Jakarta, Gatra.com - Komisioner KPU, Evi Novida Ginting Manik, keberatan atas putusan Dewan Kehormatan Penyelanggara Pemilu (DKPP) yang memecatnya. Menurut Evi, putusan DKPP ini cacat hukum.
Evi menyebut demikian karena menurutnya pengadu, yaitu Hendri Makaluasc, telah mencabut permohonannya ke DKPP pada 13 November 2019. Namun DKPP tetap melanjutkan persidangan tersebut.
"Pencabutan disampaikan Pengadu kepada Majelis DKPP secara langsung dalam sidang dengan menyampaikan Surat Pencabutan Laporan Dugaan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu," kata Evi pada konferensi pers KPU yang dilakukan secara streaming, Kamis (19/3).
Dengan demikian, akibat dari pencabutan Pengaduan oleh Pengadu maka diartikan Pengadu sudah menerima dan sudah tidak ada lagi pihak yang dirugikan atas terbitnya Keputusan KPU Kalimantan Barat yang dibuat atas dasar Berita Acara Rapat Pleno Tertutup pada tanggal 11 September 2019.
"DKPP hanya memiliki kewenangan secara pasif mengadili pelanggaran kode etik yang diajukan oleh Pengadu," ujar Evi.
Artinya, lanjut Evi, DKPP tidak bisa melakukan pemeriksaan etik secara aktif bila tidak ada pihak yang dirugikan dan mengajukan pengaduan pelanggaran etik.
Menurutnya, pencabutan pengaduan mengakibatkan DKPP tidak mempunyai dasar untuk menggelar lagi peradilan etik dalam perkara ini.
Pelaksanaan peradilan etik oleh DKPP tanpa adanya pihak yang dirugikan seperti dalam perkara ini, sudah melampaui kewenangan yang diberikan oleh UU Nomor 7 Tahun 2017 kepada DKPP sebagai lembaga peradilan etik yang pasif, atau DKPP tidak dapat bertindak bila tidak ada pihak yang dirugikan.
Lebih lanjut, Evi akan mengajukan gugatan untuk meminta pembatalan Putusan DKPP Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019 tanggal 18 Maret 2020. Dalam gugatan tersebut, Evi akan menyampaikan alasan-alasan lainnya agar Pengadilan dan Publik dapat menerima adanya kecacatan hukum dalam putusan DKPP.