Surabaya, Gatra.com - Persatuan Seluruh Buruh Indonesia (PSBI) berencana melayangkan aduan kepada pemerintah pusat. Hal itu menyusul banyaknya dugaan pelanggaran hukum ketenagakerjaan di tengan pandemi Covid-19 di Indonesia.
Sekjen PSBI, Fatkhul Khoir, mengatakan, pihaknya telah menginventarisir semua aduan para buruh. Aduan tersebut berisi keluh kesah dari sekitar 200 pekerja di bidang food and beverage.
"Kami akan berkirim surat kepada Kementerian Ketenagakerjaan. Karena perusahaannya skala nasional, bukan skala lokal," kata Fatkul saat dihubungi Gatra.com, Jumat (1/5).
Fatkhul mengatakan, tidak hanya menyampaikan aduan ratusan buruh yang terdampak Covid-19 tersebut. Dia juga menuntut Dirjen Pengawas Kemenaker untuk melakukan pemeriksaan.
Kaitannya, dengan pelanggaran norma ketenagakerjaan. Menurutnya, mayoritas keluhan dan aduan para pekerja bersifat normatif dengan potensi pelanggaran hukum ketenagakerjaan.
Antara lain, mulai dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak, hingga pengaduan karyawan yang dirumahkan tanpa menerima gaji penuh. Ada juga beberapa buruh yang mengadu "dipaksa" mengundurkan diri sebelum masa kontraknya habis.
"Jadi kami minta pengawas [Dirjen Pengawas Kemenaker] melakukan pemeriksaan. Kalau memang terjadi pelanggaran norma ketenagakerjaan, ya harus ditindak sesuai undang-undang yang berlaku," kata Fatkul.
Sedangkan saat ditanya soal adanya program Kartu PraKerja, Fatkhul menilai hal itu kurang efektif membantu para buruh. Terutama, para buruh yang selama ini bekerja di bidang manufactur.
Menurutnya, bidang kerja serupa tidak identik dengan teknologi. Sedangkan untuk mendaftar pada program tersebut, harus dilakukan secara individu dengan syarat dan ketentuan berlaku.
"Kalau pekerja yang masih muda, kerja di sektor perbankan, mereka melek teknologi. Kalau yang manufaktur, mereka enggak melek teknologi. Jadi, [program Kartu Prakerja] tidak cukup efektif untuk mengatasi," katanya.
Selain itu, ia juga meragukan jika Kartu Prakerja mampu menyediakan pelatihan dengan basis bidang kerja yang sama selama pandemi Covid-19. "Kalaupun dilatih, untuk apa. Apakah pelatihannya itu basis kebutuhan mereka," ucapnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Ketenagakerjaan Jawa Timur, Himawan Estu Bagijo, mengatakan, pihaknya telah mendapat semua data karyawan yang di-PHK dan dirumahkan. Data tersebut didapat dari pihak serikat buruh.
Berdasarkan data tersebut, Himawan menyatakan bahwa telah ada kesepakatan pembayaran gaji atau upah bagi pegawai yang dirumahkan. Begitu pula dengan nominal pesangon yang diterima pegawai korban PHK.
"Telah disepakati bagaimana mekanismenya dan berapa besarannya [pembayaran gaji. Yang di-PHK juga disepakati bagaimana pesangonnya," kata Himawan.
Menurutnya, yang terpenting adalah peran Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang telah membantu pemerintah kabupaten dan kota untuk menyelesaikan hal tersebut. Dia berharap, semua pemerintah kabupaten dan kota mendata warganya berpartisipasi dalam program Kartu Prakerja.
"Karena kami ingin kawan-kawan yang di-PHK, dirumahkan, dan pekerja migran itu benar-benar ter-cover Kartu Prakerja. Khusus, program Social Safety Net," tuturnya.
Terkait pembayaran gaji yang tidak penuh terhadap para pegawai yang dirumahkan, Himawan memaklumi hal itu. Menurutnya, pegawai yang dirumahkan hanya mendapat sebagian dari nominal gaji yang dijanjikan karena masih aktif menjadi pegawai tanpa bekerja.
Meski demikian, ia menilai bahwa para pegawai yang dirumahkan tersebut telah mendapat bantuan dari program Social Safety Net. Program tersebut, lanjut Himawan, seharusnya telah menutup kekurangan gaji yang diterima dari perusahaan.
"Karena pandemi Covid-19 ini tidak hanya menyengsarakan buruh. Tapi juga membuat pengusaha menderita. Oleh sebab itu, kami kirim pengawas dan dari serikat pekerjanya. Untuk melihat kondisi riil-nya," ujar dia.