Jakarta, Gatra.com - Tim penyidik pidana khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali memeriksa 5 orang pejabat Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea Cukai Batam dalam kasus dugaan korupsi importasi tekstil tahun 2018-2020.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Hari Setiyono, di Jakarta, Rabu (13/5), menyampaikan, tim penyidik kembali memeriksa kelima pejabat tersebut sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi terkait penyalahgunaan kewenangan.
Adapun kelima pejabat yang kembali diperiksa pada hari ini, di antaranya Kepala Seksi Penyidikan KPU Bea Cukai Batam, Christ Hendra Y; Kepala Seksi Intelijen II KPU Bea Cukai Batam, Arif Setiawan; dan Pejabat Pemeriksa Dokumen KPU Bea Cukai Batam, Rizki Juliantara.
Sedangkan dua saksi terakhir, yakni Randuk Marito Siregar selaku Pejabat Pemeriksa Dokumen KPU Bea Cukai Batam dan Anugrah Ramadhan Utama selaku Pejabat Pemeriksa Dokumen KPU Bea Cukai Batam.
"Para saksi tersebut merupakan petugas pelaksana di lapangan sehingga diharapkan pemeriksaan penyidik dapat memperoleh alat bukti berupa keterangan saksi untuk memenuhi unsur tindak pidana yang disangkakan," katanya.
Hari kembali menyampaikan, pemeriksaan para saksi di saat pandemi coronavirus disase (Covid)-19 dilaksanakan dengan memperhatikan protokol kesehatan tentang pencegahan penularan Covid-19.
Kasus ini naik ke penyidikan setelah Direktur Penyidikan pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung RI, pada Senin, 27 April 2020, menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor : Print-22/F.2/Fd,2/04/2020.
Sprindik tersebut diterbitkan untuk melakukan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) penyalahgunaan kewenangan dalam importasi tekstil pada Direktorat Jendral (Ditjen) Bea dan Cukai Tahun 2018-2020.
Menurut Hari, dugaan terjadi tindak pidana korupsi dalam proses import tekstil tersebut berawal pada tanggal 2 Maret 2020, ditemukan 27 kontainer milik PT Flemings Indo Batam (PT FIB) dan PT Peter Garmindo Prima (PT PGP) oleh Bidang Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok.
"Didapati ketidaksesuaian mengenai jumlah dan jenis barang antara dokumen PPFTZ-01 Keluar dengan isi muatan hasil pemeriksaan fisik barang oleh Bidang Penindakan dan Penyidikan KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok," katanya.
Setelah dihitung, lanjut Hari, terdapat kelebihan fisik barang, masing-masing untuk PT PGP sebanyak 5.075 roll dan PT FIB sebanyak 3.075 roll. Selain itu, didalam dokumen pengiriman disebutkan kain tersebut berasal dari Shanti Park, Myra Road, India dan kapal pengangkut berangkat dari Pelabuhan Nhava Sheva di Timur Mumbai, India.
"Namun faktanya, kapal pengangkut tersebut tidak pernah singgah di India dan kain-kain tersebut ternyata berasal dari Cina," ungkapnya.
Fakta yang sebenarnya, kontainer berisi kain brokat, sutra, dan satin tersebut berangkat dari Pelabuhan Hongkong, singgah di Malaysia dan berakhir di Batam. Setelah kapal tiba di Batam, kontainer berisi tekstil milik importir PT FIB dan PT PGP tersebut kemudian dibongkar.
Kemudian, isi muatannya dipindahkan ke kontainer yang berbeda di Tempat Penimbunan Sementara (TPS) di Kawasan Pabean Batu Ampar tanpa pengawasan oleh Bidang P2 dan Bidang Kepabeanan dan Cukai KPU Batam.
Selanjutnya, setelah seluruh muatan dipindahkan ke kontainer yang berbeda, kemudian kontainer asal tersebut diisi dengan kain lain yang berbeda dengan muatan awalnya, yaitu diisi dengan kain polister yang harganya lebih murah dan kemudian diangkut menggunakan kapal lain menuju Pelabuhan Tanjung Priok.
"Sesampainya di Pelabuhan Tanjung Priok, kontainer tersebut rencananya akan dikirim ke alamat tujuan yaitu Kompleks Pergudangan Green Sedayu Bizpark, Cakung Jakarta Timur," ungkap Hari.