Jambi,Gatra.com- Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang penundaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak. Terbitnya Perppu ini menggeser tahapan pemungutan suara yang tadinya digelar pada September menjadi Desember 2020 akibat pandemi Covid-19.
Komunitas Peduli Pemilu dan Demokrasi (KOPIPEDE) Provinsi Jambi mengapresiasi langkah pemerintah. Hal ini karena Perppu ini sangat ditunggu penyelenggara dan peserta, khususnya untuk memastikan secara hukum seputar pelaksanaan Pilkada.
"Saya mengapresiasi langkah pemerintah karena memang Perppu ini sangat ditunggu penyelenggara dan peserta. Untuk memberikan kepastian hukum kapan Pilkada dilaksanakan ditengah kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat akibat covid-19," kata Ketua KOPIPEDE Provinsi Jambi Mochammad Farisi kepada Gatra.com, Sabtu (9/5).
Akademisi Universitas Jambi ini menjelaskan, setelah dipelajari dengan seksama, Perppu ini hanya memberikan kepastian hukum tentang penundaan pilkada. Namun tidak memberikan kepastian kapan pilkada lanjutan dilaksanakan. Artinya memberikan kepastian yang belum pasti.
"Ada tiga poin utama yang diatur Perppu ini, yaitu, pasal 120 dalam hal terjadi bencana non alam (covid-19) dan tahapan tidak dapat dilaksanakan maka dilakukan pemilihan lanjutan, dimulai dari tahapan yang terhenti," ujarnya.
Dilanjutkannya, di pasal 122A KPU punya kewenangan untuk menentukan kapan pelaksaan pilkada lanjutan dengan persetujuan bersama Pemerintah dan DPR. Ketentuan tata cara dan pemilihan lanjutan diatur dalam PKPU Pasal 201A. Kebijakan ini menunda pilkada menjadi bulan Desember. Apabila kondisi masih darurat bencana nonalam dan tidak dapat dilaksanakan, maka ditunda dan dijadwalkan kembali setelah bencana nonalam berakhir. Tidak ada norma lain di luar ketiga poin diatas, maka segala aturan pilkada yang lain masih mengacu pada aturan di UU Nomor 10 Tahun 2016.
"Pasal 122A tersebut memberikan keluwesan bagi KPU bisa menentukan kapan pilkada lanjutan dimulai melalui PKPU, tidak perlu merubah UU atau menerbitkan Perppu kembali. Namun dengan adanya klausula persetujuan DPR maka tarik menarik kepentingan politik juga tidak dapat dielakkan untuk menentukan pilkada lanjutan," katanya.
Menurut Farisi, terkait pelaksanaan pilkada lanjutan yang diputuskan desember, sangat tergantung keputusan BNPB tentang masa darurat bencana yang berakhir 29 Mei nanti, apakah dicabut atau justru diperpanjang. Apabila pilkada tetap dilaksanakan desember maka tahapannya harus sudah dimulai bulan Juni.
"Faktanya sampai hari ini grafik/kurva penyebaran positif covid-19 bukannya menurun tapi masih tetap merangkak naik, pun juga di Provinsi Jambi masih terus meningkat, menurut diskusi KOPIPEDE dengan ahli epidemiologi dan Balitbangda kusus dijambi bila tanpa PSBB, grafik mulai menurun kemungkinan bulan agustus. Menurun bukan berarti berakhir, artinya masih ada bayang-bayang virus menghantui kehidupan normal masyarakat," ujarnya.
Berdasarkan fakta, data, dan intervensi yang dilakukan pemerintah, Farisi menampik Pilkada akan dilakukan pada Juni. Ada beberapa alasan yang mendasari di antaranya, pertama, psikologi masyarakat belum benar-benar tenang karena masih cemas tertular. Masyarakat masih belum fokus memikirkan Pilkada karena lebih mementingkan recovery kebutuhan ekonomi.
Kedua, KPU pasti segera merevisi tahapan, program, dan jadwal dengan memenuhi protokol kesehatan pilkada di masa darurat bencana. Padahal belum dianggarkan sebelumnya, apabila meminta tambahan anggaran, APBD maupun APBN sedang tidak sehat, bahkan anggaran OPD yang terkait pilkada juga di-refocusing. Ketiga, Ketua KOPIPEDE Provinsi Jambi ini mempertanyakan kondisi mental penyelenggara di lapangan seperti PPK, PPS, dan PPDP terdampak Covid-19. Oleh karena itu, dikhawatirkan tidak ada pengganti penyelenggara tingkat PPS yang terpapar Covid-19.
Keempat, seputar bimtek dan rakor tentunya melibatkan banyak orang. Hal ini rawan terjadinya penyebaran wabah. Apabila menerapkan rapat daring, tidak semua daerah memiliki jaringan bagus. Kelima, dana bansos juga rawan diselewengkan oleh kepala daerah yang hendak maju kembali. Sedangkan pengawasan sedikit kendor karena social distancing dan masyarakat dibatasi aktivitas diluar rumah.
"Yang kita bicarakan diatas diatas baru mengenai prosedur, belum lagi persoalan yang lebih esensial yaitu subtansi pilkada. Di masa normal saja masih banyak masyarakat yang belum teredukasi dengan baik tentang hakikat pilkada. Masyarakat masih banyak yang belum tau makna pemimpin tapi disuruh memilih pemimpin, apalagi dalam kondisi wabah. Artinya harapan dari klausula menimbang poin B di Perppu Nomor 2 Tahun 2020 bahwa penundaan harus tetap berlangsung secara demokratis dan berkualitas tidak akan terwujud," tuturnya.
Farisi menambahkan, melihat kondisi hari ini, ia memprediksi masa tanggap darurat masih akan diperpanjang, sehingga tahapan pilkada kemungkinan tidak bisa dimulai bulan Juni dan dan pelaksanaan di bulan Desember.
"Saat ini KPU sudah punya landasan hukum saat ini, maka segera susun skenario tahapan, program dan jadwal baru yang aplikatif dan adaptif dengan opsi penundaan desember, maret atau September 2021. [Selain itu] merivisi anggaran untuk memasukkan protokol kesehatan covid-19 disetiap tahapan. Pilkada penting, namun nyawa penyelenggara jauh lebih penting," ucapnya.