Pekanbaru, Gatra.com - Sama seperti sejumlah wilayah lainya yang terkesan gagap menghadapi penyebaran virus Corona, Riau pun begitu. Tapi, apa yang disuguhkan pemerintah setempat pada Kamis (19/3) menunjukan gejala yang lebih dari sekadar gagap. Dinas Kesehatan (Diskes) Provinsi Riau melontarkan sanggahan. Ya, otoritas kesehatan setempat menampik informasi yang disampaikan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID 19, Achmad Yurianto.
Yurianto, pada Kamis siang menyebut adanya tambahan satu kasus pasien positif Corona di Riau, dengan demikian kasus positif Corona di provinsi itu bertambah menjadi dua kasus. Sementara Diskes Riau sendiri menyebut dari hasil konfirmasi yang mereka lakukan ke Kementrian Kesehatan (Kemenkes) dihari yang sama, tidak ada penambahan kasus positif Corona di Riau.
Tak jelas apa yang melatari dorongan Diskes Riau menggugat informasi resmi yang diutarakan Yurianto. Padahal, seperti daerah lainnya di Indonesia, otoritas kesehatan di Riau tunduk kepada aturan main yang ditetapkan Kemenkes, dimana otoritas kesehatan daerah menyetor sampel darah pasien suspect Corona ke Laboratorium Kemenkes untuk dicek lebih lanjut. Alur kerja demikian dengan jelas menunjukan wewenang Diskes sebatas menunggu hasil uji lab, bukannya menyimpulkan alih-alih menyanggah. Hingga berita ini diturunkan GATRA belum menerima penjelasan dari Kepala Diskes Riau, Mimi Yuliani Nazir.
Secara terpisah, Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Riau, Tito Handoko, kepada Gatra.com menyebut reaksi yang disuguhkan pemerintah daerah (pemda) melalui Diskes Riau merupakan gambaran ketidaksiapan pemda merespon wabah Corona di Riau. Kata Tito, alih-alih mengoreksi info Kemenkes, Diskes Riau secara organisasi sebaiknya mempersiapkan diri menghadapi kecendrungan meningkatnya pasien suspect Corona di Indonesia. Terlebih pada Rabu (18/3), di Riau telah didapati satu kasus suspect Corona, pun begitu provinsi terdekat seperti Sumut dan Kepri, yang juga merawat pasiens suspect Corona.
Bukannya menguras energi mengoreksi info yang disampaikan Jakarta. Tindakan itu hanya menunjukan daerah tidak siap mengatasi Corona, sehingga terkesan panik, sebutnya di Pekanbaru, Kamis (19/3).
Adapun gejala ketidaksiapan dan kepanikan menghadapi virus Corona telah disuguhkan pemda pada awal Maret. Selasa (3/3), ketika GATRA memperoleh kesempatan mengunjungi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Ahmad di pusat Kota Pekanbaru. RSUD tersebut hanya menyiagakan 4 ruang isolasi. Ironis, 4 ruang isolasi itu disiagakan selang dua hari setelah pemerintah Malaysia mengumumkan 29 korban positif virus Corona pada Minggu (1/3).
Celakanya, instalasi pelayanan kesehatan terbesar milik provinsi itu, menjadi garda terdepan dalam merespon awal kehadiran virus Corona di Riau. Mujur, Kemenkes kemudian turut membagi beban itu ke RSUD Kota Dumai dan RSUD Kabupaten Indragiri Hilir. Beban rumah sakit itu pun kian terbantu setelah Gubernur Riau Syamsuar mengintruksikan 19 rumah sakit (negeri/swasta) di Kota Pekanbaru turut menjadi rujukan penanganan Virus Corona.
Hanya saja,meski telah ada upaya memperbanyak rumah sakit rujukan, sejumlah persoalan teknis dalam menangani virus tersebut belum sepenuhnya jelas. Selain belum benderangnya jumlah ruang isolasi yang disiagakan, persoalan insentif honor tenaga medis pun menyeruak. Hal itu diamini Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) area Riau, Dr Zul Asdi. Ia menyebut honor pekerja medis merupakan salah satu urusan teknis dari beragam persoalan teknis menghadapi virus Corona.
Sedang disiapkan pemerintah (honor tenaga medis). Tapi yang paling penting alat pelindung diri tenaga medis dan tenaga kesehatan, dan pembagian jam kerja serta cukup istirahat, urainya.
Sayangnya Dr Zul enggan menguraikan lebih lanjut mengenai kemampuan rumah sakit di Riau menyediakan ruang isolasi yang ideal untuk menghadapi wabah virus. Rumor yang beredar, banyak rumah sakit rujukan penanganan pasien Corona yang ditunjuk pemerintah ,tidak siap menyediakan ruangan isolasi yang ideal.
Kini, pertanyaan muncul,mengapa system pelayanan kesehatan di Riau terkesan panik menghadapi penyakit virus. Pun begitu, apa pelajaran yang diperoleh sektor kesehatan Riau ketika dulu berhadapan dengan virus SARS (2003), Flu Burung (2007) atau virus MERS (2012). Agaknya, hal tersebut hanya dapat dijawab sendiri oleh Pemprov Riau, tentang bagaimana pemerintah memandang sektor pelayanan kesehatan. Namun, penjelasan dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) dapat menjadi pegangan awal. FITRA menyebut sektor pelayanan kesehatan di Riau tak kebal dari praktek korupsi.
Beberapa kasus korupsi pernah terjadi di sektor kesehatan di Riau. Yang terbaru misalnya kasus korupsi pengadaan alat kesehatan di RSUD Arifin Ahmad, sebut Kordinator FITRA Riau,Triono Hadi.
Perkara pengadaan alkes ini menjerat tiga dokter ASN di RSUD Arifin Ahmad. Ketiga dokter itu terbukti terlibat korupsi pengadaan alat kesehatan senilai Rp1,5 miliar. Penelusuran Gatra.com, Dinas Kesehatan Provinsi Riau,nyatanya juga sarat masalah penyelewengan. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Belanja Modal Provinsi Riau Tahun 2016 dan 2017 oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) didapati adanya pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak/adendum sebesar Rp24.008.254,23, pada kegiatan rehab rumah Dinkes Riau tahun anggaran 2017.
Pun begitu, dalam laporan hasil pemeriksaan BPK atas laporan keuangan Provinsi Riau tahun 2016,didapati sejumlah temuan diantaranya, pengadaan komputer Main Frame/Server Sistem Informasi Rujukan pada Dinas Kesehatan sebesar Rp2.615.400.000,00 tidak memenuhi prinsip persaingan sehat, dan kelebihan pembayaran jasa konsultasi penyusunan blue print sistem informasi rujukan sebesar Rp119.945.833,33.
Terlepas riwayat korupsi di sektor kesehatan Riau. Sekarang, sikap awas yang lebih massif perlu disuguhkan setiap komponen masyarakat. Terlebih, Diskes Riau mencatat sebanyak 27 pasien suspect Corona masuk dalam tahap pengawasan pada Kamis (19/3).