Home Kesehatan Akankah Musim Panas Menghentikan Wabah Corona

Akankah Musim Panas Menghentikan Wabah Corona

Washington, D.C, Gatra.com- Covid 19 atau Corona menyebar dengan cepat ke berbagai negara. Kasus tersebut menyebabkan WHO mengubah statusnya dari endemi menjadi pandemi. Wabah ini belum dapat dipastikan kapan akan berakhir. Meski kerap muncul spekulasi, musim panas akan mematikan virus Corona.

Dilansir dari BBC, Selasa (24/3), mengamati beberapa penyakit infeksi lainnya, umumnya berkaitan dengan musim. Contohnya flu, yang kerap muncul pada musim dingin. Berbeda dengan tipus yang memuncak pada musim panas. Campak kebanyakan terjadi pada musim beriklim sedang dan kemarau.

Ada bukti kuat menyatakan, kelembaban bisa berdampak lebih besar pada kerentanan manusia terhadap penyakit. Ketika udara sangat kering, diperkirakan mengurangi jumlah lendir yang melapisi paru-paru dan saluran udara. Sekresi lengket membentuk pertahanan alami terhadap infeksi dan dengan sedikit infeksi, manusia lebih rentan terhadap virus.

Sebuah studi dilakukan Peneliti Penyakit Infeksi dari Universitas Edinburgh, Inggris, Kate Templeton. Ia meneliti tiga jenis pasien corona di Edinburgh. Riset itu menunjukkan, musim dingin pada Desember hingga April menyebabkan tubuh terinfeksi. Meski pada pasien dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, penyebarannya lebih sporadis.

Terdapat petunjuk bahwa Covid-19 memiliki kaitan erat dengan pergantian musim. Sebuah analisis yang belum dipublikasikan membandingkan cuaca pada 500 lokasi di seluruh dunia. Dari pengamatan tersebut, menunjukkan hubungan antara penyebaran virus dan suhu, kecepatan angina, dan kelembaban relatif.

Studi lainnya memprediksi, iklim panas dan dingin merupakan yang paling rentan terhadap wabah Covid-19. Sedangkan bagian tropis di dunia, paling sedikit terpengaruh. Hal ini mematahkan penelitian sebelumnya. Pandemi sering tidak mengikuti pola musiman, contohnya flu Spanyol memuncak selama musim panas. Sementara itu, kebanyakan wabah flu terjadi selama musim dingin.

Penelitian telah menunjukkan bahwa Sars-Cov-2 dapat bertahan hingga 72 jam pada permukaan keras seperti plastik dan stainless steel pada suhu antara 21-23C (70-73F) dan kelembaban relatif 40%. Persis bagaimana perilaku virus Covid-19 pada suhu dan kelembaban lain masih harus diuji, tetapi penelitian pada virus corona lain menunjukkan, mereka dapat bertahan selama lebih dari 28 hari pada suhu 4C.

“Iklim ikut berperan karena memengaruhi stabilitas virus di luar tubuh manusia ketika dikeluarkan dengan batuk atau bersin. Semakin besar waktu virus tetap stabil di lingkungan, semakin besar kapasitasnya untuk menginfeksi orang lain dan menjadi epidemi. Sementara Sars-Cov-2 dengan cepat menyebar ke seluruh dunia, wabah besar terutama terjadi di tempat-tempat yang terkena cuaca dingin dan kering,” ucap Pengamat Perubahan Lingkungan dan Keanekaragaman Hayati Museum Nasional Ilmu Pengetahuan Alam Madrid, Miguel Araújo.

Araújo memercayai Covid-19 memiliki kepekaan yang sama terhadap suhu dan kelembaban. Alasan itu menyebabkan beberapa kasus corona muncul dalam waktu yang berbeda di seluruh dunia.

“Ini bukan persamaan satu variabel. Virus menyebar dari manusia ke manusia. Semakin banyak mereka bersentuhan, semakin banyak infeksi. Perilaku mereka adalah kunci untuk memahami penyebaran virus,” tuturnya.

1670