Jakarta, Gatra.com - Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Indonesia, Laksanto Utomo, mengatakan, ingar-bingar atau gaung proses pemilihan calon ketua Mahkamah Agung (MA) belum terdengar, meski Ketua MA, Hatta Ali, segera pensiun awal April mendatang. Ini menjadi pertanyaan, apakah "ditelan" pandemi Coronavirus Disease (Covid)-19, atau MA tidak menyampaikannya kepada publik.
"Yang menjadi pertanyaan, mengapa momentum yang penting dan strategis itu nampak sepi dan tidak ada gaungnya? Apakah hal tersebut ada relasi dengan pandemi wabah Covid-19?" ujarnya di Jakarta, Kamis (26/3).
Menurut Laksanto, MA harus menyampaikan proses seleksi calon ketua MA pengganti Hatta Ali kepada publik secara transparan. Ini merupakan momentum strategis dan penting bagi MA. Setidaknya, ada 2 momentum strategis dan penting dalam proses pergantian pucuk pimpinan MA ini.
Pertama, lanjut Laksanto, MA akan memiliki ketua baru dan kedua, waktunya mengevaluasi secara komprehensif berbagai aspek, di antaranya transparansi, akuntabilitas, integritas, dan profesionalisme seluruh jajaran MA di semua tingkatan.
Menurut Laksanto, meskipun saat ini hampir mayoritas masih fokus pada pandemi Covid-19, namun MA wajib tetap transparan dan menyampaikan informasi proses pemilihan ketua MA tersebut kepada publik.
Menurutnya, diberlakukannya bekerja dari rumah (work from home/WFH) bukan menjadi halangan untuk menyampaikan berbagai perkembangan proses seleksi calon ketua MA. Sebab, ini era IT dan digital sehingga tidak ada alasan bagi MA untuk menutup diri terkait proses tersebut.
MA harus terus menyampaikan perkembangannya kepada publik karena ketua MA mendatang sudah dinanti banyak pekerjaan rumah (PR). Banyaknya PR sehingga pucuk pimpinan ini harus dijabat sosok yang mumpuni melalui proses seleksi ketat dan melibatkan partisipasi dan pengawalan publik.
Sejumlah PR tersebut, lanjut Laksanto, antara lain transparansi, profesionalisme, dan akuntabilitas penangan perkara oleh hakim di semua tingkatan pengadilan, termasuk hakim agung.
Selanjutnya, peningkatan dan efektivitas pengawasan zona integritas di area perandilan tingkat pertama hingga kasasi. Kemudian, meningkatkan kewibawaan MA dan peradilan mulai tingkat pertama hingga terakhir.
Menurut Laksanto, poin-poin di atas sangat urgen sehingga harus menjadi prioritas ketua MA baru agar berbagai kontroversial putusan pengadilan serta perilaku hakim dan aparat pengadilan yang tercela tidak terulang lagi, atau minimal bisa diminimalisir.
"Kita berharap, ketua MA baru memiliki keberanian dan komitmen tinggi untuk melakukan perubahan signifikan dan reformasi internal baik dalam penangangan perkara maupun peningkatan integritas hakim, pejabat, dan aparat di lingkungan MA dan jajarannya," kata dia.
Berbagai pembenahan tersebut, lanjut Laksanto, agar wewenang dan tugas MA untuk menegakkan hukum dan keadilan sebagaimana diamanatkan Pasal 24 UUD 1945 betul-betul dilaksanakan.
Pergantian pucuk pimpinan MA ini mengacu pada ketentuan Pasal 11 UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Sesuai ketentuan tersebut, usia pensiun ketua MA dan hakim agung adalah 70 tahun.
Dengan ketentuan tersebut, maka Hatta Ali yang lahir pada 7 April 1950 silam di Parepare, Sulawesi Selatan (Sulsel) akan pensiun pada awal April 2020 baik dari jabatan ketua MA maupun sebagai hakim agung.