Jakarta, Gatra.com - Kenaikan jumlah limbah medis di tanah air sudah dipastikan terjadi karena adanya wabah pandemi Covid-19, yang mulai pada bulan Maret silam.
Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehuatanan (KLHK), diprediksi tiap harinya limbah medis di Indonesia dapat mencapai 14,3 kilogram per harinya.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3), KLHK, Sayid Muhadhar mengatakan kenaikan tersebut juga terjadi di beberapa rumah sakit, salah satunya di RSPI Sulianti Saroso yang pada bulan Februari lalu hanya menghasilkan limbah medis 2.760 kg per hari, namun pada Maret meningkat menjadi 4.500 kg per hari.
"Kalau hari ini yang dirawat atau angka positif mencapai 9.096 ribu, dari data kami kemungkinan ada 130.072 kg atau lebih dikurang 130 ton limbah infeksius yang dihasilkan," kata Sayid dalam Webinar IATL ITB, Selasa (28/4).
Kemungkinan bertambanya limbah medis, katanya juga tak bisa diabaikan jika jumlah pasien positif Covid-19 terus bertambah. Bahkan limbah tidak hanya dihasilkan oleh pasien, namun limbah medis dari tenaga perawat dan tenaga medis juga akan meningkat.
"Seandainya, ada satu orang pasien dirawat 14 hari, dari satu orang akan menyumbang berapa kg limbah medis. Ini jika kita akumulasi bisa ratusan bahkan ribuan ton limbah medis yang akan dihasilkan," jelas Sayid.
Dikatakan, pihak KLHK dengan dukungan lintas sektor terkait lainnya akan menjadikan pengelolaan limbah medis sebagai fokus dalam menekan pencegahan penularan Covid-19, yang bisa dihasilkan dari limbah medis tersebut.
"Menurut kami, pandemi ini akan berakhir bukan ketika semua pasien ini sudah sembuh, tapi ketika semua limbah medis ini sudah dikelola hingga terakhir. Meskipun seluruh pasien nantinya sudah sembuh, tapi kalau pengelolaan limbah ini tidak baik, maka melalui limbah ini masih bisa ada penularan," ujarnya.
Sebelumnya, Dirjen PLSB3 KLHK, Rosa Vivien Rahmawati, merespon persoalan pengelolaan limbah di beberapa daerah yang terganjal oleh beberapa regulasi yang dikeluarkan KLHK.
Menurut Vivien, sapaan akrabnya, pihak KLHK memahami bahwa sesuai karakteristiknya, limbah medis sejatinya memang harus dimusnahkan paling lambat 2 kali 24 jam, suhu normal dan dampaknya luar biasa.
"Dengan adanya pandemi ini, memang semakin hari (limbah medis) semakin naik. Tentu banyak yang khawatir, kalau limbah medis juga limbah masker ya, jika tidak diurus dengan baik maka akan menjadi sumber baru penularan Covid-19," kata Vivien melalui diskusi daring, Rabu (21/4).
Vivien mengaku pihaknya sudah berkoordinasi dengan Menkes dan Persatuan Rumah Sakit tentang ditetapkannya SOP untuk limbah medis dari pasien Covid- 19 agar dikhususkan.
"Ini langkah-langkah yang sebenarnya kita lakukan dalam konteks dengan limbah infeksius Covid-19," jelas Vivien.
Di KLHK, pengelolaan limbah B3 dimasa pandemi telah diatur dalam 3 tegulasi yaitu Surat MENLHK Nomor 167 tahun 2020 Tentang Pengelolaan Limbah B3 Medis pada Fasyankes Darurat Covid-19, Surat Edaran MENLHK Nomor 02 Tahun 2020, Serta Surat Dirjen PSLB3 Nomor 156 Tahun 2020 Tentang Pengelolaan Limbah B3 Masa Darurat Penanganan Covid-19.
Di SE MENLHK juga Nomor 2 Tahun 2020, misalnya, lanjut Vivien, pihaknya telah menetapkan prosedur kepada Rumah Sakit atau Faskes agar menjalakan prosedur pengelolaan limbah medis dengan limbah infeksius harus dikemas menggunakan kemasan warna kuning. Penyimpanan maksimal 2 hari pada suhu normal, serta memusnahan di fasilitas insenerator dengan suhu minimal 800 derajat atau melalui fasilitas autoclave dengan shredder yang kemudian harus dibakar.
KLHK juga mengatur bagaimana orang dalam pengawasan (ODP) di rumah tangga setelah merek menggunakan APD seperti masker atau sarung tangan.
Pengelolaan limbahnya, lanjut Vivien, diminta untuk di disinfeksi terlebih dahulu untuk kemudian dipotomg atau digunting dan dikemas tertutup.
"Memang ini yang agak berat ya kalau di rumah-rumah. Karena ada juga yang mereka tinggal di kampung. Karena limbah tersebut harus disampaikan ke lokasi pengumpulan yang ada di rumah sakit," kata Vivien.