Jakarta, Gatra.com – Pemerintah mengungkapkan rencana untuk memberikan pelonggaran atau relaksasi kepada warga usia di bawah 45 tahun kembali beraktivitas dan bekerja di tengah pandemi corona. Pertimbangannya karena mereka yang berusia di bawah 45 tahun adalah pekerja produktif dan menjadi tumpuan perekonomian keluarga.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto menyebutkan usia di bawah 45 tahun merupakan kelompok atau generasi yang sangat produktif serta memiliki imunitas tinggi menangkal virus corona.
“Di samping memiliki imunitas tinggi untuk bisa bertahan terhadap penyakit ini, juga menjadi tumpuan, harapan dari keluarga. Oleh karena itu, secara selektif dalam rangka PSBB kita tidak akan mengekang sepenuhnya, tetapi bukan berarti membebaskan,” ujar Yurianto dalam jumpa pers live streaming di Gedung Graha BNPB, Jakarta (12/5).
Di sisi lain, usulan tersebut juga mendapatkan kritik dari banyak pihak. Wakil Ketua Fraksi PKS, Sukamta menyatakan rencana pemerintah memberikan kelonggaran aktivitas selama darurat corona bagi warga berusia di bawah 45 tahun harus dikaji secara cermat agar tidak berisiko membahayakan keselamatan rakyat.
Menurut legislator Komisi I DPR itu, bila pemerintah mendasarkan data pada yang disampaikan Jubir Gugus Tugas, kasus meninggal akibat positif Covid-19 justru paling banyak pada kelompok usia 30-59 tahun. Ia mempertanyakan alasan bila pemerintah mengklaim warga usia di bawah 45 tahun rendah risiko terhadap virus corona.
“Hal ini berarti di Indonesia usia di bawah 45 tahun termasuk rawan. Tapi bisa saja pemerintah punya data-data yang menunjukkan usia 45 tahun ke bawah aman untuk beraktivitas lagi, hanya data-data tersebut masih disimpan dan tidak dipublikasikan,” kata Sukamta dalam keterangan kepada Gatra.com, Rabu (13/5).
Sukamta menjelaskan kriteria keberhasilan PSBB harus diungkap secara jelas dan terukur. Sehingga alasan relaksasi dapat dijelaskan secara terang, logis, dan ilmiah kepada masyarakat. “Setiap hari angka positif Covid-19 masih fluktuatif, bahkan pada Sabtu lalu (9/5) ada penambahan 533 kasus yang merupakan rekor sejauh ini. Sementara beberapa kali disampaikan oleh Jubir ada kendala di sejumlah laboratorium karena kehabisan reagen untuk melakukan tes swab. Jangan-jangan update angka Covid-19 yang naik turun selama ini karena persoalan keterbatasan jumlah tes yang bisa dilakukan,” ujarnya.
Wakil rakyat asal Dapil Yogyakarta itu juga mengingatkan agar pemerintah tidak menyampaikan pernyataan yang kembali meragukan banyak pihak. Dirinya mencontohkan bagaimana pernyataan pemerintah simpang siur terhadap kebijakan PSBB dengan pelonggaran operasional moda transportasi oleh Kemenhub. Selanjutnya muncul pernyataan Menko Polhukam, Mahfud MD terkait wacana kelonggaran PSBB, yang didetilkan oleh Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 menjadi rencana pelonggaran bagi warga usia di bawah 45 tahun.
“Presiden berstatemen pelonggaran PSBB agar dilakukan secara hati-hati dan tidak tergesa-gesa. Betapa hal ini semakin membingungkan, tidak jelas siapa yang jadi komando tertinggi dalam situasi krisis seperti ini. Ini semakin memperkuat dugaan pemerintah hingga hari ini tidak punya konsep untuk tangani Covid-19, tidak punya kriteria terhadap situasi yang dihadapi, tidak punya tolak ukur untuk mengevaluasi kebijakan yang sudah dilakukan,” katanya.
Menurutnya tidak tepat jika alasan pelonggaran karena didasarkan pertimbangan ekonomi. Kalkulasi secara cermat juga harus melihat sisi kesehatan dan sosial. Jangan sampai kebijakan yang diambil menjadi bumerang karena ada potensi terjadi lonjakan angka positif Covid-19 di masa setelahnya.
“Kita lihat perjalanan pemerintah tangani Covid-19 selama lebih dari 2 bulan ini belum menunjukkan kemajuan, kondisi sosial-ekonomi masyarakat sudah banyak yang terpukul. Kalau kemudian pemerintah serampangan ambil kebijakan melonggarkan PSBB kemudian terjadi ledakan kasus positif Covid-19, apakah jumlah sarpras rumah sakit sudah siap? APD saja sampai saat ini masih kesulitan. Dan biaya menangani ledakan orang sakit akan jauh lebih besar dibanding upaya pencegahan,” ujarnya.
Dirinya lebih setuju jika pemerintah berdisiplin mengetatkan kebijakan PSBB sementara waktu guna menghindari penanganan Covid-19 yang berlarut-larut atau tidak maksimal. “Penanganan Covid-19 yang berlarut-larut imbasnya juga akan memperburuk kondisi ekonomi, sektor pariwisata dipastkan akan tetap mandek, pendidikan tidak kunjung berjalan normal. Kerugian secara sosial ekonomi akan melonjak, sangat berat konsekuensinya,” pungkasnya.