Home Ekonomi Virus Corona, Gula dan Ketahanan Pangan

Virus Corona, Gula dan Ketahanan Pangan

Oleh: Budi Wiyono*)

SEJAK Presiden Joko Widodo bersama Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020 di Istana Merdeka, mengumumkan bahwa ada 2 warga negara Indonesia yang positif terkena COVID-19, masyarakat Indonesia mulai heboh. Kehebohan baru ini melengkapi kehebohan sebelumnya yaitu, kehebohan karena kenaikan harga gula di pasaran yang telah lebih dahulu naik secara drastis, bahkan harga eceran untuk gula konsumsi pada pertengahan bulan april 2020 ini sudah ada yang menembus angka Rp. 20.000/kg. Sepanjang Republik berdiri, belum pernah terjadi harga gula melambung sehingga mencapai kenaikan sebesar sekitar 60%, dari harga eceran/HET yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp.12.500 per kg menjadi Rp.19.000 – Rp. 20.000 per kg.

Faktanya, tahun ini Pemerintah sangat terlambat mengeluarkan ijin impor raw sugar bagi pabrik-pabrik gula, baik untuk kebutuhan gula industry maupun untuk kebutuhan gula konsumsi. Ijin Impor Raw Sugar yang seharusnya diterbitkan pada bulan Oktober/Nopember 2019 baru diterbitkan pada bulan Maret dan April 2020. Situasi ini telah dimanfaatkan oleh para pedagang (kartel) yang menguasai stock gula untuk dengan leluasa membentuk harga.

Ketahanan Gula Indonesia

Melihat posisi Neraca Gula saat ini, yang dari tahun ke tahun selalu defisit dan belum ada tanda2 perbaikan ke depan, harus menjadi perhatian kita semua untuk selalu memperbaiki dan meningkatkan produksi gula di dalam negeri. Untuk membenahi Industri Gula di Indonesia harus dilakukan secara komprehensive mulai dari hulu sampai ke hilir. Selama ini dan telah berlangsung berpuluh tahun bahwa setiap defisit dari neraca gula atau kekurangan supply gula nasional selalu ditutup dengan cara meng-import dari luar negeri, baik import berupa gula konsumsi rumah tangga yang langsung bisa di jual di pasaran untuk dkonsumsi maupun import berupa gula mentah (raw sugar), yang masih harus di proses lebih lanjut pada Pabrik Guna di dalam negeri.

Walaupun sebenarnya bisa di katakan bahwa mengimport raw sugar ”derajatnya” masih lebih tinggi dibandingkan dengan mengimport gula kristal putih atau gula konsumi. Karena apabila yang di import adalah raw sugar, masih ada nilai tambah yang akan di nikmati oleh perekonomian dalam negeri berupa proses pengolahan dari raw sugar menjadi gula konsumsi. Pabrik gula bisa berjalan melakukan produksi, karyawan pabrik bekerja, sehingga banyak nilai tambah yang bisa di hasilkan di dalam negeri. Hal ini tidak terjadi apabila yang di import berupa gula jadi, gula kristal putih atau gula konsumsi, karena selurug nilai tambah ada di luar negeri dan di dalam negeri tidak ada proses apapun sehingga tidak ada nilai tambah apapun. Namun keduanya sama saja, dengan mengimport gula mentah maupun gula jadi/gula konsumsi, keduanya menghabiskan devisa yang besar sekali.

Cara yang dilakukan seperti selama ini dengan cara meng-import dari luar negeri semestinga hanya boleh dilakukan untuk jangka pendek saja, sambil kita membenahi industri gula secara nasional, agar pada saatnya nanti Indonesia bisa swa sembada gula. Dengan pengalaman terjadinya COVID-19 yang terjadi hampir di sebagian besar negara di dunia saat ini, bisa dibayangkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan gula dengan cara meng-import pun juga telah mengalami kesulitan. Sebagian negara tempat asal gula harus di import juga melakukan kebijakan pembatasan kegiatan atau lock down terbatas atau lock down secara penuh untuk mencegah meluasnya COVID-19 pada masing2 negara mereka. Dengan demikian aktivitas bisnis pada pabrik gula, kegiatan bongkar muat pada pelabuhan muat di negara asal, transportasi pengapalan menuju Indonesia, semua mengalami gangguan, yang mengakibatkan jadwal rencana import gula yang telah di rencanakan bisa mundur dengan batas waktu yang masih belum bisa di pastikan.

Penyediaan Bibit Tebu Berkualitas

Membahas gula mulai dari hulu adalah membahas berapa luas areal lahan yang tersedia untuk menanam tebu, produktivitas, dilanjutkan dengan penyiapan bibit yang berkualitas, pemupukan dan cara pengolahan dan pngelolaan lahan dan tanaman tebu selama dalam proses tanam. Dalam bibit tebu yang berkualitas akan dihasilkan tebu yang berkualitas pula, yang bisa menghasilkan rendemen yang tinggi, yang pada akhirnya semua pihak baik petani tebu maupun Pabrik Gula akan bisa menikmati keuntungan yang optimal secara bersama2.

Tahun 2019 total luas lahan tebu berjumlah total sekitar 482 hektar, baik di pulau jawa maupun diluar pulau jawa. Secara lokasi sekitar 55% berada di pulau jawa dan sisanya sekitar 45% ada di luar jawa, sedangkan secara kepemilikan lahan tebu tersebut dibagi menjadi 3, yaitu dimiliki oleh perkebunan rakyat sebesar 60%, perkebunan besar swasta sebesar 24% dan perkebunan besar negara sebesar 16%.

Sedangkan menurut Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono, pemerintah menargetkan luasan perkebunan tebu Indonesia bisa mencapai 735.000 hektare (ha) pada 2029. Dengan luasan tersebut, Indonesia diprediksi bisa mewujudkan swasembada gula pada 2029. Pasalnya, dengan lahan perkebunan tebu seluas 735.000 ton, Indonesia diprediksi mampu memproduksi hingga 5,9 juta ton gula per tahun, sementara kebutuhan gula dalam negeri hanya mencapai 5,8 juta ton per tahun. Perluasan lahan perkebunan tebu ini akan difokuskan pada area di luar Jawa yang masih memungkinkan. Data menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 2011-2013, luasan kebun tebu di luar Pulau Jawa baru mencapai 169.536 ha, sedangkan pada tahun 2019 luas lahan tebu di luar jawa telah mencapai 201.178 ha, naik sekitar 19%.

Melihat data yang ada bahwa ternyata 60% lahan perkebunan tebu dimiliki/dikelola oleh rakyat/petani. Kalau kita ingin membenahi industri Gula dari sisi hulu, cara yang tepat adalah dengan cara membenahi pengelolaan lahan tebu milik petani, apalagi untuk kasus lahan perkebunan di wilayah Jawa Timur, lumbung gula Indonesia, hampir 90% lahan tebu adalah lahan tebu milik rakyat. Caranya bisa dilakukan mulai dari penyediaan bibit yang berkualitas pagi para petani tebu, pengelolaan tata cara tanam tebu dimulai dari tata cara pemupukan dan pengolahan lahan, sampai pada pengelolaan masa panen serta bertata niaga dengan pabrik gula agar petani tebu mendapatkan posisi yang wajar dari pabrik gula.

*) Penulis adalah Peneliti Berdikari Center