Jakarta, Gatra.com - Nilai tukar rupiah mengalami penurunan semakin dalam. Bahkan, berdasarkan kurs tengah JISDOR Bank Indonesia (BI), rupiah telah berada pada level Rp16.273, pada pukul 15.10 tadi.
Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, merosotnya rupiah ke level itu disebabkan oleh kepanikan investor di pasar uang. Imbas penyebaran virus corona baru atau Covid-19 yang semakin meluas, tidak hanya di dunia, tapi juga di Indonesia.
"Sekarang kepanikan seluruh pasar keuangan global, termasuk pemilik modal di seluruh dunia begitu cepat, karena semakin merebaknya virus di AS, Inggris, dan eskali cepat," kata dia dalam video conference, usai Rapat Terbatas bersama Presiden Joko Widodo, di Jakarta, Jumat (20/3).
Kondisi itu, lanjut Perry, membuat investor lebih memilih melepaskan aset-aset mereka yang berada di pasar modal baik itu saham, obligasi, hingga emas. Kemudian menjualnya dalam bentuk dolar, itulah yang membuat dolar AS semakin perkasa, karena banyak diserap oleh investor, termasuk investor-invesor dari Indonesia.
"Makanya, capital flow (aliran dana keluar) per 19 Maret terjadi cap outflow Rp105,1 triliun netto. Terdiri dari SBN (Surat Berharga Negara) di lepas asing neto Rp92,8 triliun, saham Rp8,3 triliun," jelas dia.
Meski begitu, Perry yakin perlemahan rupiah yang terjadi saat ini tidaklah sama dengan yang terjadi sebelumnya. Yaitu saat krisis ekonomi 1998 dan 2008, yang mana pada saat itu nilai tukar rupiah juga berada di atas level Rp16.000 per dolar AS.
"Yang terjadi saat ini sangat berbeda dengan 1998 atau 2009," tukas dia.