Konspirasi Elite Global Di Balik Covid-19?
Oleh: Wibisono*
Membahas asal muasal ini tentu “ngeri-ngeri sedap” karena belum ada bukti yang valid, bentuknya hanya proxy war, maka para intelijen di dunia pun saling tuduh. Ada yang menuduh pihak China karena kebocoran laboratorium, ada yang menuduh pihak Amerika yang menyebarkan virus karena motif perang dagang.
Wabah virus corona selalu tidak sepi dari pemberitaan. Selain berita yang bersifat faktual bermunculan juga analisis-analisis yang kentara dengan teori konspirasi. Salah satu yang paling ramai yakni pandemi virus corona tidak lepas dari “tangan” elite global dalam menata ulang perekonomian dunia. Lantas bila benar, siapa pelakunya dan bagaimana modus penyebaran hingga solusinya?. Penulis dalam kesempatan ini akan menyampaikan analisis yang dirangkum dari beberapa referensi.
Kalau kita mempelajari sejarah, virus corona bukan wabah baru. Virus ini berkembang menjadi berbagai macam jenis virus akibat modifikasi genetik. Virus SARS yang pertama kali teridentifikasi di Guangzhou, China pada 2002 adalah jenis virus corona. Kemudian muncul varian virus baru di wuhan yang dikenal sebagai Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).
Penyebaran pandemi virus ini sangat pesat dan lebih dahsyat dari penyebaran virus corona lainnya seperti SARS dan MERS. Dalam kurun waktu dua bulan COVID-19 sudah menyebabkan kematian lebih dari 5 ribu orang didunia.
Dari persentase rata-rata tingkat kematian sebenarnya COVID-19 paling kecil tingkat kematiannya karena hanya 3,4% . Sedangkan virus corona SARS lebih tinggi tingkat kematiannya 9,6% dan yang paling bahaya adalah virus MERS yang tingkat kematiannya mencapai 34,3%.
Tingkat penyebaran pandemi COVID-19 ini begitu ekstrim tidak seperti virus pada umumnya, padahal jutaan virus telah ada sejak dahulu. Sedangkan manusia telah jutaan tahun selalu berdampingan dengan sejumlah jenis virus, kenapa tiba tiba muncul virus baru yang berkembang begitu cepat dan dahsyat?.
Bila dilihat ke belakang, pandemi atau wabah penyakit yang melanda seluruh dunia sudah pernah terjadi pada Perang Dunia I pada 1918. Virus flu diyakini sebagai produk senjata biologis yang “dilepaskan”, nyaris belum ada obatnya. Korban kematian akibat flu pada 1918 berjumlah 50 juta orang di seluruh dunia.
Pemerintah Amerika juga ikut dituding meracuni warganya sendiri dengan eksperimen senjata biologis. Tapi setelah menerima ribuan dokumen rahasia yang sudah boleh dipublikasikan dari sumber militer dapat dikonfirmasi bahwa waktu perang dingin, militer AS sempat melakukan serangkaian test rahasia pada penduduk di kota St. Louise.
Mengutip penelitian dari laboratorium virology kredibel di Science Direct, pakar virus melakukan eksperimen terhadap modifikasi genetik pada virus corona pada 2017. Kesimpulannya modifikasi genetik sangat bergantung pada asam amino pada virus tersebut.
Apabila seseorang ingin membuat virus corona berhenti menyebar maka harus dikurangi asam amino nya, sedangkan jika ingin virus corona tersebut menyebar lebih cepat maka cukup dengan menambahkan asam amino. COVID-19 menyebar begitu pesat karena diyakini ada tambahan asam amino pada virus corona yang sebelumnya sudah ada.
COVID-19 Buatan Manusia?
Menurut Prof. Chib Tai Fang dari National Taiwan University penambahan asam amino pada virus corona sangat tidak wajar, biasanya mutasi virus tidak seradikal itu. Ia merasa aneh bila virus corona mempunyai 4 asam amino. Menurutnya penambahan asam amino pada virus tidak terlepas dari campur tangan pihak laboratorium.
Sumber data kredibel lainnya datang dari Prof. Dr. Francis Boyle, seorang pakar yang turut berperan dalam membuat undang-undang senjata biologi di Amerika. Ia menyatakan bahwa COVID-19 adalah senjata perang biologi yang ofensif. Informasi kredibel lain juga dapat diperoleh dari US National Library of Medicine dari Departemen Kesehatan Amerika Serikat. Mereka sudah mengungkapkan indikasi penggunaan wabah flu sebagai senjata biologi sejak 2003.
Serangan sejenis wabah virus corona di seluruh penjuru dunia sudah diprediksi oleh Bill Gates sang pendiri Microsoft sejak 2015. Ia berpendapat saat kampanye bencana virus flu tahun 2015, bahwa risiko terbesar bencana global bukan lagi bencana nuklir melainkan bencana virus. Bill Gates bahkan juga dikabarkan sudah menyiapkan vaksin virus corona, padahal untuk membuat vaksin memerlukan riset yang tidak sebentar.
Pertanyaan lalu muncul kalau virus secara genetik bermutasi secara alamiah kenapa tidak serempak terjadi di beberapa wilayah. Apakah ini saatnya peralihan antara pax Americana ke pax Judaica?. Membahas asal muasal ini tentu “ngeri-ngeri sedap” karena belum ada bukti yang valid, bentuknya hanya proxy war, maka para intelijen di dunia pun saling tuduh. Ada yang menuduh pihak China karena kebocoran laboratorium, ada yang menuduh pihak Amerika yang menyebarkan virus karena motif perang dagang.
Teori-Skenario New World Order
Apa betul konspirasi corona adalah ulah para elite global?. Ada opini dari beberapa pengamat dunia bahwa situasi ini dimanfaatkan untuk membentuk The New World Order. Siapakah mereka?, dari literatur yang penulis pelajari mereka adalah komando tujuh elit global. Mereka menciptakan ketakutan, lalu kepanikan global lewat media massa, hingga akhirnya banyak negara bangkrut akibat krisis sosial dan ekonomi. Sang elite kemudian akan memberikan solusi akibat kehancuran yang mereka akibatkan. Kondisi ini relevan dengan sejarah hancurnya wall street hingga terbitnya federal reserve act yang didirikan pada 1913.
Efeknya setelah itu perang dunia pertama meletus pada 1914 dan pada 1929 terjadi The Great Depression di Amerika Serikat. Secara negara, Amerika sebenarnya sudah bangkrut akibat depresi di tahun 1933. Tapi kemudian ekonomi AS diselamatkan oleh UU Federal Reserve Act, yang dibentuk sekelompok bankir yakni J.P Morgan, J.D Rockkefeller, Jacob Warburg, dan Paul Warburg. Mereka berteriak: “Ekonomi akan runtuh! Kita butuh otoritas moneter yang baru”.
Sekarang ini pax Americana pun bertahan hingga saat ini atas dukungan elite global. Pola yang sama akan dilakukan namun lebih halus, membuat ketakutan dunia dan sistemnya lebih besar lagi. Dengan menciptakan virus COVID-19, maka seluruh dunia pun ketakutan.
Kenapa harus China sebagai awal penyebaran virus COVID-19?, sebab China sudah banyak merontokkan bisnis besar negara adidaya. China juga menggalang dukungan negara-negara Eropa dan Asia untuk mensukseskan proyek OBOR, selain untuk meruntuhkan dominasi China mereka juga memantau cara tepat yang negara itu lakukan yaitu lockdown.
Seruan lockdown banyak digaungkan oleh WHO dibantu tekanan media massa terkemuka di dunia yang dari awal sudah memblow up agar terjadi kepanikan. Banyak negara melakukan hal itu hasilnya mata uang hancur, pasar global anjlok, perbankan runtuh. Tujuan elite pun sukses membawa dunia menjadi krisis global, setelah itu semua terjadi lalu apa yang ditawarkan?. Tentu Vaksin, dana negara akan tersedot untuk memburu vaksin. Ketika negara sudah diambang bangkrut, apalagi selanjutnya? Tentu saja selanjutnya elite konspirasi ini menawarkan solusi untuk pemulihan ekonomi, dengan utang-utang yang baru. Negara di dunia akan tenggelam dengan utang yang entah sampai kapan harus melunasinya.
Ekonomi sudah dikuasai, dan mereka bisa menerbitkan bond atau surat utang tanpa jaminan. Bahkan ketika pasar modal terjungkal mereka juga bisa membelinya dengan harga yang murah. Fase selanjutnya utang yang tak sanggup dibayar negara, hancurnya ekonomi secara global akan membuat langkah para elite semakin mudah untuk mengontrol dunia, bahkan akan dibuat mata uang jenis baru yang ditawarkan kepada dunia.
Apakah COVID-19 sudah akhir dari senjata biologi?. Jawabnya tidak karena ini baru fase percobaan, bila dunia sudah sembuh perekonomiannya maka akan diciptakan wabah baru yang lebih ganas lagi. Bagaimana dengan Indonesia?. Indonesia sudah tepat tidak menerapkan lockdown karena ekonomi harus tetap berjalan. Masyarakat tidak usah panik dan cemas, tapi selalu waspada dengan skenario yang ada. Ini baru fase awal dan akan ada lagi drama lanjutan yang tidak kita harapkan!.
*Penulis adalah pengusaha nasional dan pengamat militer. Aktif menulis sebagai kolumnis dan pengamat di beberapa media massa. Turut menjadi penulis buku “Bangsa Indonesia Terjebak perang Modern” (2004), dan “Indonesia Terjebak Perang Asimetris China” (2017). Ia pernah dipercaya menjadi Ketua Festival Akbar Wali Songo (1999), dan delegasi perundingan damai Aceh (2004). Saat ini Wibisono juga dipercaya menjadi pembina Lembaga Pengawas Kinerja Aparatur Negara (LPKAN).