadamkan saat malam hari akan dinyalakan kembali. Selain itu, mal, minimarket, pertokoan, dan tempat makan juga diperbolehkan untuk beroperasi normal kembali namun harus menerapkan protokol kesehatan, seperti jaga jarak, penyediaan tempat cuci tangan, pemakaian masker, dan pemeriksaan suhu tubuh bagi pengunjung.