"Dewan Pengawas diciptakan sebagai lembaga banding, ibaratnya mahkamah agung, yang independen. Kami mengambil keputusan terkait konten yang tampil di Facebook dan Instagram, apakah harus dihapus atau dibiarkan tampil, berdasarkan pertimbangan prinsip-prinsip hak kebebasan berekspresi dan hak azasi manusia". (Endy Bayuni)
Hampir sebagian besar aktivitas masyarakat di seluruh dunia terhubung dengan layanan media sosial. Aktivitas medsos kerap menjadi pilihan untuk berkoneksi dengan banyak orang melalui “jendela tanpa batas”-- menembus dinding negara dan durasi waktu. Beberapa platform beken medsos seperti: Facebook, Instagram dan Twitter kerap menjadi pilihan masyarakat untuk berchating dan berbagi informasi aktual terkait kegiatan, keseharian dan lainnya. Namun di sisi lain, masifnya penggunaan medsos juga mengalami tantangan yakni bersilewerannya berita berkonten negatif dan berita palsu (hoaks), serta materi yang melanggar privacy bahkan hak asasi manusia.
Dewan Pengawas (Oversight Board) merupakan kumpulan keanggotaan independen dari seluruh dunia yang saat ini memiliki otoritas mengawasi konten media sosial khususnya di platform Facebook dan Instagram. Konon keputusan dari anggota Dewan Pengawas bersifat final dan mengikat mengenai konten yang harus dihapus atau diperbolehkan di Facebook dan Instagram didasarkan atas prinsip kebebasan berekspresi dan hak asasi manusia.
Namun tidak banyak yang tahu, Indonesia saat ini memiliki wakil yang dipercaya menjadi Dewan Pengawas yakni Endy Bayuni. Jurnalis senior yang saat ini menjadi anggota Dewan Direksi di Jakarta Post resmi bergabung menjadi Oversight Board pada 6 Mei lalu. Anggota Dewan Pengawas terdiri dari 20 personil dari berbagai negara dan berbicara dalam 29 bahasa. Beberapa nama yang juga terpilih menjadi anggota Dewan Pengawas di antaranya: Afia Asantewaa Asare (Ghana), Evelyn Aswad (Amerika Serikat), Catalina Botero-Marino (Colombia), Katherine Chen (Taiwan), Nighat Dad (Pakistan) dan lainnya. Para anggota umumnya terdiri dari mantan kepala negara, mantan hakim, jurnalis dan mantan jurnalis, mantan pelapor hak asasi manusia, dan pemimpin lainnya dengan latar belakang masyarakat sipil, akademisi, dan layanan publik.
Endy yang juga menjabat Direktur Eksekutif International Association of Religion Journalists (IARJ) itu lolos dalam seleksi pemilihan yang ketat. Pengalamannya yang panjang dalam politik Islam dan lanskap media membantunya menjaring relasi secara luas serta memiliki pemahaman yang baik terhadap media dengan segala aturannya.Untuk memahami lebih jauh, ruang lingkup dan tugas dari Dewan Pengawas, wartawan Gatra Andhika Dinata berkesempatan mewawancarai Endy lewat pesan email pada Kamis, 14 Mei 2020. Berikut petikan wawancara dengan pria peraih beasiswa Nieman Fellowship di University Harvard (2003-2004) itu.
Bisa diceritakan awal mula Anda bergabung mewakili Indonesia sebagai Dewan Pengawas (Oversight Board) ?
Ketika Facebook mengumumkan mulai merekrut anggota Dewan Pengawas Oktober 2019, seorang teman menyarankan saya untuk mengajukan diri. Prosesnya cukup panjang dan ketat, ada beberapa tahap termasuk wawancara, dan per 1 April saya resmi bergabung sebagai anggota Dewan. Facebook memang memilih empat anggota pertama yang menjadi co-chair Dewan. Selanjutnya, ke-empat co-chair ini dibantu dengan tenaga perusahaan head hunter, merekrut ke-16 anggota lainnya. Dari awal ada kesepakatan untuk membentuk Dewan Pengawas yang beragam dari segi negara asal, kepercayaan dan profesi. Di Dewan [Pengawas] ini ada mantan perdana menteri, pemenang Penghargaan Nobel Perdamaian, pejuang hak azasi manusia, pejuang hak digital, ahli hukum dan ahli komunikasi, dan ada tiga jurnalis atau mantan jurnalis. Bagi saya, penugasan ini merupakan amanah untuk melayani kepentingan publik dengan sebaik-baiknya.
Kompetensi apa yang diperlukan untuk menjadi Dewan Pengawas?
Saya tidak terlibat dalam proses rekrutmen, jadi saya tidak bisa menjawab pertanyaan ini. Namun kalau melihat anggota Dewan lainnya, yang mempersatukan kami adalah komitmen dan jejak rekam setiap anggota dalam memperjuangkan hak berekspresi dan hak azasi manusia di dunia di bidangnya masing-masing.
Menurut Anda bagaimana iklim kebebasan berekpresi dan berpendapat di Indonesia saat ini khususnya dalam aktivitas daring atau media sosial?
Berbicara sebagai jurnalis dengan pengalaman 37 tahun, saya melihat banyak kemajuan dalam iklim kebebasan berekspresi paska-Soeharto. Perkembangan teknologi internet, terutama media sosial, memberikan kesempatan kepada semua warga untuk dapat menyampaikan pendapatnya, untuk dapat didengar. Demokrasi di Indonesia semakin lebih baik dengan adanya partisipasi aktif masyarakat yang menyuarakan aspirasinya, dan melalui internet, mereka bisa menyampaikannya langsung, tidak harus melalui perantara. Indonesia patut bangga dengan status negara demokrasi terbesar ke-tiga di dunia. Sejak 1999, kita sudah melaksanakan pemilu yang jujur dan adil lima kali. Peran masyarakat dalam demokrasi tidak terbatas pada menyoblos saat pemilu, tapi juga antara pemilu satu dan berikutnya, mereka ikut melaksanakan fungsi kontrol terhadap pemerintah melalui media sosial. Jadi secara umum, banyak kemajuan yang dicapai di Indonesia yang ditopang oleh kebebasan berekspresi, yang hanya dimungkinkan oleh adanya media sosial. Tentunya tidak bisa dihindari banyak orang yang menyalahgunakan teknologi internet untuk kepentingan mereka atau kepentingan kelompok. Masalah hoaks, penyebaran kebencian, penghasutan untuk berbuat jahat dan kasus lainnya merupakan tantangan bagi perusahaan media sosial untuk berusaha memperbaiki tata-kelola (governance), agar sisi buruk dari media sosial ini bisa diatasi.
Apa yang menjadi latar belakang pembentukan Dewan Pengawas ini?
Dewan ini adalah bagian dari Facebook untuk memperbaiki governance (tata kelola) platform media sosial. Facebook banyak mendapatkan kritikan karena dianggap gagal melakukan moderasi konten. Walaupun sudah banyak usaha untuk menyaring konten yang bermasalah, masih ada saja yang lolos, yang mempunyai implikasi terhadap hak azasi manusia.
Setiap harinya, ada sekitar 1,6 miliar posting di Facebook, sebagian besar tidak bermasalah, tapi selalu ada konten yang luput dari usaha moderasi, termasuk konten yang sifatnya mengumbar kebencian atau menghasut orang untuk berbuat jahat yang membahayakan kehidupan orang lain. Facebook sudah menerapkan beberapa lapis filter, mulai dari penggunaan algoritma dan Artificial Intelligence sampai ada tim Facebook dengan 35,000 pegawai yang tugasnya mengawasi konten dalam semua bahasa utama di dunia, termasuk bahasa Indonesia. Tim memutuskan setiap harinya konten apa yang harus dihapus atau dibiarkan tampil berdasarkan Community Standards Facebook. Sebagian besar keputusan sudah tepat dan diterima pengguna. Namun ada keputusan yang menuai protes dari pengguna, sehingga timbul pertanyaan, tidak adakah lembaga dimana pengguna bisa mengajukan banding terhadap keputusan Facebook?
Dewan Pengawas diciptakan sebagai lembaga banding, ibaratnya mahkamah agung, yang independen. Kami mengambil keputusan terkait konten yang tampil di Facebook dan Instagram, apakah harus dihapus atau dibiarkan tampil, berdasarkan pertimbangan prinsip-prinsip hak kebebasan berekspresi dan hak azasi manusia. Keputusan yang kami ambil sifatnya final dan mengikat, berarti Facebook harus melaksanakannya. Kami bukan pegawai Facebook dan bekerja melayani kepentingan publik, bukan kepentingan Facebook.
Apakah secara fakta atau trend terjadi peningkatan kasus pelanggaran konten khususnya di platform Facebook dan Instagram?
Seharusnya tidak ada peningkatan karena Facebook dan Instagram sudah berusaha sebaik mungkin memfilter konten yang bermasalah dan setiap harinya mengambil keputusan menghapus atau membiarkan posting tertentu berdasarkan Community Standards yang mereka miliki. Namun kalau ada keputusan yang menuai kontroversi atau diprotes pengguna, sekarang mereka bisa mengajukan banding kepada Dewan Pengawas.
Seperti apa cara kerja dan mekanisme pengawasan yang akan dilakukan Dewan Pengawas?
Dewan Pengawas diharapkan mulai menangani kasus bulan Oktober. Minggu lalu (6 Mei) baru sekedar pengumuman nama 20 angggota dewan yang terpilih, dan sekarang kami masih dalam tahap persiapan. Mekanismenya, kami menerima kasus rujukan dari Facebook karena pengguna tidak puas atas keputusannya, dan kami juga akan menerima permohonan banding langsung dari pengguna melalui website kami. Dua prinsip utama yang kami gunakan saat mengambil keputusan adalah hak bebas berekspresi dan hak azasi manusia, dan kami berpegang pada hukum-hukum internasional hak azasi manusia, termasuk Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia 1948 dan Kovenan Internasional mengenai Hak Politik dan Hak Sipil.
Apakah Dewan Pengawas memiliki otoritas untuk mengusulkan penghapusan konten berbau ujaran kebencian (hate speech), berita palsu (hoaks), konten asusila, propaganda, pelanggaran hak cipta dan lainnya yang melanggar hukum?
Kasus yang kami tangani adalah konten yang mempunyai terhadap terhadap hak azasi manusia, terlepas apakah dia hoaks atau tidak. Konten yang mengumbar kebencian atau menghasut orang untuk berbuat jahat punya potensi besar melanggar hak azasi manusia orang. Konten asusila, konten propaganda, pelanggaran hak cipta dan materi lain yang melanggar hukum bukan wilayah kami.
Sebelumnya mekanisme penghapusan konten oleh Facebook didasarkan atas pelaporan atau aduan dari pelanggan layanan, apakah nanti pengguna layanan dari Facebook atau Instagram dapat melakukan pengaduan langsung ke Dewan Pengawas?
Mekanisme pelaporan dan pengaduan yang ada sekarang tetap berjalan dan sudah cukup bagus. Keberadaan Dewan Pengawas memberi kesempatan pengguna mengajukan banding apabila tidak puas dengan keputusan yang diambil Facebook.
Seperti apa hubungan kerja Dewan Pengawas dengan Facebook dan Instagram?
Perusahaan Facebook menitipkan dana sebesar US$130 juta kepada sebuah lembaga kepercayaan (trust fund) yang kemudian menggunakan dana ini untuk mendirikan perusahaan bernama Oversight Board Limited Liability Company di Amerika Serikat. Dana ini diperuntukkan membentuk Dewan Pengawas. Anggota Dewan dikontrak oleh perusahaan ini selama 3 tahun dan bisa diperpanjang sekali untuk tiga tahun.
Dana titipan sudah dikunci dan tidak bisa dibatalkan Facebook. Facebook juga menandatangani piagam yang menjamin independensi Dewan Pengawas dan membuat komitmen untuk melaksanakan semua keputusan Dewan menyangkut konten di Facebook dan Instagram.
Kami percaya Facebook akan menghormati kesepakatan ini. Beberapa anggota Dewan selama ini secara terbuka mengkritik Facebook. Tanpa jaminan independen, kami tidak akan bergabung. Kami bukan pegawai Facebook dan status kami di Dewan Pengawas adalah sebagai kontraktor.
***