Jakarta, Gatra.com - Direktur Said Aqil Siradj (SAS) Institute, M. Imdadun Rahmat, mengharapkan agar lahirnya Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) dapat menjadi solusi pemulihan ekonomi Indonesia yang terdampak pandemik global virus corona atau covid-19.
Mengingat wabah covid-19, berdasarkan APBN 2020, proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional turun dari 5,3% menjadi hingga 2,3% dalam skenario dampak berat. Bahkan bisa mencapai minus 0,4% untuk skenario sangat berat.
Akibatnya, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). Dia menilai, jumlah pengangguran akan meningkat hingga lebih 5,23 juta orang untuk skenario sangat berat.
"Itu masuk akal. Kasat mata sudah terlihat, PHK naik tajam, pengangguran otomatis meningkat. APBN kita berdarah-darah untuk menangani covid-19 dan program jaring pengaman sosial agar rakyat kecil tetap bisa makan," kata Imdadun dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (17/4).
Imdadun mengatakan, dengan kondisi yang terus terjadi di berbagai daerah, sebagai dampak langsung pandemik covid-19, Omnibus Law diharapkan bisa menjadi solusi, terutama untuk memudahkan investasi setelah covid-19 berakhir.
“Indonesia ini iklim investasinya terkenal buruk. Recovery ekonomi pasca covid-19 sangat berat. Jadi secara teoritis, ya bisa jadi jawaban," ujarnya.
Dikatakan, RUU Ciptaker dirancang untuk memberikan kemudahan dan perlindungan UMKM (usaha menengah kecil dan mikro) serta koperasi, kemudian untuk meningkatkan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha, dan peningkatan serta perlindungan kesejahteraan pekerja.
"Kita berharap RUU ini dibahas dengan sungguh-sungguh, memperhatikan kepentingan semua pihak termasuk pekerja, dan digunakan dengan benar ke depannya," katanya.
Dia menilai, jika pandemi berlanjut hingga Juli, jumlah pekerja yang di-PHK akan semakin membesar. Kualitas kehidupan masyarakat dengan sendirinya terus merosot. Hak untuk hidup layak masyarakat juga sulit terpenuhi.
"Banyak perusahaan gulung tikar atau setidaknya berhenti sementara. Yang memprihatinkan, korban terbesarnya UMKM yang memang tidak memiliki cadangan modal kuat. Oleh karena itulah, birokratisasi dan ekonomi biaya tinggi harus dikurangi," tegasnya.
Selain itu, aturan tentang membangun usaha, perizinan, investasi, aturan kerja, dan pajak perlu diperbaiki. Jika tidak, bisa dipastikan pemerintah dan swasta akan sangat kesulitan keluar dari resesi ekonomi akibat pandemi.
"Banyak persoalan muncul karena aturan-aturan lama tumpang tindih, birokratis, mahal, dianggap menyulitkan wirausahawan yang mau membangun usaha, dan lain sebagainya. Bertahan begini terus, tanpa terobosan, akan sulit. Secara common sense kita dapat melihat ini, tidak hanya ahli ekonomi," katanya.
Dia meminta masyarakat untuk terus memantau, pemerintah dan DPR saat pembahasan RUU tersebut dan memberikan masukan-masukan.
"Kelompok-kelompok masyarakat pun mau memberi masukan objektif, konstruktif dalam kerangka kepentingan bangsa. Tidak kalah penting mengingatkan bahwa wajib menyediakan lapangan kerja. Itu hak rakyat yang harus dipenuhi negara," ujarnya.