Jakarta, Gatra.com - Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Wamendes PDTT), Budi Arie Setiadi, menyarankan agar pemerintah desa (Pemdes) menyampaikan secara terbuka para penerima bantuan sosial terkait pandemi coronavirus disease 2019 (Covid)-19.
"Saya menyarankan, sebaiknya perangkat desa, kepala desa, dan pemerintahan desa mengumumkan secara terbuka dan transparan siapa-siapa penerima bantuan dana desa, siapa penerima PKH, bantuan pangan nontunai, serta bansos-bansos yang lain," kata Budi Arie di Jakarta, Senin (4/5).
Menurutnya, Kemendes PDTT medorong seluruh warga desa, perangkat desa, dan Pemdes agar terus bersama-sama menjunjung tinggi transparansi dan keterbukaan di desa, khususnya soal bansos saat pandemi Covid-19 ini.
Tentunya, lanjut Budi Arie, dengan segala keterbatasan dan kekurangan saat ini, melalui keterbukaan dan transparansi maka akan bisa dimengerti dan diterima oleh semua pihak di desa.
"Tentu saja dengan keterbatasan, kita memiliki kekurangan-kekurangan tetapi kami percaya, warga desa akan menerima informasi yang transparan dan terbuka dengan penjelasan-penjelasan yang baik, karena transparansi dan keterbukaan adalah kunci keadilan bagi warga desa," ujarnya.
Budi Arie juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh elemen di desa atas kerja samanya, solidaritas, dan gotong royong dalam mencegah masuknya Covid-19 ke desa.
"Saya mengucapkan terima kepada atas kerja sama seluruh masyarakat desa, perangkat desa, kepala desa dan seluruh aktivis desa untuk terus menggerakan solidaritas dan gotong royong dalam membebaskan desa dari wabah Covid-19," ujarnya.
Sedangkan soal adanya anggapan bahwa Kemendes PDTT dan Kementerian Sosial (Kemesos) mempunyai data sendiri-sendiri tentang penerima bantuan sosial, Budi Arie mengatakan, bahwa pihaknya tidak mempunyai data khusus tentang warga yang berhak menerina bantuan sosial.
"Jangan dibenturkan di atara istansi di pemerintahan. Enggak ada data Kemendes, data Kemensos, enggak ada, kita menggunakan yang namanya Data Terpadu Kesejahteraan Sosial, namanya DTKS, itu satu data," katanya.
Data tersebut, lanjut Budi Arie, ada di Departemen Sosial (Depsos). Kemendes PDTT mengacu pada data tersebut. Masyarakat penerima bantuan dana desa langsung tunai adalah mereka yang tidak mendapatkan PKH dan bantuan pangan nontunai dari Kemensos.
"Supaya jangan ada dobel-dobel yang menerima ini, menerima ini, dan lain-lain. Makanya kita pakai satu data, DTKS. Jadi tidak benar ada data bermacam-macam, itu sangat tidak tepat," ujarnya.
Namun Budi Arie tidak menampik bahwa DTKS ini masih terdapak kelemahan karena belum diperbarui sejak tahun 2011 lalu. "Sekarang pertanyaanya dari mana DTKS itu bersal Itu dari bawah, dari RT, RW, desa, kecamatan, kabupaten, kota, provinsi, kemudian jadi tingkat nasional," katanya.
Menurtnya, pemerintah pusat hanya mengonsolidasi seluruh data yang diperoleh dari bawah, karena yang tahu kodisi masyarakat terbawah itu RT. "Yang tahu tetangganya paling membutuhkan bantuan sosial itu kan RT-nya karena dia sehari-hari bertetangga," ujarnya.
"Nah, karena itu, ketika problem data itu muncul, kita harus segera sama-sama merevisi itu semua. Misalnya kepala desa harus melakukan diskusi terbuka dengan kadis-kadis di kabupaten kota, [misalkan] 'pak ini datanya salah'," katanya.
Selain tidak ada dobel data, Budi Arie menyatakan, yang dimiliki Kemendes PDTT adalah tugas dan fungsi sesuai perundang-undangan dan kebijakan Kemendes PDTT mendukung penuh program-program terpadu pemerintah pusat.
"Jadi seperti ditekankan Presiden Joko Widodo bahwa untuk mengatasi Covid-19 ini, baik Presiden, kementerian, lembaga, pemprov, kota, camat, desa, dan seluruh warga masyarakat harus bersatupadu, bergotong royong. Hilangkan sekat-sekat politik atau batas-batas politik yang mungkin sebelumnya terjadi, mungkin soal bupati, gubernur, dan lain-lain, itu harus disingkirkan dulu sekat-sekat politik," ujarnya.