Cilacap, Gatra.com – Ribuan penghayat kepercayaan, penganut Kejawen dan pelestari adat di Kabupaten Cilacap, terutama keturunan tak bisa menggelar tradisi Punggahan jelang Ramadan tahun ini.
Tetua Adat Anak Putu Kalikudi, Kunthang Sunardi mengatakan punggahan yang biasanya diikuti oleh belasan ribu anak putu dari berbagai daerah di Panembahan Banokeling, Pekuncen, Jatilawang, Banyumas, resmi ditiadakan.
Sebagai gantinya, anak putu Kalikudi dan keturunan penambahan Banokeling di Kalikudi, Adiraja dan Daunlumbung mengirimkan bahan mentah untuk sajen atau persembahan untuk ritual punggahan yang digelar terbatas.
“Libur ya. Karena kemarin ada pemberitahuan dari Jatilawang, tidak ada kegiatan apapun. Kemudian dari pemerintah juga ada aturan untuk tidak ada kegiatan apapun,” katanya, Kamis (16/14).
Dia menjelaskan, sajen itu nanti akan diikutsertakan dalam ritual punggahan yang hanya diikuti oleh enam atau tujuh orang di Pekuncen, pada Kamis malam hingga Jumat malam pada tanggal 16-17 April. Ketujuh orang tersebut terdiri dari Kiai Kunci Panembahan Banokeling, bahu kanan dan kiri, serta prabang.
“Diikutinya oleh kiai kunci. Kemudian bahu kanan kiri dan prabang. Sekitar enam orang,” ujarnya.
Kunthang mengemukakan, ritual lampah atau jalan kaki sekitar 25 kilometer dari Cilacap yang biasanya diikuti oleh ribuan orang juga ditiadakan. Sebagai gantinya, para kiai kunci atau utusan mengirimkan sajen.
Tetapi, untuk menjaga segala kemungkinan, sajen tidak dikirimkan sampai ke Pekuncen, melainkan hanya sampai di Tugu Budin, Kesugihan, Cilacap. Di Tugu Budin, Sajen dijemput oleh utusan Kiai Kunci Penembahan Banokeling dan dibawa ke Pekuncen, Jatilawang, Banyumas.
“Akhirnya seperti di sini, Kalikudi, Pasemuan Lor dan Pasemuan Kidul, Adiraja, Daun Lumbung, itu iuran selamatan sedikit. Ya nanti untuk bahan sajen saja. Itu pun orangnya tidak sampai ke sana. Itu dijemput di Patung Budin,” jelasnya.