Jakarta, Gatra.com - Human Rights Working Group (HRWG) bersama Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan Jaringan Buruh Migran (JBM) baru saja merilis hasil survei terkait Pekerja Migran Indonesia (PMI) di tengah gempuran pandemi Covid-19. PMI terdampak karena peraturan di negara-negara tempat para pekerja migran bekerja lebih mengutamakan warga negaranya.
Di sisi lain, situasi semakin rentan terhadap para pekerja migran asal Indonesia yang bekerja tanpa dokumen, atau ilegal. Wakil Direktur HRWG Daniel Awigra menjelaskan bahwa survei yang dilakukan selama 10 hari ini melibatkan 149 koresponden dari berbagai negara.
"Paling banyak Singapura 42 persen. Lalu Hong Kong, Arab Saudi, Taiwan, Malaysia, Korsel Selatan, Yunani, Uni Emirat Arab, Jepang, dan Brunei Darussalam," ujar Daniel pada telekonferensi pers Minggu (10/5).
Survei menitikberatkan pada beberapa aspek. Misalnya, bagaimana perlindungan para pekerja; apakah terdapat diskriminasi terkait kebijakan, bagaimana para pekerja dapat mengakses layanan kesehatan, dan bagaimana dengan pembayaran upah mereka.
Berdasarkan hasil survei, banyak PMI yang tidak mendapat gaji di negara-negara yang mempekerjakan PMI sebagai buruh pabrik dan konstruksi seperti Malaysia dan Arab Saudi. Di Arab Saudi, misalnya, lebih dari 54% responden tidak lagi digaji. Mereka kesulitan menghidupi diri sendiri apalagi mengirimkan uang ke keluarga di Indonesia. "Tapi pekerja negara lain sudah dibayar. Ada diskriminasi pekerja di sana," ucap Daniel.
Sebagian dari mereka, sebanyak 34%, juga urung memeriksakan kondisi di fasilitas kesehatan karena khawatir ditangkap oleh otoritas setempat akibat urusan status imigrasi yang belum beres. Besar kemungkinan, mereka tidak memiliki visa kerja atau tidak berdokumen.
Sementara itu, mayoritas PMI di sektor rumah tangga terutama di Singapura dan Hongkong, sebanyak 95%, masih tetap bekerja dan mendapatkan gaji bulanan; namun mereka menghadapi berbagai persoalan, seperti beban kerja berganda, pembatasan mobilitas, perampasan hak libur, depresi, dan tidak adanya upah lembur.
"Gaji dibayar, tapi mereka mendapat kerja tambahan pada Sabtu-Minggu. Jadi, kerja lebih banyak dari biasanya," Daniel menambahkan.
PRT migran Indonesia mengalami kesulitan akses terhadap sarana kesehatan, umumnya karena tidak diizinkan oleh si pemberi kerja. Mereka berharap dapat mengakses hak atas informasi, jaminan sosial (BPJS), dukungan prasarana medis, dan obat-obatan utamanya di tengah wabah ini. Sebagian dari mereka juga berharap dapat dipulangkan. Jika situasi tidak membaik, sebagian dari mereka akan mengalami pemutusan hubungan kerja, kehabisan masa kontrak dan kemungkinan menjadi PMI tak berdokumen.
Di sektor konstruksi, sebagian responden mengatakan bahwa mereka sudah tidak digaji, dan sebagian lain mengaku gaji mereka ditangguhkan. Di sektor manufaktur terutama di Taiwan dan Korea Selatan, sebagian besar PMI tidak diizinkan keluar rumah atau asrama sehingga mereka mulai menghadapi gangguan psikologis.
Di sisi lain, bantuan dari negara penempatan maupun perwakilan Indonesia masih sangat minim. Sehingga banyak PMI yang belum terjangkau akses bantuan sama sekali. Karena itu, HRWG, SBMI, dan JBM mendorong agar pemerintah Indonesia agar melakukan misi diplomatik dan konsulat terhadap negara-negara yang menaungi para PMI.
Misi tersebut mendorong agar bantuan pokok untuk menjamin hak hidup PMI; pemberian informasi kepada PMI terkait Covid-19; melindungi hak-hak PMI untuk berkomunikasi dengan keluarga; mendorong agar negara tujuan tidak melakukan perlakuan diskriminatif kepada PMI, tidak pula mempersoalkan status dokumen, dan memprioritaskan aspek kesehatan, informasi, dan rasa aman. Selain itu, BPJS juga diharapkan dapat memberikan hak atas jaminan sosial kepada pekerja migran Indonesia dan keluarga mereka.
Juga mendorong agar pemerintah Indonesia melanjutkan program repatriasi PMI tak berdokumen dari Arab Saudi dan Malaysia, karena mereka merupakan kelompok migran yang paling terdampak, melakukan pendataan yang akurat dan melakukan kerjasama bilateral antara Indonesia dan negara tujuan untuk menjamin
perlindungan bagi PMI.
Ketiga lembaga juga mendorong agar aturan turunan dari Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) segera disahkan dengan memperhatikan kondisi-kondisi luar biasa seperti Covid-19, sehingga di masa mendatang pemerintah Indonesia dapat lebih sigap dan siap melindungi PMI.