Denpasa,Gatra.com - Peningkatan jumlah kasus positif Covid-19 di Kota Denpasar kini berada di angka 52 orang disikapi serius jajaran Pemkot Denpasar. Hal ini mengingat, Denpasar sebagai ibukota provinsi memiliki jumlah kasus tertinggi di Bali. Selain itu, angka transmisi lokal yang mencapai 15 orang.
Jubir Gugus Tugas Covid-19 Kota Denpasar, I Dewa Gede Rai mengatakan, beragam upaya terus dimaksimalkan guna menekan jumlah kasus positif Covid-19 di Kota Denpasar. Salah satunya adalah dengan melakukan pengetatan mobilisasi warga.
"Wali Kota Denpasar, IB Rai Dharmawijaya Mantra secara resmi telah mengeluarkan Instruksi Walikota Nomor : 443/017/Gugus Tugas Covid-19/2020 tertanggal 27 April 2020 tentang Percepatan Penanganan Covid-19 di Kota Denpasar. Dimana, dalam intruksi tersebut diatur menganai pengetatan mobilitas penduduk, serta sanksi tegas bagi pelanggar," katanya, Rabu (29/4).
Lebih lanjut dijelaskan, dalam intruksi tersebut jelas disampaikan bahwa beberapa hal menjadi perhatian serius yang tertuang dalam intruksi tersebut.
Diantaranya adalah mewajibkan penduduk pendatang yang hendak menetap lebih dari 1 kali 24 jam wajib untuk lapor dan menyampaikan secara jujur terkait riwayat kesehatan, riwayat bepergian, dan maksud kedatangan. Hal ini merupakan bentuk deteksi dini bagi masyarakat yang baru tiba di Kota Denpasar.
“Saat ini hampir semua daerah di Indonesia, termasuk seluruh Kabupaten/Kota di Bali telah ada pasien positif Covid-19, dan masuk zona merah, kondisi ini mewajibkan kita untuk selektif menerima penduduk pendatang, khususnya yang ingin menetap melebihi 1 kali 24 jam, sehingga diperlukan peran aktif Kepala Dusun (Kadus), Kepala Lingkungan (Kaling) dan Satgas Covid-19 di tingkat Desa Adat dan Desa/Kelurahan untuk melaksanakan pendataan,” paparnya.
Sesuai Intruksi Walikota,Satgas, Kadus dan Kaling berhak memberikan tindak lanjut, apakah yang bersangkutan atau penduduk pendatang diperkenankan atau tidak untuk menetap di wilayah tersebut.
Nantinya jika diperkenankan, maka diwajibkan melaksanakan karantina mandiri selama 14 hari, dan jika tidak akan diarahkan untuk kembali ke daerah asal, selain itu masyarakat juga diharapkan tidak menerima tamu atau kerabat terlebih dahulu.
Ia menambahkan, ada sanksi tegas bagi masyarakat yang membandel, apakah itu sanksi berupa tidak mendapat pelayanan administrasi atau sanksi adat yang diatur dalam awig-awig desa adat.
Dia berharap, sinergitas seluruh elemen termasuk yang menjadi lapisan terbawah untuk memperketat pengawasan karantina atau isolasi mandiri di wilayahnya, serta diwajibkan untuk membangun stigma positif di masyarakat terkait dengan keberadaan ODP, PDP, OTG dan PMI, sehingga proses pemulihan dapat dimaksimalkan.