Jakarta, Gatra.com – Kekurangan Alat Pelindung Diri (APD) untuk kebutuhan paramedis yang menangani pasien Covid-19 , baik yang berstatus Pasien Dalam Pengawasan (PDP) maupun yang positif, masih terjadi dimana-mana.
Meski saat ini APD mulai tersedia di pasaran, namun tidak semua APD sesuai standar kesehatan penanganan Covid-19 dan bahkan harganya tidak wajar.
Anggota DPR RI Fraksi PKB Marwan Jafar mengatakan, sampai saat ini APD masih sangat dibutuhkan kalangan paramedis di banyak rumah sakit dan tempat layanan kesehatan para pasien Covid-19.
Pembuatan APD kata Marwan, tidak bisa sembarangan, memerlukan desain dan berbahan khusus. Terlebih untuk APD pakaian hazmat yang harus memenuhi kriteria atau standar yang ditetapkan WHO sebagai badan kesehatan dunia yang punya otoritas termasuk kostum khusus tersebut.
Oleh karena itu, Mantan Menterti Desa-PDTT ini mendorong, sejumlah kementerian untuk saling berkolaborasi memproduksi APD yang sesuai dengan standar.
Kemendikbud misalnya bisa mengkoordinasi perguruan tinggi dan sekolah kejuruan se-Indonesia yang memiliki program studi dan jurusan tata busana. Kemudian berkolaborasi dengan Kementerian Perindustrian, Perdagangan serta Koperasi-UKM saling bersinergi terkait kemudahan mengakses bahan baku.
““Karena proses pembuatan tak mudah, perlu pengerahan dan pelibatan para mahasiswa tata busana, desainer, sekolah kejuruan serta lembaga dan instansi terkait. Tak kalah penting, ketersediaan dan kewajaran harga bahan baku pakaian APD belakangan ini tiba-tiba sulit didapat dan selangit harganya,” katanya melalui pernyataan tertulisnya, Rabu (8/4).
Kolaborasi tersebut kata dia, selain untuk bisa membuat APD sesuai standar juga bisa mudah mendapatkan bahan baku, semisal spoundbond, semi plastik dan lain-lain dengan harga wajar, dan lebih mudah.
“Hal ini juga bisa menjadi peluang membuka lapangan kerja dan peluang kerja baru para para pekerja lepas terdampak Corona," imbuhnya.
Ia mendorong pembuatan APD sesuai dengan stadar, sebab, sudah ada masukan dari beberapa daerah mulai ditemukan produksi APD yang cukup massal oleh para spekulan, tidak sesuai standar WHO dan kemudian menjualnya dengan harga yang tidak wajar.
“Dengan memproduksi APD standar WHO juga bakal membawa dampak positif berganda. Mulai dari melatih para mahasiswa generasi muda menciptakan lapangan kerja, menumbuhkan kegotongroyongan profesi, mendorong penguatan industri kecil nasional, memperkokoh pasar perdagangan dalam negeri serta memacu pelaku UMKM bersaing secara sehat,” tandasnya.