Surabaya, Gatra.com - Pakar Kesehatan meminta Pemerintah Provinsi Jawa Timur memperpanjang masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hal itu dilakukan menyusul masih tingginya angka penularan Covid-19.
Tim Surveillance COVID-19 Universitas Airlangga, Windhu Purnomo mengatakan, masa PSBB di Surabaya sebaiknya ditambah 14 hari lagi. Penambahan tersebut tidak berdasarkan posisi atau kurva angka penularan. "Jadi alasannya adalah apapun kurva kasus baru per harinya, baik atau tidak, hendaknya PSBB dilengkapi sampai 28 hari. Jadi diperpanjang 14 hari kemudian," kata Windhu saat memberikan penjelasan di Gedung Grahadi Surabaya, Jumat (8/5).
Windhu menjelaskan, sebenarnya bukan berapa jumlah penularan Covid-19 per hari yang menjadi masalah. Sebab, yang perlu diwaspadai adalah masa infeksius atau penularan virus tersebut. Windhu menjelaskan, 30 persen dari sebuah populasi orang, mengidap Covid-19 tanpa gejala. Istilahnya, orang tanpa gejala (OTG). Masa infeksius pada OTG, berselang selama 14 hari.
Sementara itu, 55 persen penderita Covid-19 mengalami gejala ringan, dengan masa infeksius selama 21 hari. Sedangkan 15 persen penderita Covid-19 dengan gejala berat, hingga dalam kondisi kritis, dapat menularkan Covid-19 selama 25 hari. "Artinya masa infeksius itu panjang. Tidak hanya 14 hari. jadi kalau PSBB itu hanya 14 hari kemudian berhenti, apa yang terjadi? Maka masih dapat menulari," jelas Windhu.
Terkait kurva angka penularan Covid-19, bukan berarti tidak penting. Menurut Windhu, kurva angka penularan dapat dijadikan milestone atau patokan evaluasi terhadap pandemi yang sedang berlangsung. Karenanya, meski kurva penularan Covid-19 menunjukkan stagnansi atau penurunan sekalipun, tetap harus ada masa perpanjangan PSBB. Jika tidak, lanjut Windhu, akan ada gelombang penularan kedua. "Meski (kurva oenularan Covid-19) sudah landai, kalau PSBB diputus setelah 14 hari, yang terjadi adalah gelombang penularan kedua. Itu yang kita takutkan," tuturnya.