Semarang, Gatra.com - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) meminta pemerintah memberikan kompensasi untuk bagi pengusaha dan sopir transportasi umum yang terkena dampak pandemi Virus Corona atau Covid-19.
Menurut Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI pusat, Djoko Setijowarno, adanya wabah Covid-19, jam operasional transportasi umum berkurang sehingga mengganggu penghasilan bulanan manajemen dan awak kendaraan.
Kondisi ini membuat penumpang berkurang sehingga pemerintah agar memberikan program recovery bagi bisnis transportasi umum, seperti angkutan bus antar kota antar provinsi (AKAP), angkutan travel atau angkutan antar jemput antar provinsi (AJAP), taksi regular (konvensional), angkutan bus pariwisata, angkutan kota.
“Jangan sampai nantinya bisnis angkutan umum gulung tikar. Minimal setiap pekerja transportasi umum mendapat bantuan bulanan setara upah minimum kabupaten/kota (UMK) salama tiga hingga enam bulan ke depan. Setiap bulan dapat dievaluasi,” katanya, Rabu (8/3).
Lebih lanjut Djoko, menyatakan pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11 /POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Namun, regulasi tersebut tidak berpihak pada pengusaha angkutan umum, sehingga tidak memberikan solusi aman bagi keberlangsungan bisnis transportasi umum.
OJK, lanjutnya, tidak perlu membatasi debitur dengan fasilitas kredit Rp10 miliar yang berhak mendapatkan bantuan dampak Covid-19.
"Pengusaha transportasi umum hanya meminta penundaan kewajiban, bukan meminta tidak membayar hutang. Jadi hilangkan saja batasan Rp 10 miliar itu, jika pemerintah benar-benar berpihak pada bisnis transportasi umum,” ujarnya.
Seharusnya, sambung dosen Universitas Katolik (Unika) Soegiyapranata Semarang ini tidak ada batasan, karena yang pinjaman besar, juga makin besar risikonya.
Usaha angkutan umum merupakan usaha pendapatan harian, yang disisihkan sebagian untuk mengembalikan angsuran setiap bulan.
Pemerintah, jangan terlalu berpihak dan memikirkan kelanggengan bisnis transportasi online yang sesungguhnya sekarang ini mitranya sudah membebani negara dan masyarakat.
“Para pengusaha transportasi umum saat ini cukup dipusingkan memikirkan nasib pekerja yang harus diputus hubungan kerja (PHK). Untuk itu perlu mendapatkan nafas supaya dapat mempertahankan usahanya,” kata Djoko.