Jakarta, Gatra.com - Peneliti Akuntansi Forensik LPPM Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta, Bambang Arianto, menilai pandemi Covid-19 telah membuat banyak pelaku usaha Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) terdampak. Bahkan, dampak Covid-19, UMKM dapat merugi atau gulung tikar karena tidak bisa membuka kegiatan usaha setelah adanya aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Bambang meminta pemerintah untuk segera meluncurkan insentif peredam efek Corona untuk menyelamatkan nasib para pelaku usaha UMKM. Selain itu, meminta agar pemerintah dan DPR dapat mempercepat pembahasan Rancangan Undang-undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker).
“Salah satu tujuan dari RUU Cipta Kerja adalah untuk menyelamatkan UMKM di Indonesia. Nah, apabila terus molor pembahasanya maka akan berdampak buruk pada UMKM," kata Bambang Arianto dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (13/5).
Bambang Arianto, mengatakan, pembahasan UMKM harus benar-benar diprioritaskan dalam RUU Cipta Kerja. Mengingat sektor ini paling banyak menyerap tenaga kerja bila dibandingkan dengan usaha besar lainnya. Apalagi, tujuan utama dari RUU Cipta Kerja adalah menciptakan lapangan kerja bagi rakyat Indonesia.
Terlebih di tengah pandemi global saat ini, pembahasan RUU Cipta Kerja klaster UMKM tidak perlu ditunda-tunda lagi. Pemerintah dan pihak legislatif harus mendengarkan nasib UMKM. Sebab, UMKM berbeda dengan rekan buruh. Para pelaku usaha UMKM tidak memiliki serikat untuk menyalurkan aspirasinya.
Bambang menyebut, ada beberapa hal yang melatarbelakangi penilaian RUU Cipta Kerja sebagai upaya penyelamat UMKM di tengah pandemi sekarang. Pertama, RUU Cipta Kerja menyediakan kemudahan perizinan bagi UMKM.
“Hal itu berbeda jika ingin mengurus izin saja minta ampun susah dan lamanya. Karena prinsip UMKM itu kan biasanya jalan dulu baru kemudian mengurus perizinan. Akibat dari perizinan yang tumpang tindih, seringkali membuat ruang gerak UMKM sulit bergerak," tuturnya.
Kedua, masalah permodalan ini yang penting. Banyak UMKM sulit mendapatkan permodalan, apalagi mereka yang tidak memiliki agunan. Padahal, kenyataannya, selama ini proses pengajuan pembiayaan rata-rata masih harus memiliki agunan.
Bahkan, lanjut peneliti Akuntansi Forensik, ini masih banyak ditemukan Perda yang belum memiliki kelonggaran terhadap pemberian permodalan bagi UMKM. Apabila gejala seperti ini terus dibiarkan UMKM akan sulit untuk berkembang.
"RUU Cipta Kerja diharapkan menjadi solusi terbaik. Apalagi akan memangkas beberapa pasal karet yang selama ini menjadi parasit bagi UMKM. Jadi saya berharap RUU Cipta Kerja dapat menyelamatkan UMKM ke depan bahkan UMKM segera naik kelas," katanya.