Home Kebencanaan Begini Cara Komunitas Adat Banokeling Hadapi Paceklik Pangan

Begini Cara Komunitas Adat Banokeling Hadapi Paceklik Pangan

Banyumas, Gatra.com - Komunitas adat Bonokeling, Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah memiliki cara tersendiri untuk menghadapi paceklik. Contohnya pada pandemi COVID-19 seperti saat ini.

Warga RT 03/02 Desa Pekuncen, San Alin (50) menuturkan, ketika virus Corona mulai mewabah, dia menyiapkan puluhan ton gabah kering di lumbung miliknya. Gabah tersebut sudah mulai dijemur sepekan ini. "Saya menyimpan, persiapan, takutnya daerah sini kurang pangan. Saya menolong (petani), beli (gabah) disimpan. Mungkin nanti pada kurang makan, kurang pangan, saya jual lagi. Menolong tetangga-tetangga," katanya, Selasa (5/5).

Selain dari hasil panen sendiri, Alin juga mengaku membeli gabah dari para petani hingga 45 kwintal. Gabah-gabah tersebut disimpan di lumbung miliknya yang berkapasitas 10 ton.

Ketua Komunitas Adat Bonokeling, Sumitro mengatakan, tradisi menabung gabah ini telah dilakukan secara turun temurun. Lebih dari 2.000 masyarakat adat di Desa Pekuncen masih memegang tradisi tersebut. Selain di lumbung pribadi, juga ada lumbung pangan yang memanfaatkan balai RT.

Wilayah RT yang didiami komunitas adat Bonokeling pasti memiliki lumbung pangan yang diisi padi kering. Hingga kini, terdapat 23 lumbung pangan yang masih bertahan karena hal itu tidak dapat dilepaskan dari adat kebiasaan komunitas Bonokeling sejak zaman nenek moyang. "Ya tetap masih bertahan. Apabila tidak ada yang menyimpan gabah, itu bisa dijual untuk membangun balai pertemuan. Sekarang setiap RT kan punya balai pertemuan," katanya.

Dia mengatakan, lumbung di balai RT memiliki kapasitas 4 sampai 5 ton. Bila masa paceklik tiba, warga bisa meminjam gabah yang ditabung. Warga yang berutang gabah, jelas Sumitro, harus mengembalikan saat musim panen tiba. Biasanya, warga yang meminjam juga dikenai bunga sebesar 25% juga dalam bentuk gabah.

Bunga pinjaman itu akan dimanfaatkan untuk kepentingan lainnya. Misalnya untuk membantu kebutuhan ritual atau untuk membiayai pembangunan desa, salah satunya membangun balai RT. "Tetapi utamanya ya menghadapi masa paceklik," jelasnya.

Menurut Sumitro, warga adat Banokeling sudah terbiasa menghadapi masa paceklik pangan. Mereka juga tidak terlalu menggantungkan kebutuhan pangan pada nasi sebagai satu-satunya makanan pokok.

Bahkan, dulu masyarakat adat Bonokeling makan nasi hanya pada saat digelarnya ritual budaya. Sehari-harinya mereka mengonsumsi makanan selain nasi seperti oyek dan gesret yang terbuat dari singkong.

"Kalau musim hujan yang seharusnya ada pangan, tapi nggak punya. Ya sudah (makan) ketela atau gaplek. Kalau hujan bisa menanam lembayung atau jagung, itu nanti disayur. Singkongnya dibuat jadi gesret dicampur kuluban (kudapan)," ujarnya.

284