
Jakarta, Gatra.com – Tidak semua masyarakat menyurutkan niatnya untuk mudik atau pulang ke kampung halaman jelang Idulfitri 1441 Hijriyah atau 2020 Masehi, meski pemerintah telah mengimbau agar tidak mudik saat pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid)-19.
Direktur Riset Katadata Insight Center (KIC), Mulya Amri, di Jakarta, Kamis (16/4), menyampaikan, hasil survei yang dilakukan pihaknya, menunujukkan bahwa sebanyak 12% dari 2.437 responden di 34 provinsi, menyatakan ingin mudik.
Menurut Mulya, meski angkanya hanya 12%, atau terlihat relatif kecil, namun mengingat jumlah pemudik sebesar 18,3 juta orang pada tahun 2019 kemarin, maka pada tahun 2020 jumlah pemudik diperkirakan bisa mencapai 3 juta orang.
"Ini adalah jumlah yang sangat besar mengingat sedang berlangsungnya pandemi corona," ujar Mulya dalam keterangan pers.
Sedangkan sebagian besar responden dalam survei ini, yakni sebesar 63%, menyatakan tidak akan mudik Lebaran pada tahun ini. Sejumlah 21% belum mengambil keputusan dan 4% lainnya sudah pulang kampung.
Mereka yang sudah mudik lebih dahulu, mahasiswa atau pelajar adalah kelompok dominan sebesar 39,4%, diikuti karyawan swasta 23,1%. Mereka yang sudah mudik lebih dahulu meninggalkan domisilinya pada periode 1-5 Maret 2020 dan mencapai puncaknya pada periode 16-20 Maret 2020 saat Presiden mengeluarkan seruan untuk belajar, bekerja, dan beribadah di rumah.
"Selain mahasiswa dan karyawan swasta, cukup banyak pedagang kecil atau kaki lima, karyawan toko, warung makan, dan buruh pabrik yang sudah mudik lebih awal," ungkapnya.
Kembali soal masyarakat yang berniat tetap mudik saat pandemi Covid-19, lanjut Mulya, kelompok terbanyak adalah pegawai swasta sebesar 35,6%, PNS atau ASN 23,4%, dan pelajar atau mahasiswa 11,0%.
Sesuai hasil survei, hampir semua atau 96,1% dari responden yang akan mudik menyatakan akan menemui kerabat di kampung halaman yang berusia di atas 45 tahun, usia yang disebut Institut Eikjman sebagai kelompok rentan di Indonesia jika tertular corona.
Adapun tujuan para calon pemudik dari Jakarta terbanyak akan ke Jawa Tengah sebesar 35,0%, Jawa Barat 18,3%, dan Jawa Timur 11,7%. Sementara itu, pemudik asal Jawa Barat terbanyak menuju ke Jawa Tengah dan kota atau kabupaten lain di Jawa Barat.
Sedangkan pemudik dari Jawa Tengah cenderung mudik antarkabupaten atau kota di provinsi tersebut. Para calon pemudik ini cenderung menggunakan kendaraan pribadi sebesar 47,3% dan pesawat terbang.
Mulya menyampaikan, survei prilaku ini dilakukan secara daring pada 29-30 Maret 2020, sebelum Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan di Jakarta dan sebelum Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan larangan mudik bagi pegawai negeri sipil (PNS), anggota TNI atau Polri pada 9 April 2020. Sedangkan terhadap masyarakat lainnya, pemerintah hanya mengimbauan agar tidak mudik.
Mengingat larangan hanya diberlakukan kepada PNS, serta anggota Polri dan TNI, Mulya menekankan pentingnya untuk memperhatikan mereka yang menyatakan bakal tetap mudik serta mereka yang belum mengambil keputusan.
"Pemerintah pusat dan daerah perlu memberi perhatian pada daerah-daerah tujuan mudik ini," kata Mulya.
Menurut Indeks kerentanan provinsi terhadap Covid-19 yang diluncurkan Katadata tanggal 3 April 2020, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur termasuk provinsi yang sangat rentan corona, namun memiliki kapasitas layanan kesehatan yang terbatas.
Mulya melanjutkan, responden yang menyatakan tidak mudik, 54,6% menyatakan keputusan itu diambil karena mengikuti imbauan pemerintah untuk tidak mudik demi mencegah penyebaran corona serta 30,2% karena takut jika kepulangan mereka akan ikut membawa virus.
"Ini menunjukkan bahwa seruan pemerintah cukup efektif didengar masyarakat, sehingga pesan ini perlu terus disampaikan dengan cara-cara yang tepat," ujar Mulya.
Dari analisis lanjutan terhadap hasil survei, diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keinginan mudik adalah jenis kelamin, usia, tingkat pendapatan, dan persepsi relijiusitas. Mereka yang berjenis kelamin laki-laki, berusia muda, berpenghasilan menengah-rendah (SES atau status sosial ekonomi C, D, E) dan mempersepsikan diri sebagai relijius cenderung memilih untuk tetap mudik, sudah mudik duluan, atau belum memutuskan.
Menurut Mulya, kelompok muda dan berpenghasilan rendah juga rentan mengalami penurunan pendapatan dan bahkan pemutusan hubungan kerja (PHK) di masa krisis ini, apalagi kalau bekerja di sektor-sektor yang memerlukan interaksi tatap muka dengan pelanggan.
"Meskipun imbauan dari pemerintah untuk tidak mudik cukup efektif bagi sebagian orang, namun tidak ada artinya bagi mereka yang kehilangan pendapatan akibat corona," ungkapnya.
Oleh karena itu, lanjut Mulya, penting bagi pemerintah untuk segera merealisasikan berbagai program jaring pengaman sosial, seperti Bansos, Kartu Prakerja, dan lain-lain untuk mengurangi kemungkinan orang mudik karena kehilangan penghasilan di kota besar.
Survei mengenai mudik ini dilakukan secara online oleh Katadata Insight Center dan berhasil menjaring 2.347 responden pengguna internet di Tanah air, dari kelompok usia 17-29 tahun sebesar 37,8%, 30-40 tahun 30,3%, 41-50 tahun 24,0%, 51-60 tahun 6,7%, dan di atas 60 tahun 1,2%.
Untuk perbandingan jenis kelamin perempuan dan laki-laki dalam survei ini 53:47. Dari segi status sosial ekonomi (SES), responden terbanyak memiliki status C, D, E sejumlah 42,6%, disusul A 33,0%, dan B 24,4%.