Home Internasional Vaksin untuk 7,8 Miliar Manusia

Vaksin untuk 7,8 Miliar Manusia

Proses pengembangan vaksin COVID-19 dipercepat. Setelah uji coba klinis, masih banyak pekerjaan yang harus dilalui.


Tim pengembang vaksin COVID-19 di Universitas Oxford, Inggris, sedang bersemangat tinggi. Vaksin yang ditunggu-tunggu menunjukkan perkembangan menjanjikan. Salah seorang penggerak penelitian ini, Profesor Sir John Bell, mengatakan bahwa prospek calon vaksin cukup bagus. "Seiring berjalannya hari, kemungkinan kesuksesan meningkat," ujarnya.

Penelitian tim Oxford memasuki fase dua. Sebelumnya, mereka menjalani fase pra-klinis pada primata. "Kami akan mendapatkan bukti bahwa vaksin memiliki kemanjuran pada awal Juni," ucapnya seperti dikutip dari NBC News pada Minggu, 3 Mei lalu.

Bell tidak menyebutkan kapan vaksin tuntas. Namun ia menekankan, meski pengembangan dilakukan dengan cepat, aspek keselamatan tetap prioritas utama. Walaupun belum tuntas, perusahaan pembuat vaksin terbesar di dunia, Serum Institute of India (SII), sudah mengumumkan rencananya akan memproduksi hingga 60 juta dosis varian vaksin COVID-19 buatan Universitas Oxford ini.

Chief Executive Officer SII, Adar Poonawala, mengatakan akan mengambil risiko menyiapkan produksi, bahkan sebelum vaksin mencapai tahap akhir uji klinis. Diperkirakan SII akan menginvestasikan lebih dari 4 juta euro untuk memproduksi sekitar 3-5 juta dosis per bulan. Perusahaan ini pun sudah menentukan harganya, sekitar 1.000 rupee atau Rp197.000 per dosis. Vaksin produksi perusahaan yang berbasis di Pune, India ini, sudah dipakai untuk imunisasi 65% anak di seluruh dunia.

India adalah salah satu produsen vaksin dan obat generik terbesar di dunia. Ada enam perusahaan vaksin besar dan ada beberapa yang masih kecil. Mereka membuat vaksin untuk polio, meningitis, pneumonia, rotavirus, BCG, campak, gondong, dan rubela. Saat ini, enam perusahaan India sedang mengerjakan vaksin COVID-19, bergabung dengan upaya global untuk mencegah penyebaran virus.

Semangat yang sama datang dari Cina. Perusahaan farmasi, Sinovac Biotech, mengeklaim siap membuat 100 juta dosis per tahun. Perusahaan ini merupakan satu dari empat perusahaan yang mendapat izin uji klinis dari pemerintah Cina. Perusahaan ini mengeklaim, mengalami kemajuan besar dalam uji coba di primata. Meski uji klinis baru saja dimulai, mereka sudah menyiapkan wadah ribuan suntikan yang dikemas dalam wadah putih dan oranye.

Namun, Sinovac tidak tahu kapan injeksi akan siap untuk dipasarkan. "Ini pertanyaan yang ditanyakan semua orang pada diri mereka sendiri," kata Direktur Brand Management Sinovac, Liu Peicheng, kepada AFP.

Sinovac memiliki pengalaman panjang memproduksi obat untuk wabah global. Mereka perusahaan farmasi pertama yang memasarkan vaksin H1N1 atau flu babi, pada 2009.

Lebih dari 120 kandidat vaksin potensial telah diusulkan secara global. Tujuh kandidat vaksin, termasuk Sinovac, sudah dalam evaluasi klinis dan 82 vaksin dalam evaluasi pra-klinis, menurut WHO.

***

Dalam kondisi normal, pengembangan vaksin harus melewati berbagai tahap penelitian. Termasuk di antaranya pengujian pada hewan dan setidaknya tiga fase uji klinis pada manusia. Semua ini bisa memakan waktu beberapa tahun, kadang sampai satu dekade. Namun pandemi COVID-19 ini dinyatakan sebagai situasi luar biasa yang memengaruhi dunia. Oleh karena itu, proses pengembangannya dipercepat dan diharapkan pada paruh kedua tahun ini, vaksin COVID-19 sudah siap.

"Setelah vaksin siap, masih ada banyak tantangan, termasuk apakah vaksin itu efektif di semua populasi dan dapat digunakan untuk jenis virus corona berbeda, yang mungkin mulai bermutasi seiring berjalannya waktu," ujar Chief Scientific Officer di Rajiv Gandhi Centre for Biotechnology, Dr. E. Sreekumar, MVSc, PhD., kepada laman rfi.fr.

Di sisi produksi, tantangannya juga tidak sedikit. Contohnya, produksi jarum suntik dan botol penyimpan vaksin. "Kita selalu bicara tentang vaksin, tetapi bagaimana dengan botol untuk penyimpannya atau tutup karet di botol vaksin?" kata Prashant Yadav, yang meneliti rantai pasok sistem kesehatan di Center for Global Development in Washington, D.C.

Oleh karena itu, produsen jarum suntik dan botol vaksin perlu menyiapkan waktu pemesanan. Hal ini terkait dengan proses panjang, mulai dari persiapan bahan mentah, produksi, hingga distribusi ke seluruh negeri. 

Sebelum mulai memesan bahan mentah untuk proses produksi, perusahaan juga harus tahu terlebih dahulu tipe vaksin yang akan diproduksi nantinya. Saat ini, ada beberapa kandidat vaksin yang sedang diuji klinis. Ada beberapa vaksin tipe RNA dan DNA, ada pula tipe yang lebih tradisional.

Vaksin RNA atau DNA mungkin membutuhkan cara penyimpanan dan pendinginan berbeda, karena belum pernah disetujui untuk vaksin selama ini. Produk vaksin mungkin akan disimpan dalam wadah jarum suntik dari gelas siap pakai yang umumnya digunakan untuk flu di Eropa. Opsi lain, disimpan dalam botol dosis tunggal atau multidosis yang bisa disuntikkan dengan jarum suntik sekali pakai.

***

Situasi ini seperti buah simalakama. Menunggu vaksin siap, proses produksi terlambat berbulan-bulan. Mempersiapkan diri dari sekarang, produsen vaksin mengambil resiko bisnis yang besar.

Oleh karena itu, penentuan kapan waktunya melakukan pesanan bahan baku menjadi sangat penting. Semua itu harus direncanakan secara sistematis. Menambah kapasitas produksi untuk membuat jutaan jarum suntik lebih banyak dari kondisi normal, bukan perkara mudah. Menurut penelusuran New York Times, sebuah perusahaan jarum suntik perlu waktu 18 bulan untuk mempersiapkannya.

"Pandemi COVID-19 menciptakan tantangan di seluruh industri, termasuk penundaan dalam pengisian kembali persediaan untuk produk-produk tertentu," ujar Lucy Bradlow, Juru Bicara Cardinal Health, produsen botol vaksin, jarum suntik, dan pasokan medis lainnya.

Jumlah vaksin yang diproduksi oleh perusahaan juga memengaruhi jumlah peralatan yang dibutuhkan, kata Pakar Kebijakan Kesehatan di Hastings Centre dan Rutgers School of Public Health, Michael Gusmano. Tidak mungkin perusahaan farmasi akan dapat memenuhi permintaan dengan segera, baik secara nasional maupun internasional.

Tantangan lain, tidak semua komponen alat medis dibuat di dalam negeri. Banyak negara yang mengandalkan komponen yang diimpor dari Cina atau India, sedangkan lockdown dan larangan impor menyebabkan turunnya produksi dan ekspor. Sedikitnya 69 negara juga melarang atau membatasi ekspor peralatan medis, obat, dan produk terkait.

Perkiraan awal, setidaknya 70% populasi perlu diimunisasi untuk mencapai apa yang oleh para ahli disebut kekebalan kawanan (herd immunity). Ini merupakan kondisi ketika cukup banyak orang kebal terhadap penyakit, sehingga mereka secara tidak langsung melindungi orang lain yang tidak kebal. Itu angka sangat besar, dan saat ini orang yang sudah memiliki antibodi COVID-19 masih sangat sedikit. Artinya, untuk vaksinasi 70% dari populasi global 7,8 miliar orang, perlu kampanye besar-besaran.

Rosyid