Surabaya, Gatra.com - Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur membantah dominasi pasien dari daerah tertentu di Surabaya. Tim Gugus menyatakan bahwa 95 persen jumlah pasien di RSU dr. Soetomo ber-KTP Surabaya.
Ketua Tim Kuratif Gugus Tugas Covid-19 Jawa Timur Joni Wahyuhadi yang menyampaikan hal itu saat memberikan keterangan pers di Gedung Negara Grahadi. Hal itu, berkaitan dengan sumpah profesi yang tidak memandang latar belakang dan asal usul pasien. "Merawat pasien itu tidak boleh dibedakan berdasarkan ras, suku, agama. Itu etika di dunia kedokteran," kata Joni di Gedung Garahadi, Senin (11/5)/
Joni menjelaskan, bukan karena dokter mengkhususkan semua rumah sakit di Surabaya hanya untuk warga kota pahlawan. Tetapi, mayoritas warga luar Surabaya yang terpapar Covid-19 juga berobat di rumah sakit rujukan terdekat.
Joni berpendapat, sudah banyak rumah sakit di luar Surabaya yang sudah mumpuni dalam penanganan pasien Covid-19. Menurutnya, penanganan pasien Covid-19 hanya memerlukan dokter spesialis Paru, dokter bius atau anastesi, dokter intensivist, dan dokter penyakit dalam.
Soal ruangan pun, Joni mengatakan bahwa sebuah rumah sakit yang menangani pasien Covid-19, hanya butuh ruang isolasi. Kalaupun tidak ada ruang Intensive Care Unit (ICU), juga tidak masalah, katanya. "Jadi (Covid-19) ini bukan semacam penyakit tumor otak yang harus ke Surabaya. Jadi, Covid-19 ini adalah penyakit yang bisa ditangani oleh dokter paru-paru, dokter penyakit dalam," jelas Joni.
Karenanya, Joni memastikan bahwa 99 rumah sakit rujukan Covid-19 yang tersebar di Jawa Timur, sudah siap menangani pasien. Sejumlah rumah sakit bahkan sudah mampu mengembangkan lebih banyak ruang isolasi.
Dia mencontohkan sejumlah rumah sakit di Sidoarjo yang saat ini sedang merawat 125 pasien Covid-19 dan mengembangkan 60 ruang isolasi. Meski demikian, Joni berharap ada update data tentang jumlah pasien berdasarkan domisilinya, dari semua rumah sakit se-Surabaya. "Jadi tidak pernah saya merujuk (pasien Covid-19, harus ke Surabaya). Karena ada dokter spesialis Paru-paru, ada dokter anastesi. Jadi kalau ada niat, bisa. Perlu dicatat," terangnya.
Senada, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak mengatakan, pasien Covid-19 yang dirawat jelas berdasarkan domisilinya. Hal itu, lanjut Emil, sudah berdasarkan data yang tercatat. "Jadi bukan pasien dari kota lain, lalu di rawat di kota tertentu, kemudian dianggap pasien dari kota tempat dia dirawat, bukan begitu," tegas Emil.
Karenanya, Emil menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah memperkuat kapasitas penangana pasien Covid-19 di semua rumah sakit rujukan. Antara lain, penyaluran bantuan alat perlindungan diri (APD) dan sejumlah alat kesehatan berupa ventilator.