Cina digugat sejumlah pihak karena dianggap lalai membendung penyebaran virus corona. Yang paling menonjol dari Amerika Serikat, negara yang paling parah terdampak covid-19. Bagaimana peluang kasus ini bisa dimenangkan?
Ketika pandemi masih mengamuk di banyak negara, sejumlah elemen di belahan dunia Barat meluncurkan kampanye meminta Beijing dan Partai Komunis Tiongkok bertanggung jawab atas pandemi yang telah menginfeksi lebih dari 3 juta orang diseluruh dunia.
Pekan lalu, Jaksa Agung Missouri, Eric Schmitt, juga melayangakan gugatan dan menuding Pemerintah Cina berdusta pada dunia soal bahaya Covid-19. Ia juga menyebut Cina telah membungkam whistleblowers, dan terlalu sedikit melakukan pencegahan atas penyebaran penyakit ini. "Mereka harus bertanggung jawab terhadap semua tindakannya,” ujarnya.
Pekan sebelumnya, ribuan warga negara Amerika Serikat bersama-sama mengajukan gugatan class action di Florida. Penggugat mengklaim mengalami rugi besar gara-gara Pemerintah Cina lalai dalam membendung penyebaran virus ini. Gugatan class action serupa juga didaftarkan di Nevada dan Texas.
"Gugatan hukum kami mewakili mereka yang secara fisik menderita karena terpapar virus. Juga membahas aktivitas ekonomi di wet market," kata Berman Law Group, yang mengajukan gugatan di Florida, kepada VOA. Wet market’alias pasar daging dan sayuran segar di Wuhan kini memang kembali beroperasi. Pasar ini dituding sebagai sumber penyebaraan virus.
Di Inggris, lembaga think-tank Henry Jackson Society merilis hasil studi tentang ganti rugi yang harus dibayar Cina. Nilainya mencapai ratusan miliar poundsterling. Lembaga ini mendesak negara-negara untuk menuntut Tiongkok melalui 10 jalur hukum yang berbeda yang bisa dipilih, termasuk WHO, Pengadilan Internasional, Pengadilan Arbitrase Permanen, pengadilan di Hong Kong, dan AS. "Tidak hanya menggunakan satu tetapi menggunakan kombinasi jalan hukum mungkin terbukti menjadi cara paling efektif ke depan," kata Direktur Penelitian Henry Jackson Society, Andrew Foxall.
Berdasarkan hitungan lembaga itu, Inggris bisa menuntut gantirugi £351 billion (Rp6744 triliun). "Partai Komunis Cina tidak belajar dari kegagalannya saat menangani epidemic SARS 2002-2003," kata Matthew Anderson, salah seorang dari penulis laporan itu.
Koran ternama Jerman, Bild, merinci apa yang disebutnya tagihan untuk Cina yang besarnya £149 miliar (Rp 2493 triliun). Rincian tagihan utang yang disuarakan Bild termasuk £24 miliar (Rp403 triliun) kerugian industri wisata dari Maret hingga April, £7,2 miliar (Rp121 triliun) dalam kerugian untuk industri film Jerman, £1 juta (Rp16,8 miliar) per jam biaya untuk maskapai Lufthansa, dan £50 miliar (Rp840 triliun) laba yang hilang untuk usaha kecil Jerman,
Sebuah LSM di Israel, Shurat HaDin, juga bersiap mengajukan class action terhadap Cina dalam beberapa hari mendatang atas dugaan lalai mencegah penyebaran coronavirus, seperti diporkan Jerusalem Post. Australia menuntut penyelidikan internasional terhadap pandemik tersebut.
Yang paling mencolok adalah peringatan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Dia menegaskan, Cina harus menghadapi konsekuensi jika diketahui bertanggung jawab terhadap pandemi.
Menurut Trump, Cina tidak transparan dan tidak membuka pintu untuk investigas internasional. "Saya pikir mereka tahu sesuatu yang buruk dan mereka malu." ujarnya. Cina, kata Trump, tengah mengadakan penyeldikan. Tapi AS juga melakukan penyelidikan sendiri.
Tuduhan dan tudingan negara-negara Barat ini menjengkelkan Cina. Juru bicara kementerian luar negeri Geng Shuang mengatakan tindakan hukum itu tidak memiliki dasar faktual dan hukum sama sekali. "Apa yang disebut gugatan ini sangat absurd dan tidak memiliki dasar faktual dan hukum sama sekali," kata Geng seperti dikutip dari Time, pekan lalu. "Pemerintah AS harus mengabaikan litigasi menjengkelkan seperti itu," ia menambahkan.
Sebagai catatan, dasar hukum gugatan yang diajukan warga Florida adalah UU Kekebalan Negara Asing (Foreign Sovereign Immunities Act [FSIA]). UU yang disahkan pada 1976 itu pernah dipakai untuk "menghukum" Pemerintah Arab Saudi pada 2016 yang dianggap ikut bertangggung jawab terhadap peristiwa Serangan 11 September 2001. Lewat UU itu, warga negara AS bisa menuntut ganti rugi kepada Kerajaan Arab Saudi.
Para ahli hukum mengatakan, tuntutan hukum terhadap Cina terkait pandemi Covid-19 akan menghadapi proses yang panjang. Karena FSIA memberikan perisai hukum yang luas kepada pemerintah asing dari tuntutan hukum di AS, dengan sedikit pengecualian. Pengecualian itu seperti "kegiatan komersial" dan "cedera pribadi".
Missouri berpendapat, gugatannya bisa menggunakan pengecualian itu. Karena kegiatan komersial Cina yang diduga menyebabkan penyebaran virus korona seperti ekspor komersial dari alat pelindung diri.
Chimene Keitner, profesor di Fakultas Hukum Universitas Hastings California di San Francisco, tidak sependapat dengan Missouri. "Jika Anda membaca salah satu kasus yang telah diputuskan berdasarkan undang-undang [FSIA], sangat jelas bahwa cedera pribadi, perilaku pejabat Tiongkok perlu terjadi di wilayah AS agar dapat diterapkan. Dan tidak ada dugaan aktivitas komersial di sini," kata Keitner. "Anda tidak dapat menuntut negara asing atas keputusan kebijakan mereka."
Celah lainnya adalah hukum adat "Tanggung Jawab Internasional" (International Responsibility) yang mengatur pertanggungjawaban kerusakan yang disebabkan negara lain, Aturan ini pertama kali diakui dalam arbitrase Trail Smelter pada 1920-an. Saat itu, sebuah smelter di British Columbia, Kanada, mengemisikan asap beracun dan menyebabkan kerusakan hutan dan tanaman di sekitarnya. Polusi berbahaya itu juga melintasi perbatasan Kanada-AS di Negara Bagian Washington. Pengadilan dibentuk oleh Kanada dan AS untuk menyelesaikan perselisihan, dan Pemerintah Kanada setuju untuk memberikan kompensasi.
Para pakar hukum menarik paralel dengan tanggung jawab Cina dalam penyebaran virus corona. "Jika Kanada memiliki undang-undang lingkungan yang baik, pabrik peleburan tidak akan mencemari dan tidak akan membahayakan AS. "Tampaknya terkait di sini. Jika Cina hanya mempertahankan rezim peraturan keamanan pangan yang memadai, kerugiannya tidak akan menyebar," kata Russel Miller, profesor hukum di Washington dan Lee University.
William Starshak, seorang pengacara keuangan di Chicago, menunjukkan bahwa akan menjadi kepentingan Cina untuk memikul tanggung jawab, seperti yang dilakukan Kanada. "Itu benar-benar akan membantu Tiongkok menunjukkan dirinya sebagai warga negara yang bertanggung jawab, tetapi juga membawa semua klaim ini, yang akan beragam dan memiliki segala macam masalah geopolitik, datang dengan tagihan besar-besaran ke dalam satu forum," ujarnya.
Bagi para penggugat itu, tampaknya memang harus ada yang bertanggung jawab atas dampak ekonomi karena Covid-19 ini.
Rosyid