Home Politik Sebulan Corona Yogya: Antara PSBB & Potensi Daerah Istimewa

Sebulan Corona Yogya: Antara PSBB & Potensi Daerah Istimewa

Yogyakarta, Gatra.com - Selama 30 hari, Covid-19 telah menjangkit 62 orang di Daerah Istimewa Yogyakarta. Enam pasien positif dan 14 pasien dalam pengawasan (PDP) dalam proses tes telah meninggal.

Termutakhir, tiga bayi usia 10 hari, 9 bulan, dan 1 tahun, berstatus PDP dilaporkan meninggal. Dugaan paparan lebih besar lagi, yakni mencakup 581 PDP dan 3.652 orang dalam pemantauan (ODP).

Transmisi lokal dan penularan berkelanjutan diduga telah terjadi, meski ditampik Pemda DIY. Penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) belum diajukan. Kekuatan budaya dan status istimewa DIY punya potensi mengatasi pandemi.

Di jalanan, kepatuhan atas protokol kesehatan, terutama untuk bertahan di rumah, terasa mengendur beberapa hari ini. Lalu lintas di beberapa kawasan mulai ramai dan aktivitas niaga mulai muncul lagi.

“Malioboro memang belum seramai hari-hari biasa, tapi lebih ramai daripada minggu lalu. Dua minggu kemarin sepi,” ujar Nurhadi, 42 tahun, warga Kabupaten Sleman yang berkendara dari rumahnya menyusuri pusat Kota Yogyakarta itu.

Pemandangan serupa juga terlihat di sejumlah kawasan di Kabupaten Bantul. Di jalur lintas kabupaten Ring Road Selatan, dari perempatan Kasihan, sekitar Terminal Giwangan, hingga ruas Imogiri Timur, jalanan tak lagi lengang.

Baca Juga: Sebulan Corona Yogya: Gunung Es Masalah & 2 Gelombang Baru

Di sekitar kampus Institut Seni Indonesia, Sewon, warung buka dan pedagang keliling tampak berjualan. Warga pun terlhat sudah lalu lalang dengan sepeda motor kendati tetap mengenakan masker.

“Orderan masih sepi, tapi memang jalan-jalan mulai ramai lagi. Antrean lampu merah juga udah harus nunggu. Kemarin-kemarin cepet,” kata Untoro, 38 tahun, tukang ojek online dari Pajangan, Bantul.

Kondisi tersebut rupanya dirasakan dan menjadi perhatian Pemda DIY. Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menyebar pesan supaya warga tetap waspada menghadapi Covid-19, Selasa (14/4).

“Kini adalah saat yang tepat untuk mawas diri, apakah kita cuma mementingkan diri sendiri ataukah migunani tumraping liyan (berguna bagi sesama)?” ujar dia.

Sebelumnya, Sultan juga berpidato selaku Raja Keraton Yogyakarta pada 23 Maret 2020. Saat itu, Sultan meminta warga calm down atau menenangkan diri dan menolak lockdown atau menutup wilayah. Kendati kemudian istilah lockdown digunakan di kampung-kampung di DIY untuk membatasi akses masuk pendatang.

Pemda DIY memang telah menetapkan status tanggap darurat. Status ini diiringi berbagai langkah pencegahan seperti pembatasan sosial, pengadaan sarana medis dari rumah sakit rujukan sampai alat pelindung diri, hingga realokasi APBD.

Baca Juga: Pemda DIY Calm Down, Kampung Ramai-ramai Lockdown

Namun langkah-langkah itu belum cukup kuat menahan laju peningkatan kasus Covid-19. Usai rapat dengan DPRD DIY Selasa lalu, Sultan toh menyatakan belum mengajukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ke pemerintah pusat, seperti telah ditempuh DKI Jakarta.

Menurutnya, syarat PSBB harus ada lonjakan kasus dan transmisi lokal. “Tapi di DIY tidak seperti itu. Kalaupun kita ajukan, belum karuan disetujui pusat,” kata Sultan sambil mencontohkan Kota Palangka Raya yang mengajukan PSBB dan ditolak pemerintah.

PSBB merupakan pembatasan aktivitas penduduk di suatu wilayah yang terpapar wabah Covid-19 sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020. Syaratnya, kasus dan kematian meningkat signifikan, wabah menyebar cepat, dan terjadi tranmisi lokal.

Juru Bicara Pemda DIY untuk Penanganan Covid-19 Berty Murtiningsih menyatakan transmisi lokal belum terjadi di DIY. Semua kasus Covid-19 berasal dari luar DIY atau didapat warga DIY sepulang dari wilayah terpapar. “Selama masih ada keterkaitan dengan kasus positif yang diperoleh dari kasus impor, belum dikatakan transmisi lokal,” ujar dia.

Pakar penularan penyakit Universitas Gadjah Mada Riris Andono Ahmad berpandangan kasus Covid-19 di DIY meningkat secara eksponensial, terjadi penularan berkelanjutan, dan terjadi transmisi lokal.

Baca Juga: Sultan: Kalaupun DIY Ajukan PSBB, Pusat Belum Tentu Setuju

“Melihat kurva outbreak dan ada peningkatan eksponensial, itu indikasi terjadi transmisi lokal. Kalau penularan dari generasi 1 ke 2 mungkin kecil, bisa dipotong. Tapi kalau (penularan) sudah beranak pinak sebenarnya sudah terjadi penularan berkelanjutan,” ujar dia.

Doni menjelaskan DIY memang terbukti mampu menghadapi situasi darurat saat bencana lewat kekuatan modal sosial warga. Namun situasinya lebih kompleks saat yang dihadapi situasi darurat karena wabah.

“Jadi ujung tombaknya tetap sistem kesehatan yang harus terkoordinasi dengan baik,” kata Doni, sapaan dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM ini.

Jika berkaca dari negara lain, penanganan Covid-19 tak cukup mengandalkan kepemimpinan yang kuat dan modal sosial-kultural--dua ciri yang dianggap telah dimiliki DIY. “Penentunya sistem informasi dan strategi komunikasi yang baik atas risiko Covid-19. DIY tak sebaik itu sistem informasinya,” ujar Doni.

Kendati demikian, ketimbang harus PSBB, Doni menekankan pentingnya penerapan aturan di lapangan dan penegakan hukum menghadapi Covid-19. Sebab Indonesia telah memiliki undang-undang penanganan wabah. “Semua aturan mesti ada law enforcment (penegakan hukum). Tinggal seberapa serius implementasinya,” ujarnya.

Baca Juga: Jalanan Mulai Ramai, Raja Yogyakarta Minta Warga Tak Egois

Wakil Ketua Muhammadiyah Covid-19 Command Center PP Muhammadiyah Ahmad Muttaqin Alim sepakat DIY menerapkan PSBB. “Kalau mau sempurna ya lockdown. PSBB sebenarnya masih membuka peluang orang berinteraksi di luar rumah. Apalagi DIY belum PSBB, pintu penularan masih terbuka,” tutur pakar kesehatan bencana itu.

Alim menyatakan, pencegahan Covid-19 tak harus menunggu jumlah kasus dan kematian tertentu. Apalagi semakin lama penularan berlangsung, semakin panjang pula efek ekonomi dan sosialnya.

Menurut Alim, selama ini masyarakat DIY kuat dalam laku prihatin, kepedulian sosialnya tinggi, dan punya karater sebagai aktivis. Tiga karakter ini modal besar yang siap digerakkan dalam menghadapi pandemi.

Sinergi Pemda DIY dan kelompok masyarakat madani juga baik. “Kekuatan ini tinggal siapa yang mampu menggerakkan," ujarnya.

Namun tantangannya, saat pandemi, kondisi krisis terus berjalan. Seberapa lama ketangguhan warga masih harus diuji. Pengalaman menghadapi pandemi pun belum ada.

Sementara, kondisi ekonomi selama ini dianggap menjadi soal utama masyarakat. Di sisi lain, Pemda DIY terjebak pada syarat administrasi, termasuk dalam pengajuan PSBB.

Padahal sisi kultural dan status keistimewaan bisa menjadi celah. “DIY itu istimewa, apakah ahli hukum bisa mencari peluang dalih keistimewaan untuk menghadapi Covid-19? Apakah dana keistimewaan bisa menjadi jaring pengaman ekonomi?” kata dia.

941