Tapanuli Tengah,Gatra.com - Hasurungan Pasaribu, Ayah kandung almarhum Efendi Pasaribu (21) Anak Buah Kapal (ABK) Long Xing 629 milik perusahaan perikanan China, mengharapkan kematian anaknya Efendi, dan kawan-kawannya diusut tuntas.
Permintaan itu disampaikan Hasurungan usai pengebumian jenazah ABK Efendi di Tempat Pemakaman Umum (TPU) di Desa Pahieme II, Kecamatan Sorkam Barat, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Sumatera Utara (Sumut), Senin (11/5) sekira pukul 10.00 WIB. Jenajah ABK Efendi sendiri tiba di desa itu dari Jakarta, pada hari itu juga, Senin (11/5) dini hari sekira pukul 03.00 WIB.
"Saya harap apa yang terjadi pada anak saya dan teman-temannya diusut tuntas. Dia (Efendi) sudah satu tahun dua bulan bekerja sebagai ABK, terakhir dia (Efendi) memberi kabar pada 26 April 2020 lalu. Sementara kabar bahwa dia (Efendi) meninggal saya dapatkan dari Jakarta," kata Hasurungan kepada wartawan, Senin (11/5).
ABK Efendi diketahui meninggal dunia ketika kapal berlabuh di Busan, Korea. ABK Efendi sebetulnya sudah merasakan ciri-ciri penyakit yang sama dengan tiga ABK WNI yang meninggal dan jasadnya dilarung di tengah laut sebelumnya sejak Februari 2020 atau dua bulan sebelum kapal mereka berlabuh di Busan, Korea Selatan (Korsel). Namun, Otoritas Imigrasi Korsel mengharuskan ABK tetap berada di atas kapal selama 10 hari sebagai bagian dari Protokol Covid-19.
Para ABK baru diizinkan turun kapal pada 24 April, kemudian mereka menjalani karantina Covid-19 selama 14 hari di Hotel Ramada. Karantina itu difasilitasi oleh agen awak kapal Fisco Marine Corporation Busan.
Di saat itulah, penyakit ABK Efendi baru diketahui. Tepatnya pada 26 April malam, ABK Efendi dibawa ke Unit Gawat Darurat (IGD) Busan Medical Centre karena kondisinya yang semakin kritis. ABK Efendi akhirnya meninggal dunia pada 27 April 2020 pagi waktu Busan.
Sang Ibu, Kelentina Silaban, menuturkan, dia sempat berkomunikasi lewat video call. Hal itu terjadi setelah lima hari almarhum Efendi mendarat.
"Ketika itu saya melihat mukanya membengkak lalu saya tanyakan kenapa. Dia (Efendi) menjawab bahwa itu lah sakitnya. Dia (Efendi) bahkan meminta saya untuk tidak menangis. Saya pun menjawab Iya bahwa saya tidak akan menangis," bebernya.
Berselang dua hari, ungkap Kelentina, anaknya tersebut kembali menghubunginya lewat video call. Melalui paggilan itu Effedi mengatakan hendak mengurus surat-surat di kantornya biar bisa pulang ke Indonesia.
"Saya lalu mengiyakannya dan menyampaikan kepadanya juga biar dia (Efendi) bisa berobat di kampung. Tapi itulah hari terakhir berkomunikasi dengannya karena besoknya (Senin), ketika saya hubungi, sudah tidak ada lagi jawaban. Kemudian manajernya menghubungi kami dan menyatakan bahwa dia telah meninggal dunia," imbuhnya.
Efendi kata dia, bekerja di kapal tersebut melalui agen dan sudah berlayar selama 13 bulan lamanya.
"Sebelum bekerja, dia terlebih dahulu menjalani pendidikan di Jakarta lebih kurang empat bulan," ceritanya.
Sementara itu, Tulus Pasaribu, abang kandung almarhum ABK Efendi, menceritakan Efendi adalah tipe orang yang tidak banyak bicara, tapi selalu berfikir dan bertindak dewasa.
"Adapun percakapan kami terakhir pada 26 April 2020 lalu. Saat itu dia (Efendi) mengaku mengalami sesak napas. Dan esok harinya, dia (Efendi) dikabarkan sudah pergi," tutur Tulus.
Sama seperti Ibunya Kelentina Silaban, Tulus juga mengaku melihat kondisi wajah adiknya almarhum Efendi membengkak ketika mereka berkomunikasi lewat video call. Bahkan almarhum adiknya Efendi juga sempat menceritakan mengenai beberapa orang temannya yang sakit pada Desember 2019.
"Bahkan disampaikan pada bulan satu dan tiga, tiga orang dibuang (Dilarung) ke laut. Sementara dia (Efendi) saat itu juga sudah sakit dan mendarat pun dari kapal lain," pungkasnya.