
Jakarta, Gatra.com - Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), menggelar kajian online dengan tema Tetap menjalankan kebijakan sesuai amanah konstitusi di Masa Pandemi.
Pada diskusi online itu, para peneliti LP3ES membahas Peraturan Perintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Virus Corona yang diterbitkan oleh Presiden Joko Widodo.
Peneliti senior LP3ES, Malik Ruslan mengatakan, masalah Pandemi virus Corona adalah masalah kedisiplinan masyarakat. Kemudian untuk penangananya hanya tergantung kebijakan apa yang diambil oleh Negara.
“Untuk menanggulangi kesehatan ini, Pendakatan Negara melalui dua kebijakan, yaitu pendekatan, sosial dan ekonomi. Dan Pendekatan Kesehatan,” katanya, Kamis (30/4).
Menurutnya, persepsi negara menangani Corona ini lah yang menjadi penentu suksesnya penanganan virus ini. “Ancamannya tidak lagi ekonomi dan sosial seperti PHK dan lain2. Tapi krisis pangan juga menghantui,” ujarnya.
Lebih lanjut, Perpu Penanganan Pandemi COVID-19 yang disusun pemerintah menjadi perbincangan publik. Dengan undang-undang baru itu, pemerintah harus hati-hati, jika tidak ingin tersandung kasus korupsi.
Malik menyoroti Perpu No.1/2020 Pasal 27 ayat (1) yang isinya Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.
Kemudian di Pasal 27 ayat (2), Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kemenkeu, BI, OJK serta LPS dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Perppu ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Pada Pasal 27 ayat (3). Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Perppu ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara,” ucapnya.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia (UI) Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., M.H. menyampaikan, persepektif undang-undang soal penanganan COVID-19 belum sempurna.
“Tapi seandainya dalam keadaan darurat ini bisa ditangan presiden, bisa menerobos. Sekarang menunggu keputusan Perppu di MK. DPR hanya bisa menerima atau menolak perpu. Perpu ini kalau disetujui akan menjadi permanen. Saya kira dilema ini, dan saya sudah kasih masukan ke DPR,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Center for Media and Democracy LP3ES, Wijayanto, Ph.D mengatakan birokrasi pemerintah harus dipangkas. Tujuannya, penanganan PandemI COVID-19 bisa cepat dilakukan.
“Menurut saya birokrasi pemerintah ini harus dipangkas, contoh bantuan harus segera cepat sampai kepada masyarakat, karena kalau kelaparan sidah tidak bisa lagi ditawar. Contoh Bu Yuli di Banten, yang viral dberitakan karena dua hari tidak makan, memang akhirnya dinyatakan meninggal karena serangan jantung,” ujarnya.