Jakarta, Gatra.com – Pemerintah menargetkan, tahun ini defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 akan berada di level 5,07 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka itu jauh lebih besar, dibandingkan target awal yang hanya sebesar 1,76 persen.
Besarnya defisit itu, tak lain karena tambahan anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk mengatasi dampak wabah Covid-19 di Indonesia. Baik dampak yang mengancam sisi kemanusiaan, maupun dari sisi perekonomian dalam negeri.
Meski begitu, pemerintah harus tetap berhati-hati dalam memutuskan pelebaran defisit. Sebab, jika pelebaran defisit terlalu besar, justru dapat merugikan investor Surat Berharga Negara (SBN) atau obligasi, yang mana saat ini jumlah investor SBN sangat banyak di Indonesia.
“Ini walking assumption, harapanya kita tidak mencapai sana. Karena ini akan menjadi sangat sensitif bagi investor obligasi pemerintah. Ini kita harus benar-benar hati-hati dan balance melihatnya, karena kalau ini melebar terlalu dalam itu akan menjadi backfire juga bagi keuangan pemerintah, karena kita banyak sekali investor surat berharga pemerintah,” jelas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu, di Jakarta, Senin (20/4).
Karenanya, pemerintah hanya menargetkan pelebaran defisit di atas 3 persen hanya akan terjadi selama tiga tahun saja, yakni pada 2020-2022 saja. Sedangkan pada 2023, defisit ditargetkan untuk kembali lagi pada batasannya, di bawah 3 persen, seperti yang ditetapkan pada Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020.
“Pemerintah ingin memberikan kepastian, ingin memberikan kepercayaan kepada investor kita. Bahwa kita akan berusaha keras, supaya misalnya kalau pun mentok 5,7 persen tahun ini, tahun depan kita mentoknya 4 persen, tahun depanya kita mentoknya 3 persen,” kata Febrio.