Jakarta, Gatra.com - Pentolan grup band Dewa, Ahmad Dhani mengaku tidak keberatan jika pemerintah memberlakukan aturan asimilasi terhadap para napi mengingat meluasnya penyebaran dampak virus corona yang sudah mengancam Lapas dan sejumlah Rutan yang ada di Indonesia.
Dia menyebut masalah kemanusiaan menjadi prioritas utama, yakni mengenai pembebasan narapidana di tengah pandemi Covid 19. Dia pun tidak keberatan dan mendukung program asimilasi yang dicetuskan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly, sepanjang memenuhi aturan yang ada.
"Saya pernah mendapatkan perlakuan 'khusus' oleh Yasona sebagai tahanan politik. Tapi itu tidak mengaburkan objektivitas saya sebagai manusia yang berakal sehat dalam berasumsi. Saya mungkin masih sakit hati, tapi keputusan untuk melepas 30 ribu napi itu adalah keputusan yang tepat," kata Dhani, di Jakarta, Selasa (21/4).
Dhani mengatakan ada sejumlah alasan mengapa mendukung pembebasan napi terkait asimilasi dan integrasi pemerintah. Pertama, rutan dan lapas sudah over kapasitas, 300 sampai 400 persen.
"Jadi tidak mungkin diberlakukan social distancing di lokasi yang over capacity dan penuh sesak seperti itu," ujarnya.
Faktor lain kata Dhani, masalah penanganan kesehatan di rutan dan lapas tidak seperti di rumah sakit biasa yang tidak butuh birokrasi. Terlebih, didalam Lapas atau Rutan, dihuni ribuan orang dengan berbagai jenis penyakit.
"Jadi tahanan atau napi yang sakit asam lambung saja bisa tewas seketika hanya karena sibuk urus birokrasi dulu," ujarnya.
Dia pun meminta kepada Menteri Yasonna untuk melepas semua tahanan narkoba yang terbukti hanya pemakai. Menurutnya, mereka harusnya direhab, bukan di penjara karena akan menambah sesak rutan dan lapas.
"Apalagi selama ini isi dari hampir semua penjara yang ada kebanyakan para pemakai narkoba, harusnya mereka di rehab saja," tuturnya.
Terkait mantan napi yang kembali ditangkap, Dhani menganggap itu hanya sebagian dari margin of error yang berkisar 1 persen sampai 2 persen saja. Apabila ada 300 sampai 600 napi, mungkin hanya satu atau 2 saja yang melakukan kejahatan kembali dan itu dapat dimaklumi dalam ilmu statistik.
"Saya yakin 98 persen napi yang bebas itu lebih banyak manfaatnya untuk pandemi dari pada 98 persen dari mereka itu ada di dalam penjara," katanya.