Pandemi virus corona berimbas negatif bagi pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia. Sejumlah analis ekonomi dunia hanya berani memperkirakan ekonomi dunia tumbuh 1% hingga 2%. IMF meminta negara-negara melonggarkan kebijakan moneter dan fiskalnya untuk menghadapi pagebluk.
Para pemimpin dunia yang tergabung dalam KTT Luar Biasa G20, menyatakan komitmennya mengutamakan perlindungan nyawa manusia dalam perang melawan COVID-19. KTT Luar Biasa G20 yang diselenggarakan tahun ini juga berbeda. Pertemuan yang dipimpin oleh Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud dari Arab Saudi diadakan secara virtual. Langkah ini ditempuh, mengingat dunia sedang dilanda wabah atau pagebluk.
"Kami berkomitmen untuk mengambil semua tindakan kesehatan yang diperlukan dan berusaha memastikan adanya pendanaan yang mumpuni untuk meredam pandemi ini dan melindungi masyarakat, terutama mereka yang kondisinya rentan," demikian pernyataan Raja Salman.
Pandemi virus corona yang sedang melanda hampir seluruh negara di dunia, disebut dalam KTT Luar Biasa G20 sebagai pengingat bahwa dunia saling terhubung. Maka dibutuhkan transparansi, soliditas, koordinasi, dan upaya ilmiah untuk merespons corona.
Ada enam komitmen para pemimpin negara-negara makmur di dunia ini. Pertama, melindungi nyawa. Kedua, melindungi pekerjaan dan pemasukan masyarakat. Ketiga, mengembalikan kepercayaan, menjaga stabilitas finansial, membangkitkan pertumbuhan, dan segera pulih lebih kuat.
Keempat, meminimalkan disrupsi rantai perdagangan dan suplai global. Kelima, menyediakan bantuan ke semua negara yang membutuhkan. Keenam, berkoordinasi pada aksi kesehatan masyarakat dan finansial.
Pemimpin dunia yang ikut dalam KTT Luar Biasa G20, satu di antaranya Presiden Joko Widodo. Ia hadir secara virtual dari Istana Bogor, ditemani Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Hadir pula pemimpin dunia lainnya, seperti Presiden Argentina Alberto Fernández, Perdana Menteri (PM) Australia Scott Morrison, Presiden Brazil Jair Bolsonaro, PM Kanada Justin Trudeau, Presiden Republik Rakyat Cina Xi Jinping, Presiden Prancis Emmanuel Macron, Kanselir Jerman Angela Merkel, PM India Narendra Modi, PM Italia Giuseppe Conte, dan PM Jepang Shinzō Abe.
Selain itu, ada Presiden Meksiko Andrés Manuel López Obrador, Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in, Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan, PM Inggris Boris Johnson, Presiden Amerika Serikat Donald Trump, dan Presiden Uni Eropa Charles Michel.
Pertemuan ini juga diikuti oleh perwakilan dari WHO, IMF, Bank Dunia, dan PBB. IMF dan Bank Dunia ikut bergabung terkait dukungan finansial dan koordinasi bank sentral seluruh dunia.
IMF sebelumnya telah melakukan pertemuan dengan para menteri keuangan dan bank sentral dari kelompok G20. Pertemuan itu menyepakati perlunya solidaritas di seluruh dunia. Managing Director IMF, Kristalina Georgieva, juga menyambut baik aksi fiskal luar biasa yang diambil banyak negara untuk meningkatkan sistem kesehatan, melindungi perusahaan, dan pekerja yang terimbas virus corona. Demikian juga langkah melonggarkan kebijakan moneter yang telah ditempuh oleh bank sentral.
"Kerugian manusia akibat wabah virus corona sudah tak terukur dan semua negara harus bekerja sama untuk melindungi orang dan membatasi kerusakan ekonomi," kata Georgieva. Virus ini telah dengan cepat menginfeksi sekitar 680.000 orang di 177 negara dan menewaskan sekitar 31.000 orang. Banyak negara sudah memilih melakukan karantina atau lockdown.
IMF juga memprediksi pandemi akibat virus corona akan memicu resesi global pada 2020. Resesi ini bahkan disebut bisa lebih buruk dari krisis keuangan global pada 2008-2009. Georgieva mengatakan bahwa prospek pertumbuhan global negatif, yakni di bawah 2,9% yang terlihat pada 2019. Perang dagang juga mendorong pertumbuhan global tahun lalu ke level terendah sejak 2009.
Resesi akan berangsur pulih pada 2021. Namun untuk mencapainya, negara-negara di dunia perlu memprioritaskan opsi karantina (lockdown) dan memperkuat sistem kesehatan. "Dampak ekonomi bisa sedang dan akan parah, tetapi makin cepat virus berhenti makin cepat dan kuat pemulihan akan terjadi," katanya.
IMF akan mengucurkan dana keuangan besar-besaran. Mereka juga mencatat telah ada 80 negara yang meminta bantuan. IMF siap mengerahkan seluruh kapasitas pinjaman sebesar US$1 triliun.
***
Resesi global sebelumnya juga sudah didengungkan para analis ekonomi di seluruh dunia. Mereka memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi sejak pagebluk corona terus meluas di dunia. Bank sentral di seluruh dunia juga telah memotong suku bunga ke rekor terendah dan negara-negara terus berupaya menyelamatkan ekonomi mereka. Amerika Serikat, misalnya, mengucurkan sekitar US$1 triliun untuk menyelamatkan bisnis dan US$1 triliun lainnya untuk dibagikan kepada warga AS.
Sejumlah analis memperkirakan, pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya akan bergerak di angka 1% hingga 2%. Angka ini berdasarkan pada pertumbuhan ekonomi di Eropa dan AS, serta pertumbuhan ekonomi negatif Cina pada kuartal pertama akibat wabah virus corona yang merebak di Wuhan. IMF mendefinisikan resesi sebagai pertumbuhan global tahunan di bawah 2,5%, sedangkan pertumbuhan ekonomi global tahun lalu hanya tumbuh 2,9%.
Ancaman resesi global juga sudah pernah disampaikan oleh lembaga keuangan S&P Global. Pagebluk virus corona berdampak buruk bagi ekonomi dunia. Saat jumlah kasus di Asia tak lagi melonjak terlalu tajam, justru Eropa dan AS yang mengalami kenaikan kasus COVID-19 secara signifikan.
"Meningkatnya pembatasan kontak orang-ke-orang di Eropa dan AS, telah membuat pasar limbung karena menghindari meningkatnya risiko dan pandangan tentang ekonomi, pendapatan, serta kredit yang terpuruk tajam," demikian sebut S&P Global, seperti dikutip GATRA dari South China Morning Post.
Perusahaan investasi, Schroders, juga memangkas prediksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 2%. Sebelumnya, mereka memproyeksi ekonomi dunia tumbuh 2,3% dari 2,6% pada minggu pertama Maret. Ini setelah Eropa melakukan karantina besar-besaran.
"Kami telah mengantisipasi penyebaran virus lebih lanjut dalam perkiraan awal kami. Namun, kami tidak mengira seluruh Italia akan diisolasi. Efek knock-on dari penutupan Italia di seluruh Eropa, berarti pertumbuhan negatif pada tahun 2020," kata Kepala Ekonom dan Ahli Strategi Schroders, Keith Wade. Ini akan menjadi resesi yang terburuk sejak 2009.
Meski banyak negara sudah menurunkan suku bunga dan menambah paket stimulus, S&P Global menyebut langkah ini hanya akan melindungi, bukan meredam guncangan akibat pagebluk. Banyak analis juga menyebut tak lagi banyak peluang pemulihan berkurva V (penurunan tajam), diikuti rebound yang sama kuatnya dengan permintaan yang dapat memacu ekonomi.
Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengendalikan penyebaran virus akan tetap menjadi salah satu faktor kunci yang menentukan lamanya terhadap "serangan" ekonomi. Seberapa cepat konsumen bersedia terus "belanja" dan bisnis terus melakukan investasi, menjadi pertanyaan yang tersisa sekaligus harapan untuk segera memulihkan ekonomi.
Fitri Kumalasari