Semarang, Gatra.com - Perkumpulan Anti Korupsi Indonesia (Aksi) meminta pimpinan DPR RI untuk menolak pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 menjadi undang-undang.
Menurut Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perkumpulan Aksi, Iskandar, Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penangangan Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) rawan terjadi korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
“Untuk itu kami meminta pimpinan DPR RI agar menolak Perppu Nomor 1 Tahun 2020 dan tidak mengesahkannya menjadi undang-undang,” katanya melalui pesan Whatsapp, Jumat (8/5).
Lebih lanjut Iskandar, menyatakan pada 4 Mei 2020 Badan Anggaran DPR RI telah memutuskan untuk menerima dan akan mengusulkan pengesahan Perppu No 1 Tahun 2020 menjadi undang-undang (UU).
Padahal, lanjutnya Perppu yang disulkan pemerintah tersebut mendapatkan kritik keras dari masyarakat secara luas dan menolaknya.
“Muatan materi Perppu Nomor 1 Tahun 2020 berpotensi menimbulkan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan,” ujar Iskandar.
Perppu yang terdiri dari 29 Pasal, 4 Bab, dan 11 bagian itu, lanjutnya, 100% hanya mengatur tentang penanganan dampak pandemi terhadap ekonomi Negara sehingga potensial dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok tertentu saja tanpa bisa dimintai pertanggungjawaban.
“Ini khan bahaya, karena dana penanganan pandemi Covid-19 cukup besar, mencapai triliunan rupiah,” tegasnya.
Di sampaing rawan korupsi, menurut Iskandar, ada tiga alasan bagi DPR untuk menolak Perppu Nomor 1 Tahun 2020 menjadi UU.
Pertama yakni kriteria ihwal kegentingan yang memaksa sebagai dasar penerbitan Perppu harus diuji oleh DPR, apakah kegentingan yang memaksa itu benar terjadi? Termasuk, apakah objek materi yang diatur menjadi faktor utama kemunculan kegentingan yang memaksa itu?
Alasan kedua, pengabaian fungsi penganggaran dan pengawasan DPR.
Serta ketiga, pembuatan hukum baru secara simplistik karena Perppu Nomor 1 Tahun 2020 telah melakukan pembentukan/pembuatan hukum baru, tanpa melibatkan para ahli hukum dan DPR.
“Kami menilai pembuatan hukum baru Perppu ini di luar pakem, sistem hukum Indonesia dan menimbulkan kebingungan regulasi,” ujar Iskandar.