Dhaka, Gatra.com – Puluhan warga etnis Rohingya tewas di kapal yang terombang-ambing selama berminggu-minggu, setelah mereka gagal mencapai Malaysia, kata petugas penjaga pantai Bangladesh pada hari Kamis.
Dikutip Reuters, Kamis (16/4), dari jumlah keseluruhan yang berhasil diselamatkan ada 382 orang lainnya.
Sebuah kelompok hak asasi manusia yang minoritas Muslim di Myanmar mengatakan bahwa banyak kapal yang mengangkut warga etnis Rohingya namun terombang ambing di laut, akibat pengucian yang terjadi di Malaysia dan Thailand akibat virus corona, sehingga mempersulit mereka mencari perlindungan.
Penjaga pantai Bangladesh mengatakan bahwa kapal yang mengangkut warga Rohingya dibawa ke pantai Rabu malam.
"Mereka berada di laut selama sekitar dua bulan dan kelaparan," kata salah satu pejabat penjaga pantai mengatakan kepada Reuters dalam sebuah pesan.
Seorang pejabat mengatakan 382 orang yang selamat di kapal itu akan dikirim ke Myanmar.
Dalam sebuah rekaman video menunjukkan kerumunan sebagian besar wanita dan anak-anak, beberapa di antaranya bertubuh kurus kering dan ada yang tidak mampu lagi berdiri, hanya di boyong ke pantai. Seorang lelaki kurus berbaring di pasir.
Seorang pengungsi lainnya mengatakan kepada wartawan bahwa mereka telah kembali dari Malaysia tiga kali.
Diketahui selama ini etnis Rohingya tidak diakui sebagai warga negara Myanmar, yang mayoritas beragama Buddha dan terjadi penganiayaan. Myanmar membantah menganiaya etnis Rohingya dan mengatakan mereka bukan kelompok etnis asli, tetapi berimigrasi dari Asia Selatan.
Lebih dari satu juta warga etnis tinggal di kamp-kamp pengungsi di Bangladesh selatan, mayoritas mereka telah diusir dari rumah mereka di Myanmar setelah penumpasan militer tahun 2017. Mereka menjadikan alasan tentara melakukan penganiyaan karena menganggap kaum etnis ini sebagai pemberontak.
Selama bertahun-tahun ini, Rohingya hanya bisa tinggi di atas kapal dan berusaha mencari suaka sebagai tempat perlindungan di Asia Tenggara. Mereka melakukan perjalanan biasanya saat musim kemarau, antara bulan November dan Maret, ketika laut tenang.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia khawatir adanya pembatasan di sejumlah negara akibat penyebaran virus corona sehingga menyebabkan terulangnya krisis pada 2015, ketika terjadi penumpasan lagi oleh Thailand karena mereka dianggap penyelundupan manusia.
Direktur Proyek Arakan, Chris Lewa meyakini ada beberapa kapal lagi juga akan terdampar.
"Rohingya mungkin menghadapi perbatasan tertutup yang didukung oleh narasi publik xenophobia," katanya dalam sebuah pesan.
“COVID-19 tidak dapat dijadikan alasan untuk menolak akses ke wilayah bagi pengungsi yang putus asa. Krisis maritim lain di Laut Andaman seperti tahun 2015, tidak dapat diterima, ” tambahnya.
Seorang pejabat polisi di negara bagian Kedah Malaysia mengatakan kepada Reuters bahwa beberapa kapal lainnya berusaha mencapai pantai karena pemantauan telah ditingkatkan.
Seorang pejabat polisi di Thailand selatan juga mengatakan lima kapal yang membawa Rohingya telah ditemukan di lepas pantai provinsi Satun pada Senin malam. Tidak mungkin hal ini dikonfirmasi secara independen.