Jakarta, Gatra.com - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) meminta tiga perusahaan plat merah untuk memproduksi alat bantu pernapasan atau ventilator. Ketiga perusahaan tersebut antara lain PT LEN (Persero), PT Pindad (Persero), PTDI (Persero).
Menteri BUMN, Erick Thohir berpendapat bahwa keberadaan ventilator sangat penting dalam penanganan Korona. Selain itu, pihaknya juga menunjuk PT Indofarma untuk menyerap dan mendistribusikan produksi ventilator dari ketiga BUMN yang bergerak di sektor industri pertahanan tersebut.
Dia menyampaikan hal tersebut pada kunjungannya atas finalisasi persiapan sebagai RS Khusus Infeksi dan Laboratorium PCR di RS Pertamina Jaya. Pada kesempatan itu, hadir juga perwakilan dari BKF dan Kementerian Kesehatan.
Baca juga: Pertamina Siapkan Rumah Sakit Darurat dan Rujukan Covid-19
"Hari ini, mudah-mudahan juga apa yang dilakukan para pembuat ventilator lokal dari UI, BPPT, ITS, ITB, Balitbang ESDM dan beberapa perusahaan swasta nasional yang akan disinergikan dengan industri pertahanan kita," ujarnya, Jakarta, Kamis (16/4).
Erick menilai ketergantungan bahan baku obat dan alat kesehatan Indonesia dari luar negeri menjadi persoalan bagi bangsa ketika terjadi situasi yang tidak biasa, terutama saat pandemi Korona. "Seperti yang Presiden sampaikan, kita tidak bisa bergantung pada luar negeri, karena negara kita sangat besar. Saat ini, 90 persen bahan baku untuk industri obat kita dari luar negeri, demikian juga alat kesehatan, mayoritas dari luar negeri," jelasnya
Erick mengaku, saat ini dirinya berupaya mengikis ketergantungan impor bahan baku obat dan alat kesehatan dengan mendorong produksi lokal. Bahkan di beberapa kesempatan, ia sudah berkali-kali menyampaikan, bahwa BUMN harus bisa mewujudkan food security (ketahanan pangan), energy security (ketahanan energi), dan health security (ketahanan kesehatan).
"Kalau hari ini kita impor 90 persen, tahun depan 70 persen, tahun depannya lagi 50 persen. Saya tidak anti impor, ada beberapa yang tidak bisa dilakukan, tapi yang kita bisa lakukan, harus bisa dilakukan," tambahnya.
Kementerian BUMN mulai melakukan konsolidasi penguatan ketahanan kesehatan dengan menggabungkan sekitar 70 rumah sakit milik BUMN. Hal serupa juga diterapkan pada BUMN-BUMN yang bergerak di bidang farmasi. Konsolidasi RS BUMN saat ini mampu menghasilkan 2.375 kamar yang siap melayani pasien Korona.
"Tidak di situ saja, dari (BUMN) farmasi juga kita gabungkan. Yang sedang kita review adalah, bagaimana ini bisa menjadi supply chain dengan RS BUMN ke depan," tegasnya.
Mantan Presiden Inasgoc ini menilai sudah saatnya Indonesia serius mendorong ketahanan kesehatan dengan membuat bahan baku obat dan alat kesehatan sendiri. Dengan begitu, kata Erick, Indonesia tak perlu selalu melakukan impor untuk bahan baku obat dan alat kesehatan.
Lebih lanjut, dia menyebut bahwa pandemi Korona merupakan sebuah momentum bagi bangsa untuk bergotong royong. Ia tak menampik besarnya tantangan dalam mewujudkan industri nasional, namun hal itu bukan berarti mustahil dilakukan.
"Saya berharap Kementerian BUMN terus bersinergi dengan kementerian lainnya, kita tidak boleh punya ego sektoral," pungkasnya.